Masyarakat menuntut Kejaksaan Tinggi Papua serius dalam penanganan kasus korupsi yang melibatkan Bupati Waropen Yermias Bisai. Yermias belum diperiksa meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka tiga bulan lalu.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Aliansi Peduli Pembangunan Kabupaten Waropen menuntut Kejaksaan Tinggi Papua segera menahan Bupati Waropen Yermias Bisai pada Kamis (9/7/2020). Yermias telah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi sebesar Rp 19 miliar yang ia terima dari 15 orang selama 10 tahun terakhir.
Berdasarkan pantauan Kompas, puluhan orang dari Aliansi Peduli Pembangunan Kabupaten Waropen (AP3KW) berunjuk rasa damai di Kantor Kejaksaan Tinggi Papua pada pukul 11.00 WIT. Aksi berlangsung hingga pukul 14.00 WIT.
Pihak AP3KW meminta bertemu dengan Kepala Kejati Papua Nikolaus Kondomo untuk menanyakan kelanjutan kasus Yermias. Namun, Nikolaus tak menemui para demonstrasi hingga unjuk rasa berakhir.
Sekretaris AP3KW, Robert Demianus Niki, saat ditemui mengatakan, pihaknya merasa kecewa karena tak ada penjelasan dari Kejati Papua terkait penanganan kasus Yeremias Bisai. Menurut Robert, masyarakat di Waropen berharap adanya kejelasan kasus Yermias Bisai. Sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga kini, Yermias belum pernah diperiksa.
Selain itu, banyak tindakan Yermias selama memimpin Waropen dinilai telah merugikan masyarakat. ”Hingga kini, pemberian uang tunjangan dan uang lauk pauk bagi aparatur sipil negara di Waropen juga terkendala sejak tahun 2017 hingga 2019. Kami memiliki bukti yang lengkap dan saksi terkait masalah ini,” kata Robert.
Robert menuturkan, seharusnya penyidik Kejati Papua sudah menahan Yermias karena telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi sejak tiga bulan yang lalu. ”Kami akan kembali ke Kejati Papua untuk menanyakan kasus ini pekan depan. Masyarakat berhak mendapatkan keadilan walaupun korupsi ini melibatkan seorang kepala daerah,” ujarnya, menambahkan.
Kegiatan tersebut tidak memiliki izin dari pihak kepolisian setempat.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Papua, Alexander Sinuraya, ketika dikonfirmasi mengakui, Kajati tak menemui para pengunjuk rasa karena kegiatan tersebut tidak memiliki izin dari pihak kepolisian setempat.
”Kami menghargai kepedulian masyarakat yang terus memantau perkembangan kasus yang melibatkan Yermias. Namun, mereka harus menempuh cara penyampaian pendapat yang sesuai dengan regulasi,” kata Alexander.
Ia pun menegaskan, Kejati Papua tetap memproses hukum kasus yang melibatkan Yermias hingga kini. Namun, pemanggilan Yermias masih terkendala karena pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret lalu.
”Seperti diketahui, penetapan tersangka Yermias di momen Covid melanda Indonesia tak terkecuali Papua. Hal ini bukan unsur kesengajaan kami,” kata Alexander.
Diketahui, Kejati Papua menetapkan Yermias dari bukti keterangan 15 saksi pemberi gratifikasi dan aliran dana dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dari hasil penyidikan terungkap Yermias diduga menerima gratifikasi dari 15 orang selama 10 tahun terakhir.
Dari keterangan para saksi, Yermias diduga menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai dan via transfer ke rekeningnya berulang-ulang kali. Pemberi gratifikasi berlatar belakang anggota legislatif dan pengusaha.
Yermias dijerat dengan Pasal 12, Pasal 5, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.