Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mulai menyosialisasikan pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Bawen. Tol ditargetkan mulai dibangun 2021.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mulai menyosialisasikan pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Bawen. Proyek itu diperkirakan mulai dibangun pada 2021.
”Ini masih tahapan awal kami dalam sosialisasi. Jadi, kami harapkan (pembangunannya) bisa dilakukan tepat waktu,” kata Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY Krido Suprayitno di Kompleks Kantor Bupati Sleman, Rabu (8/7/2020).
Sosialisasi oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang DIY dilakukan selama Juli 2020. Pendataan terhadap warga terdampak dimulai Agustus 2020. Selanjutnya, konsultasi publik akan dilakukan September hingga November, serta izin penetapan lokasi diterbitkan Desember 2020.
Krido menyampaikan, proses pengadaan tanah dilakukan setelah izin penetapan lokasi diterbitkan. ”Dari peraturan yang ada, pembebasan lahan (pengadaan tanah) maksimal dilakukan dalam waktu dua tahun,” ujarnya.
Jalan tol menurut rencana akan melewati tiga kecamatan dan tujuh desa di Kabupaten Sleman. Tiga kecamatan itu meliputi Kecamatan Tempel, Kecamatan Seyegan, dan Kecamatan Mlati. Dari tiga kecamatan itu, tujuh desa yang terdampak terdiri dari Desa Banyurejo, Tambakrejo, Sumberejo, Margokaton, Margodadi, Margomulyo, dan Tirtoadi.
Adapun panjang jalan tol tersebut lebih kurang 7,65 kilometer. Total luas lahan tol mencapai 49,6 hektar dari 915 bidang tanah. ”Untuk sementara, rancangan ukurannya seperti itu. Tetapi, ini masih tentatif. Bisa bertambah dan berkurang, tergantung dari hasil konsultasi publik,” kata Krido.
Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja Pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Bawen Heru Budi Prasetya menyampaikan, sebagian besar jalan bebas hambatan itu akan dibangun dengan konstruksi melayang. Persentasenya diperkirakan mencapai 75 persen. Sebab, sebagian jalan ada yang dibangun dekat dengan kanal irigasi Selokan Mataram.
”Ini sudah dikoordinasikan semua. Yang berada dekat dengan Selokan Mataram juga dipastikan tidak akan mengganggu (kanal irigasi Selokan Mataram),” kata Heru.
Heru mengharapkan tidak ada rancangan konstruksi yang berubah. Ia memastikan perancangan telah dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak dibangun di atas bangunan cagar budaya. Sebagian besar area pembangunan juga terdiri dari persawahan. Proses pembangunan ditargetkan dimulai 2021.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengharapkan masyarakat dapat memahami perlunya pembangunan jalan bebas hambatan tersebut. Pembangunan itu salah satu upaya pemenuhan kepentingan umum. Untuk itu, masyarakat harus dipastikan turut memperoleh manfaat dari adanya bangunan tersebut.
”Apabila ada yang tanahnya terkena pembangunan, hendaknya mendapat ganti untung. Harga lebih tinggi dari pasaran umum. Sudah disebutkan, dari pengalaman PPK (pejabat pembuat komitmen), pembebasan lahan dihargai lebih tinggi 30-40 persen dari harga pasar,” kata Sri.
Jalan Tol Yogyakarta-Solo
Sementara itu, Krido menyatakan, surat izin penetapan lokasi untuk Jalan Tol Yogyakarta-Solo disetujui Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono. Dengan demikian, proses pengadaan lahan bisa dimulai. Pemasangan patok terkait proyek itu dilakukan awal Agustus 2020.
”Kami bekerja sama dengan Satuan Kerja Jalan Tol Yogyakarta-Solo, (pemasangan patok) dimulai minggu pertama Agustus ini. Prosesi pemasangan patok akan kami umumkan juga nanti,” kata Krido.
Sebelumnya, Krido menjelaskan, panjang ruas Jalan Tol Yogyakarta-Solo di wilayah DIY sekitar 22 kilometer. Dari hasil konsultasi publik, pembangunan tol tersebut membutuhkan lahan seluas 177,5 hektar. Lahan itu terdiri atas 3.006 bidang tanah dengan jumlah warga terdampak 2.978 orang. Seluruh lahan terdampak proyek juga berada di Kabupaten Sleman, DIY.