Fasilitas Kesehatan di Sidoarjo Diminta Siap Tangani Kelahiran dengan Protokol Covid-19
Rumah sakit dan puskesmas di Sidoarjo diminta menyiapkan penanganan terbaik bagi ibu hamil dengan indikasi Covid-19. Itu untuk menekan angka kematian ibu melahirkan dan bayi baru lahir serta mengendalikan sebaran virus.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Seluruh rumah sakit dan puskesmas di Sidoarjo, Jawa Timur, diminta menyiapkan penanganan terbaik pada ibu hamil dengan indikasi Covid-19. Itu dilakukan untuk menekan angka kematian ibu melahirkan dan bayi serta mengendalikan sebaran virus korona jenis baru.
Dinas Kesehatan Sidoarjo mengumpulkan seluruh puskesmas di wilayahnya, Jumat (3/7/2020). Pertemuan yang juga dihadiri perwakilan sejumlah rumah sakit swasta rujukan dan nonrujukan Covid-19 itu membahas tentang kebijakan penanganan ibu hamil terutama dengan indikasi Covid-19.
Semua ibu hamil di Sidoarjo akan ditapis atau screening Covid-19 pada usia kehamilan 37 minggu. Ibu hamil yang reaktif dilanjutkan dengan pemeriksaan uji usap. Hasil uji usap itulah yang menentukan proses penanganan persalinan. (Abdillah)
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Sidoarjo Abdillah Segaf Al Hadad mengatakan, semua puskesmas diminta memantau ibu hamil di wilayahnya masing-masing. Bidan puskesmas juga diminta membangun jejaring dengan rumah sakit rujukan ataupun nonrujukan Covid-19 terdekat untuk memaksimalkan penanganan pasien.
”Semua ibu hamil di Sidoarjo akan ditapis atau screening Covid-19 pada usia kehamilan 37 minggu. Ibu hamil yang reaktif dilanjutkan dengan pemeriksaan uji usap. Hasil uji usap itulah yang menentukan proses penanganan persalinan,” ujar Abdillah.
Apabila hasil uji usapnya positif, proses persalinan dilakukan di rumah sakit rujukan Covid-19. Namun, apabila hasilnya terkonfirmasi negatif, persalinan bisa dilakukan di rumah sakit nonrujukan untuk persalinan yang memerlukan operasi pembedahan. Sementara persalinan normal bisa dilakukan di faskes pertama, yakni puskesmas dengan pertolongan bidan.
Kelebihan pasien
Persoalannya, seluruh rumah sakit rujukan Covid-19 kondisinya penuh pasien bahkan mengalami kelebihan pasien sehingga harus merawat di Instalasi Gawat Darurat. Tujuh RS rujukan tidak bisa lagi menerima pasien Covid-19, termasuk ibu hamil, karena ketiadaan ruang isolasi khusus.
Kondisi itu memicu masalah. Faskes pertama kesulitan merujuk pasien karena rumah sakit tidak bisa menerima. Apabila pasien tidak dirujuk, faskes pertama khawatir menolong persalinan Covid-19 karena minim pengetahuan, alat medis penunjang, serta alat pelindung diri (APD). Bidan belum dibekali prosedur penanganan proses kelahiran ibu hamil dengan indikasi Covid-19.
Yang terjadi di lapangan, pasien datang ke rumah sakit secara mandiri atau disebut dengan ”rujukan lepas”. Pasien biasanya datang menjelang hari perkiraan lahir (HPL) atau dalam kondisi darurat sehingga tidak sempat dilakukan penapisan Covid-19.
Pada situasi seperti itu, ibu hamil yang terkonfirmasi positif Covid-19 rentan menularkan pada tenaga medis dan tenaga kesehatan yang menangani persalinan. Mereka juga rentan menularkan pada lingkungan sekitar saat menjalani perawatan. Berkaca pada hal itulah, Dinkes Sidoarjo meningkatkan koordinasi dengan bidan, puskesmas, dan seluruh rumah sakit.
”Inti dari pertemuan ini adalah menyiapkan seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama ataupun tingkat lanjutan dalam penanganan ibu hamil terindikasi Covid-19,” kata Abdillah.
