Proyek Kereta Api Kalimantan Timur Terkatung-katung
Setelah Russian Railways mundur dari kerja sama pembangunan rel kereta api di Kaltim, proyek itu kini terkatung-katung. Sebanyak 150 mahasiswa yang menerima beasiswa untuk mengawal proyek itu berharap ada solusi.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Setelah perusahaan asal Rusia mundur dari kerja sama pembangunan rel kereta api di Kalimantan Timur, kelanjutan proyek itu kini terkatung-katung. Dijajaki kemungkinan masuknya investor dari China untuk melanjutkan proyek tersebut.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva mengatakan, Russian Railways, perusahaan kereta api Rusia, telah menginvestasikan sekitar 18 juta dolar AS dalam pengembangan proyek ini. Namun, proyek itu berhenti karena bertabrakan dengan rencana Pemerintah Indonesia memindahkan ibu kota negara ke Kaltim.
”Lokasi (ibu kota negara) beririsan dengan lokasi proyek kereta api dan ada beberapa alasan lain dalam penentuan proyek ini,” kata Lyudmila, Rabu (8/7/2020), dalam siaran pers daring melalui aplikasi Zoom.
Menurut catatan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), kereta api Kalimantan Timur merupakan proyek pembangunan kereta api trek tunggal sepanjang 203 kilometer. Rencana proyek ini merentang dari Balikpapan-Penajam Paser Utara-Paser-Kutai Barat.
Nilai investasi untuk proyek ini Rp 53,3 triliun, satu paket dengan stasiun, dermaga batubara, pelabuhan, dan pembangkit listrik tenaga uap berkapasitas 15 megawatt. Penanggung jawab proyek ini adalah PT Kereta Api Borneo, anak perusahaan Russian Railways yang semula akan menanamkan modal dalam proyek ini.
Lokasi (ibu kota negara) beririsan dengan lokasi proyek kereta api dan ada beberapa alasan lain dalam penentuan proyek ini. (Lyudmila Vorobieva)
Pada 2015, Presiden Joko Widodo meletakkan batu pertama pertanda proyek itu dimulai. Proyek itu diharapkan bisa menggenjot ekonomi Kaltim untuk mengangkut batubara dan sawit, dua sektor yang ikut menopang ekonomi Kaltim.
Dari sana, diharapkan pula terbuka lapangan kerja di dermaga, stasiun, dan pelabuhan. Untuk menyiapkan tenaga ahli kereta api, Pemprov Kaltim memberikan beasiswa bagi 150 mahasiswa asal Kaltim untuk kuliah di Moscow State University of Railway Engineering sejak 2015.
Namun, proyek itu terhenti pada 2018 dan belum ada perkembangan hingga kini. Di situs KPPIP juga tercatat proyek ini telah dilepaskan statusnya sebagai proyek strategis nasional. Alasannya, PT Kereta Api Borneo sebagai pemrakarsa tidak mampu menunjukkan rencana aksi dan upaya tindak lanjut kemajuan proyek yang jelas.
Einstein Edo Fradhana (22), salah satu penerima beasiswa perkeretaapian di Rusia, berharap pemerintah memberikan kejelasan perkembangan proyek ini. Sebab, para penerima beasiswa yang menandatangani kontrak tidak bisa menerima atau melamar pekerjaan lain. Dalam perjanjian, mereka disiapkan untuk bekerja di PT Kereta Api Borneo.
”Seandainya proyek kereta api ini dibatalkan, setidaknya ada pertanggungjawaban dari pemerintah. Jadi, setelah lulus nanti, kalau proyek ini tidak jalan, kami bisa dialihkan ke PT KAI karena tidak ada lagi instansi terkait perkeretaapian di Indonesia,” kata Edo ketika dihubungi dari Balikpapan.
Sesuai perjanjian, setelah lulus kuliah, para penerima beasiswa akan mendapatkan masa penawaran kerja selama enam bulan. Ada pula perjanjian mengabdi di Kalimantan Timur selama lima tahun.
Mendengar kabar Russian Railways mundur dari proyek ini, Edo khawatir menunggu terlalu lama untuk kelanjutan proyek kereta api pertama di Kaltim ini. Ia berharap tetap bisa berkarier di Indonesia untuk mengaplikasikan ilmu yang ia dapat. Ia juga berharap proyek kereta api tetap berjalan di Kaltim sebab akses dari satu tempat ke tempat lain masih banyak yang belum terhubung.
Pemerintah Provinsi Kaltim belum menentukan langkah lanjutan untuk para penerima beasiswa perkeretaapian itu. Namun, para mahasiswa dipastikan tetap dibiayai hingga selesai masa studi di Rusia. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kaltim Muhammad Syafranuddin mengatakan, langkah terbaik masih dipikirkan.
”Solusi bagi para penerima beasiswa masih kami cari. Sebab, di Kalimantan Timur belum ada industri kereta api,” kata Syafranuddin.
Kelanjutan proyek
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan dan Kereta Api Dinas Perhubungan Kaltim Hasbi mengatakan, setelah Rusia mundur dari proyek ini, ada investor dari China yang tertarik dengan kelanjutan proyek ini.
Jika sebelumnya Russian Railways berencana membangun kereta api khusus batubara, China Railways Liuyuan Group Co, Ltd dikabarkan berencana membangun kereta api barang dan penumpang. Ia mengatakan, saat ini Pemprov Kaltim masih melakukan penjajakan terkait apa saja yang harus dikerjakan.
”Dipastikan apakah untuk kereta api umum atau khusus karena kajian dan peraturannya berbeda. Selain itu, jalurnya juga perlu disesuaikan. Kemungkinan-kemungkinan itu yang masih dibahas,” kata Hasbi.