Memasuki Masa Pelonggaran Kedua, Covid-19 di Balikpapan Belum Terkendali
Di tengah pelonggaran kegiatan fase kedua di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, angka kasus Covid-19 justru meningkat.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Pelonggaran kegiatan fase kedua di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, diikuti oleh naiknya angka kasus Covid-19. Kasus positif, yang sebelumnya didominasi orang luar daerah, saat ini didominasi warga Balikpapan. Pengawasan dan penerapan protokol kesehatan perlu dilakukan di seluruh pusat keramaian.
Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi mengeluarkan surat edaran No 440/0397/Pem tentang Panduan Fase Kedua Pelonggaran Kegiatan di Masa Pandemi Covid-19. Pada fase pertama, pelonggaran kegiatan dilakukan di pusat perbelanjaan, tempat ibadah, dan pasar tradisional. Pada pelonggaran fase kedua ini, kegiatan pernikahan, kegiatan wisata, olahraga, salon, dan jasa hiburan bioskop sudah mulai bisa dilakukan dengan protokol kesehatan.
Pelonggaran ternyata diikuti dengan naiknya kasus Covid-19 di Balikpapan. Kamis (9/7/2020), Gugus Tugas Covid-19 Balikpapan mencatat total pasien positif sejak Maret 2020 berjumlah 246 orang. Rinciannya, 66 pasien dirawat, 5 orang meninggal, dan 175 orang sembuh. Dari 66 pasien yang dirawat di rumah sakit, 40 orang merupakan warga Balikpapan dan 26 warga luar Balikpapan.
Jumlah itu meningkat 166 kasus dibandingkan dengan saat pelonggaran fase pertama, mulai 7 Juni 2020. Saat itu, total pasien positif Covid-19 berjumlah 80 orang dengan rincian 28 orang dirawat di rumah sakit, 2 orang meninggal, dan 50 orang dinyatakan sembuh.
Jika dilihat dalam seminggu terakhir, kasus Covid-19 didominasi oleh orang dari luar Balikpapan yang sebagian besar bekerja di sektor minyak dan gas. Pada Jumat (3/7/2020), misalnya, dari 65 pasien yang dirawat, 33 orang di antaranya merupakan warga luar Balikpapan. Sementara saat ini 40 pasien yang dirawat merupakan warga Balikpapan.
Angka itu menunjukkan bahwa penularan Covid-19 masih terjadi di dalam Kota Balikpapan. Dengan kondisi seperti itu, penerapan protokol kesehatan belum dipantau dan dilaksanakan di seluruh pusat keramaian.
Di Pelabuhan Kelotok Kampung Baru Tengah, misalnya, setiap perahu membawa penumpang penuh untuk menyeberang dari Balikpapan-Penajam Paser Utara dan sebaliknya. Di dalam perahu kelotok, belasan penumpang masih duduk berimpitan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan Andi Sri Juliarty mengatakan, belum ada pembahasan terkait pengetesan massal dan sosialisasi penerapan protokol kesehatan di pelabuhan kelotok. ”Di sana tidak terlalu banyak juga orangnya. Kita tidak bisa bikin tes massal,” kata Andi saat ditemui di Kantor Wali Kota Balikpapan.
Pengawasan yang longgar di tempat ini terjadi sejak kasus pertama Covid-19 di Balikpapan pada medio Maret 2020. Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Kota Balikpapan Sudirman Djayaleksana mengatakan, pemeriksaan surat-surat di Pelabuhan Kelotok masih akan dikaji.
”Di sana hanya digunakan orang melintas untuk urusan bekerja dan berbelanja dan orangnya hanya itu-itu saja,” kata Sudirman.
Padahal, risiko penularan ke daerah lain masih ada karena Balikpapan merupakan wilayah tertinggi angka kasus Covid-19 di Kalimantan Timur. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno mengatakan, pemerintah perlu juga memperhatikan kesehatan masyarakat di jalur penyeberangan air semacam itu.
”Bisa diberi subsidi agar (pengemudi kelotok) tidak memuat penumpang secara penuh. Pengawasan juga lemah biasanya di tempat seperti itu,” kata Djoko ketika dihubungi.
Sementara itu, pada pelonggaran fase kedua ini, Pemkot Balikpapan telah membuat simulasi kegiatan pernikahan dengan menerapkan protokol kesehatan. Event organizer juga diberikan panduan untuk menyelenggarakan kegiatan pernikahan.
”Sebisa mungkin tidak mengundang orang dari luar Balikpapan. Jumlah pengunjung juga dibatasi hanya 50 persen dari kapasitas maksimal gedung,” kata Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi.
Jumlah pengunjung juga dibatasi hanya 50 persen dari kapasitas maksimal gedung.
Melihat hal itu, Djoko mengatakan, hendaknya penerapan protokol kesehatan dilakukan di semua lini, termasuk di jalur penyeberangan kelotok. ”Diperlakukan setara saja. Misalnya, penumpang diwajibkan mengenakan pelindung wajah, dan lengan panjang agar tidak bersentuhan,” kata Djoko.