1.590 Burung Kembali Diselamatkan dari Pengiriman Ilegal di Kualanamu
Pengiriman burung tanpa dokumen terjadi untuk ketiga kalinya di Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sebanyak 1.590 burung diselamatkan dan langsung dilepasliarkan ke habitatnya.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pengiriman burung tanpa dokumen terjadi untuk ketiga kalinya di Bandara Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Sebanyak 1.590 burung diselamatkan dan langsung dilepasliarkan ke habitatnya. Burung yang dikirim merupakan burung peliharaan untuk hobi yang permintaannya kini naik, yakni jalak kerbau, sikatan bakau, kucica kampung, dan murai batu.
”Penindakan ini kami harap tidak hanya untuk mencegah pengiriman burung atau satwa liar tanpa dilengkapi dokumen, tetapi juga untuk menjaga populasi burung di alam liar agar tidak menurun,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Hotmauli Sianturi, Selasa (7/7/2020).
Hotmauli mengatakan, pengungkapan kasus tersebut bermula dari informasi yang mereka terima dari masyarakat tentang adanya pengiriman ribuan burung ke sejumlah bandara di Jawa melalui Bandara Kualanamu. Petugas dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut pun segera datang ke kargo Bandara Kualanamu, Jumat (26/6) dini hari, untuk mengejar agar burung itu tidak sempat dikirim.
Penindakan ini kami harap tidak hanya untuk mencegah pengiriman burung atau satwa liar tanpa dilengkapi dokumen, tetapi juga untuk menjaga populasi burung di alam liar agar tidak menurun. (Hotmauli Sianturi)
Bersama petugas kargo, petugas BBKSDA Sumut pun berhasil menemukan ribuan burung tersebut dalam sejumlah kotak kayu. Setelah diperiksa, burung tersebut mempunyai dokumen sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh balai karantina. ”Namun, pengiriman itu tidak dilengkapi surat angkutan tumbuhan satwa liar dalam negeri (SATS-DN),” ujarnya.
SATS-DN merupakan dokumen yang dikeluarkan BBKSDA sebagai pengawasan untuk setiap pengiriman satwa dan tumbuhan. Beberapa persyaratan harus dilengkapi untuk mendapat dokumen itu, seperti izin pengedar dalam negeri, legalitas asal-usul, izin mengambil atau menangkap sesuai kuota, sertifikat penangkaran jika hasil penangkaran, serta laporan mutasi stok tumbuhan dan satwa liar.
Hotmauli mengatakan, pengiriman burung dari Sumut ke daerah Jawa belakangan kian marak karena tingginya permintaan pasar. Burung-burung tersebut banyak dipelihara untuk hobi. Dalam sebulan belakangan, BBKSDA Sumut sudah tiga kali menggagalkan pengiriman burung.
Mengancam populasi
Dua kasus sebelumnya, yakni pengiriman pada 15 Juni dan 21 Juni. Pengiriman burung dalam jumlah yang sangat banyak tersebut sangat mengancam populasi burung di alam liar. Burung-burung itu diduga ditangkap dari hutan di Sumut dan Aceh.
Setelah berhasil menyita burung tersebut, petugas langsung melepasliarkannya ke Taman Wisata Alam (TWA) Dolok Tinggi Raja di Simalungun serta Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut di Langkat. Sebanyak 82 ekor di antara burung itu pun mati sebelum dilepasliarkan.
BBKSDA Sumut pun telah melakukan rapat koordinasi dengan Balai Karantina Kelas II Medan, pengguna jasa di Balai Karantina, serta Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut untuk mencegah pengiriman burung tanpa dokumen. ”Dalam rapat itu disepakati agar SATS-DN dan surat keterangan kesehatan hewan menjadi syarat penerbitan sertifikat kesehatan hewan oleh Balai Karantina,” kata Hotmauli.
Upaya lain dengan gencar melakukan patroli rutin di bandara untuk mengawasi pengiriman satwa liar.
Penegakan hukum kasus pengiriman burung tanpa dokumen tersebut pun akan ditindaklanjuti oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Wilayah Sumatera.
Kepala Seksi Balai Gakkum Wilayah I Medan Haluanto Ginting mengatakan, mereka masih melakukan pendalaman dan pemeriksaan terhadap nama yang tertera dalam sertifikat kesehatan hewan tersebut.