Empat Puluh Tahun Thomas Matulessy Memberantas Malaria
Lebih dari separuh usianya, Thomas Matulessy (63) ikut memberantas malaria di hampir seluruh penjuru Maluku. Sebelum meninggal dunia, ia ingin melihat Maluku bebas dari malaria.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·5 menit baca
Lebih dari separuh usianya, Thomas Matulessy (63) ikut memberantas malaria di hampir seluruh penjuru Maluku. Sejak pertama kali menjadi pegawai hingga dirinya pensiun kini, ia berperan menurunkan angka kasus malaria di Maluku.
Datangnya kabar lewat telepon dari Kementerian Kesehatan di Jakarta bahwa Rumah Sakit Hative Memorial Otto Kuyk Ambon kehabisan obat malaria pada suatu siang Februari 2018, membuat Thomas sepertinya terpukul. Ia merasa kecolongan. Sebagai penanggung jawab pemberantasan malaria di Maluku, ia tak mendapat laporan itu langsung dari rumah sakit. Kabar dari kementerian semacam teguran bagi dirinya.
Tak ada obat, seorang pasien yang dinyatakan positif malaria vivax belum mendapat perawatan optimal. Setelah mendengar kabar itu, Thomas mematikan komputer lalu meraih beberapa strip obat antimalaria dan primaquine di ruang kerjanya. Tanpa meminta bantuan staf, ia bergegas mengemudi sepeda motor ke rumah sakit yang berjarak sekitar 16 kilometer. Ia ingin melihat langsung pasien malaria.
Tiba di dalam ruang perawatan, ia melihat pasien itu terbaring lemas dengan suhu badan panas tinggi ditambah sakit kepala. ”Baru tiba dari luar Maluku kah?” tanya Thomas setelah memperkenalkan diri. Pasien itu mengangguk. Benar, pasien itu belum lama datang dari Kabupaten Asmat, Papua, yang merupakan daerah endemis malaria.
Pertanyaan mengenai riwayat perjalanan pasien itu muncul dari insting Thomas. Ia berkeyakinan, virus malaria sudah jarang sekali ditemukan di Maluku, apalagi di Kota Ambon yang kini sedang bergerak menuju titik eliminasi. Di Kota Ambon hampir tidak terdengar lagi kasus malaria yang ditimbulkan dari lingkungan. Pasien yang terdeteksi malaria di Ambon kebanyakan adalah para pelancong.
Thomas lalu menyodorkan beberapa strip obat malaria. ”Tolong diminum sampai habis. Jangan berhenti meski Anda merasa sudah sembuh. Sampai habis. Kalau tidak habis, malaria cepat kembali,” pesannya sembari meminta nomor telepon pasien. Sejak hari pertama hingga hari ke-14, ia mengingatkan pasien agar meminum obat secara rutin sampai selesai. Ia mengawal proses penyembuhan.
Keliling daerah
Thomas menceritakan peristiwa tahun 2018 itu ketika ditemui pada awal Juli lalu. Peristiwa itu hanya salah cerita berkesan yang dialami sejak ia bekerja dalam pemberantasan malaria tahun 1981. Setelah pensiun pada tahun 2013, ia masih terus dipercayakan untuk menangani malaria di Maluku.
Kini ia menjabat sebagai Provincial Project Officers Global Fund Komponen Malaria Maluku yang mendapat dukungan dari lembaga internasional Global Fund. Artinya, Thomas sudah hampir 40 tahun berkecimpung dalam penanganan malaria.
Berawal dari November 1981, Thomas yang lulusan diploma satu pada Sekolah Pembantu Penilik Hygiene datang melamar sebagai pegawai di Dinas Kesehatan Provinsi Maluku. Ia diterima dan langsung ditempatkan di bagian penanganan malaria dan ditugaskan sebagai penyuluh lapangan. ”Saat itu, KLB (kejadian luar biasa) malaria terjadi di mana-mana,” ujarnya.
Saat itu, dengan menggunakan kapal laut, ia mendatangi pulau-pulau di Provinsi Maluku—sebelum terbentuk Maluku Utara—dari Pulau Morotai hingga sisi selatan Maluku yang berbatasan dengan Timor Leste, kini. Mereka sering kali menyinggahi kampung-kampung terpencil yang belum pernah didatangi petugas medis. Satu kali perjalanan butuh waktu hampir sebulan. ”Dulu tidak ada klaim biaya perjalanan dinas. Kami hidup dari gaji,” ujarnya.
Di kampung yang baru saja dilanda KLB malaria dengan angka kematian puluhan orang, kehadiran mereka disambut bak malaikat penyambung nyawa. Tari-tarian dan sorak-sorai. Warga sukarela membantu petugas. Memang kondisi sekarang sudah berubah. Kehadiran penyuluh malaria kadang tidak terlalu dipedulikan. Bahkan, ada orang menganggap petugas sebagai sinterklas yang membagi-bagi uang.
Sampai saat ini, tidak hitung berapa banyak pulau yang sudah saya datangi. Mungkin lebih dari seratus.
Semangat bekerja di lapangan masih terjaga. Kendati usianya sudah kepala enam, Thomas masih sering bepergian ke daerah yang banyak terdapat kasus malaria. Dari tepian kota, kampung hingga mencari warga ke kebun-kebun. ”Sampai saat ini, tidak hitung berapa banyak pulau yang sudah saya datangi. Mungkin lebih dari seratus,” katanya.
Pengalaman bertugas di lapangan membuat Thomas paham dengan perilaku nyamuk malaria. Tiba di rumah penduduk, dia mengamati pergerakan nyamuk, seperti waktu menggigit dan media mana saja yang dihinggapi. Ada nyamuk yang sebelum menggigit, terlebih dahulu hinggap di dinding.
”Nyamuk yang mengisap darah manusia adalah nyamuk betina. Darah dibutuhkan untuk mematangkan telurnya. Sementara nyamuk yang jantan tugasnya hanya kawin, dan setelah itu mati,” katanya.
Setelah mengisap darah, nyamuk betina beristirahat selama dua sampai tiga hari kemudian bertelur. Sekali bertelur bisa menghasilkan 300 telur. Setelah delapan hingga 14 hari, telur nyamuk menetas kemudian terbang dan tidak butuh waktu lama untuk kawin. Nyamuk berkembang biak sangat cepat.
Health Officer dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) Sisca Wiguno menilai Thomas benar-benar menjiwai panggilannya dalam pemberantasan malaria di Maluku. Kesan itu dirasakan Sisca yang sejak tahun 2017 berkolaborasi dengan Thomas. ”Sering kali kalau kami ke permukiman penduduk, Pak Thomas mencedok genangan air untuk melihat ada tidak jentik nyamuk,” kata Sisca.
Tahun 2019, angka annual parasite incidence turun hingga 0,71 per 1.000 penduduk. Dari 11 kabupaten/kota, lima masuk zona hijau atau endemisitas rendah dan sisanya zona kuning atau endemisitas sedang. Salah satu harapan Thomas, tidak mau meninggal sebelum melihat Maluku bebas dari malaria. Tidak berlebihan apabila Thomas dijuluki Bapak Antimalaria Maluku.
Thomas Matulessy
Lahir : Hulaliu, Maluku Tengah, 18 November 1957
Istri : P Matulessy Tahya
Anak : 5
Cucu : 6
Pendidikan :
Sekolah Pengatur Rawat Ambon (1977)
Sekolah Pembantu Penilik Hygiene Manado (1981)
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Trinitas Ambon (2004)
Pekerjaan : Provincial Project Officers Global Fund Komponen Malaria Maluku