Di pantura barat Jawa Tengah, mayoritas pasien terkonfirmasi positif Covid-19 merupakan pelaku perjalanan. Namun, penerapan protokol kesehatan di sejumlah tempat yang disinggahi pelaku perjalanan belum seragam.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
Sebagai urat nadi utama Pulau Jawa, mobilitas manusia di jalur pantai utara belakangan kembali padat seiring pelonggaran pembatasan sosial. Namun, ada bahaya yang mengancam. Penerapan protokol kesehatan belum seragam di banyak titik kumpul warga, termasuk hotel melati dan toko oleh-oleh.
Sebulan belakangan, jalan pantura bagian barat Jateng kembali dipadati kendaraan bermotor. Bukan didominasi angkutan barang seperti saat awal pandemi, kini, jalur pantura dipadati kendaraan umum dan kendaraan pribadi.
Tidak hanya jalan raya, sejumlah warung makan dan hotel juga mulai ramai dikunjungi pelintas. Kendati demikian, protokol kesehatan ketat belum diterapkan secara seragam di tempat-tempat tersebut.
Di sebuah hotel melati X di Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, misalnya, protokol kesehatan seperti kewajiban memakai masker, kewajiban membersihkan tangan, dan pengecekan suhu tubuh tidak diberlakukan. Tak hanya itu, tamu dari luar daerah juga tidak diminta menunjukkan surat keterangan sehat maupun surat bebas Covid-19.
”Kami tidak diminta menerapkan (protokol kesehatan) seperti itu. Tamu sudah tahu sendiri,” kata Amir (34), resepsionis hotel X, Minggu (5/7/2020).
Saat Kompas datang ke hotel X, tidak ada pemeriksaan suhu tubuh dan tidak diminta mencuci tangan. Kendati mengaku dari luar kota, Kompas juga tak diminta menunjukkan surat keterangan bebas Covid-19.
Amir menjelaskan, belakangan jumlah kamar yang dipesan di hotel X mulai bertambah. Selama pandemi, jumlah kamar yang dipesan di tempat tersebut berkisar 1-2 orang per hari. Sebulan belakangan, jumlah kamar yang dipesan berkisar 5-7 orang.
”Kalau normalnya, dari 31 kamar itu, yang isi ada sekitar 15 kamar dalam sehari. Tamunya biasanya sales atau sopir-sopir jasa angkutan dari Jakarta, Semarang, Cirebon,” imbuh Amir.
Tidak hanya hotel X, hotel Y yang masih berada dalam kecamatan sama dengan hotel X juga minim dalam menerapkan protokol kesehatan. Selama pandemi, baru satu kali hotel itu disterilkan dengan cairan disinfektan.
”Kebersihan standarnya disapu setiap hari dan dipel setiap tiga hari sekali. Penyemprotan disinfektan sudah pernah dilakukan satu kali oleh pemerintah desa setempat bukan dari manajemen hotel,” ujar Kokok (44), resepsionis hotel Y.
Kompas berkesempatan mengikuti petugas kebersihan hotel Y membersihkan kamar yang baru saja digunakan oleh tamu. Setelah merapikan barang seperti remote kipas angin, remote tv, dan asbak, petugas kebersihan hanya melipat selimut dan merapikan bantal di kasur.
Petugas hanya merapikan seprai, tidak mengganti sprai dengan yang baru. Ia beralasan, sprai di kamar itu baru diganti sehari sebelumnya.
Meski demikian, ada juga penginapan yang menerapkan protokol kesehatan lebih ketat. Manajemen sebuah hotel bintang dua di Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, misalnya, mewajibkan pengunjung memakai masker dan membersihkan tangan dengan gel pembersih saat masuk ke ruang resepsionis. Pengunjung dari luar kota juga diminta menunjukkan surat keterangan sehat atau surat pengantar.
”Setelah digunakan oleh tamu, seprai, selimut, dan handuk langsung diganti. Ruangan juga disemprot dengan cairan disinfektan supaya steril,” ucap Santo (44), resepsionis hotel tersebut.
Petugas hanya merapikan seprai, tidak mengganti sprai dengan yang baru. Ia beralasan, sprai di kamar itu baru diganti sehari sebelumnya.
Toko oleh-oleh
Tak hanya di hotel, keramaian juga sudah mulai tampak di sejumlah pusat oleh-oleh, Rabu (8/7/2020). Di toko telur asin HTM Jaya, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes misalnya, pembeli mulai berdatangan. Hal itu berpengaruh pada penjualan telur asin.
Sebulan belakangan, jumlah telur yang terjual dalam sehari sekitar 700 butir. Jumlah itu meningkat pesat dari penjualan di masa awal pandemi, yakni 100 butir per hari. ”Belakangan ini, pantura Brebes sudah mulai ramai. Jadi, hasil penjualan telur asin juga mulai meningkat,” ujar Dinah (53), pemilik toko telur asin HTM.
Ia menjelaskan, sebagian besar pembeli telur asin di tokonya berasal dari luar kota, seperti Jakarta, Bandung, dan Semarang. Untuk menekan risiko penyebaran Covid-19, Dinah meminta pegawainya memakai masker saat berinteraksi dengan pembeli. Mereka juga dianjurkan untuk membersihkan tangan menggunakan gel pembersih tangan sesering mungkin.
Adapun pembeli juga diwajibkan memakai masker dan membersihkan tangan menggunakan gel pembersih tangan sebelum menyentuh telur asin yang akan dibeli.
Kondisi itu berbeda dengan toko T, toko telur asin lain di Kecamatan Brebes. Di toko T, pembeli yang tidak memakai masker tetap diperbolehkan memasuki area toko dan memegang telur tanpa membersihkan tangan terlebih dahulu.
Tak hanya itu, penjual di toko telur asin T juga tidak memakai masker dengan benar ketika berinteraksi dengan pembeli. Masker yang dipakai hanya dibiarkan menggantung di leher, tidak menutup mulut dan hidung.
Pelaku perjalanan
Hingga Rabu siang, jumlah akumulasi pasien positif Covid-19 di Kabupaten Brebes 42 orang. Dari jumlah tersebut, 35 orang sembuh dan 7 orang masih dirawat. Sementara itu, Kabupaten Tegal mengonfirmasi 34 kasus positif Covid-19. Dari jumlah tersebut, 26 orang sembuh, empat orang masih menjalani perawatan, dan empat orang meninggal.
Baik di Kabupaten Tegal maupun di Brebes, pasien positif Covid-19 didominasi pelaku perjalanan atau kontak erat pelaku perjalanan dari zona merah. Untuk menekan penyebaran Covid-19 yang berpotensi dibawa oleh pelaku perjalanan, pemerintah setempat mengandalkan gugus tugas tingkat desa. Mereka diminta aktif melaporkan dan mengarantina pelaku perjalanan yang bersuhu tubuh lebih dari 38 derajat celsius.
Seluruh pemangku kepentingan mesti mengantisipasi potensi penularan Covid-19 di jalur pantura. Pelonggaran kegiatan masyarakat harus diiringi penerapan protokol kesehatan ketat untuk mencegah kluster penularan yang lebih besar.