RS rujukan Covid-19 dilarang menolak ibu hamil. Mereka diminta menyisakan dua tempat tidur di ruang isolasi khusus (RIK) untuk ibu hamil. Kelahiran sesar minimal dirawat dua kali 24 jam di rumah sakit untuk menunggu kondisi pasien stabil. Setelah itu, pasien boleh diserahkan kembali kepada puskesmas yang merujuk. Pasien menjalani isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan bidan.
Sementara itu, untuk kelahiran normal di rumah sakit, pasien bisa langsung dipulangkan atau diserahkan kembali kepada puskesmas yang merujuk. Selanjutnya, pasien akan menjalani isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan bidan puskesmas.
Pasien yang belum mendapat rumah sakit rujukan atau melahirkan mendadak harus ditangani oleh bidan di puskesmas. Seluruh puskesmas yang memiliki fasilitas rawat darurat akan dilengkapi dengan sarana pelindung persalinan atau delivery chamber.
Disarankan sesar
Ketua Tim Penanganan Covid-19 RSUD Sidoarjo yang juga dokter spesialis kebidanan dan kandungan, Wasis Nupikso, mengatakan, di tengah pandemi, proses persalinan yang disarankan adalah sesar. Alasannya, untuk meminimalkan risiko penularan virus terhadap tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Persalinan normal lebih berisiko menularkan virus, sebab korona jenis baru penyebab Covid-19 ini proses penularannya melalui kontak, droplet, dan airbone. Selain tenaga kesehatan, risiko penularan juga terjadi pada bayi yang dilahirkan. Oleh karena itulah, diwajibkan jaga jarak minimal 1 meter apabila tidak diperlukan tindakan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, pihaknya mengusulkan penambahan dua rumah sakit rujukan Covid-19 kepada Gugus Tugas Provinsi Jatim. Saat ini ada tujuh rumah sakit rujukan yang sudah beroperasi, yakni RSUD Sidoarjo, RS Mitra Keluarga Waru, RS Anwar Medika, RS Citra Medika, RS Bhayangkara Porong, RS Siti Hajar, dan RS Siti Khodijah.
”Dua rumah sakit rujukan tambahan ini merupakan rumah sakit ibu dan anak. Rencananya, khusus untuk menangani para ibu hamil yang terindikasi Covid-19,” ujar Syaf.
Dua rumah sakit rujukan tambahan ini memiliki kapasitas sekitar 60 orang. Mereka akan merawat pasien ibu hamil dengan indikasi Covid-19 baik yang berstatus ODP (orang dalam pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan), reaktif berdasarkan uji cepat, maupun terkonfirmasi positif berdasarkan uji usap.
Berdasarkan data Dinkes Sidoarjo, saat ini ada delapan ibu hamil yang terkonfirmasi positif Covid-19. Selain itu, ada tujuh ibu yang melahirkan dan dua bayi baru lahir yang terkonfirmasi positif. Jumlah ibu hamil yang berstatus ODP sebanyak 13 orang dan yang berstatus PDP sebanyak 14 orang.
Adapun jumlah ibu bersalin yang berstatus OTG (orang tanpa gejala) sebanyak 2 orang, berstatus ODP sebanyak 3 orang, dan berstatus PDP sebanyak 13 orang. Ibu menyusui ada 5 orang yang OTG, 2 orang ODP, dan 1 orang PDP.
Selain ibu hamil, jumlah bayi dan anak balita yang terindikasi Covid-19 juga perlu perhatian. Saat ini ada dua bayi berstatus ODP dan dua bayi berstatus PDP. Selain itu, ada tiga anak balita yang berstatus OTG, sebanyak 43 anak balita berstatus ODP, dan 13 anak balita berstatus PDP.
Syaf mengatakan, jumlah kehamilan pada masa pandemi berpotensi meningkat karena banyak pasangan yang melakukan aktivitas di rumah. Disisi lain, penanganan kehamilan di masa pandemi bukan perkara mudah sebab ibu hamil lebih berisiko terinfeksi virus korona galur baru penyebab Covid-19.
Oleh karena itulah, penanganan terhadap ibu hamil harus dilakukan dengan prosedur kesehatan yang ketat. Pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan pun berisiko tinggi. Banyak fasilitas pelayanan yang mensyaratkan uji cepat bagi ibu hamil yang ingin periksa kandungan rutin.