Terbesar di Sulteng, Polisi Ungkap Peredaran 25 Kilogram Sabu
Aparat Kepolisian Daerah Sulteng berhasil mengungkap peredaran sabu 25 kilogram yang merupakan kasus terbesar sejauh ini. Peran kelembagaan masyarakat perlu diprakarsai agar perang melawan narkoba efektif berjalan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Aparat Polda Sulawesi Tengah menangkap dua tersangka peredaran sabu dengan barang bukti seberat 25 kilogram. Sejauh ini, penangkapan itu adalah yang terbesar pernah diungkap Polda Sulteng.
”Di tengah pandemi Covid-19, pengedar narkoba tetap beroperasi. Tetapi, polisi tetap aktif memberantas narkoba. Ini buktinya, kami menangkap tersangka dengan 25 kg sabu,” kata Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal Syafril Nursal di Palu, Sulteng, Selasa (30/6/2020).
Penangkapan itu dilakukan pada Minggu (28/6/2020) malam di pos pengecekan lalu lintas darat untuk pencegahan Covid-19 di Kecamatan Tawaeli, Kota Palu. Sabu disimpan dalam kemasan 25 plastik masing-masing seberat 1 kg. Sabu itu dibungkus paket yang lebih besar lalu disembunyikan dalam satu karung. Plastik yang digunakan merupakan plastik polos tanpa tulisan apa pun.
Sabu diangkut R (36), warga Palu, dari Kabupaten Donggala bagian utara atau yang dikenal Pantai Barat menggunakan mobil. Berdasarkan keterangan R, sabu tersebut bersumber dari AM (38), warga Donggala, yang lebih dahulu memantau situasi di jalan agar R lancar mengangkut sabu. AM ditangkap di tempat berbeda dengan R. Keduanya tak dihadirkan dalam konferensi pers karena sedang dirawat di rumah sakit akibat luka tembak.
Syafril menyebutkan, peredaran sabu itu dikendalikan S (40), bandar asal Palu, yang saat ini tinggal di Malaysia. Ia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) narapidana yang kabur saat gempa mengguncang Palu, 28 September 2018. S masuk penjara karena kasus narkoba. Ia mengirim sabu via Kalimantan Utara untuk masuk ke Sulteng lewat pelabuhan rakyat di Kecamatan Balaesang Tanjung, Donggala.
”S sekarang DPO dua tindak pidana, yakni narkoba dan kabur dari penjara. Selain dua orang yang sudah ditangkap, pasti banyak lagi yang lainnya nanti, ” katanya.
Peredaran sabu itu dikendalikan S (40), bandar asal Palu, yang saat ini tinggal di Malaysia. Ia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) narapidana yang kabur saat gempa mengguncang Palu, 28 September 2018.
Kepala Subdirektorat III Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulteng Ajun Komisaris Besar Pribadi Sembiring mengatakan, atas perintah S, AM mengambil narkoba di sebuah pulau kecil di Kalimantan Utara. Ia menyewa kapal.
”Kami memantau pergerakan AM sejak awal tahun 2020 ini,” ujarnya sambil menambahkan sabu tersebut diedarkan AM di Palu atas perintah S.
Untuk menangkap S dan jaringan yang bekerja untuk dia di Kalimantan, Syafril menyatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Mabes Polri.
Ia menerangkan, sebagian besar narkoba masuk ke Sulteng melalui jalur laut. Posisi Sulteng dengan laut terbuka dijadikan peluang besar untuk peredaran narkoba.
”Kami tetap awasi titik-titik rawan. Tak hanya kami yang mengawasi, mitra kami juga turut mengambil bagian, seperti TNI Angkatan Laut,” katanya.
Sulteng bisa diakses dengan jalur laut dari tiga arah, yakni barat (Kalimantan), utara (Gorontalo dan Sulawesi Utara), timur (Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara). Berdasarkan pengungkapan selama ini, peredaran narkoba ke Sulteng via jalur laut terjadi di Kabupaten Donggala bagian utara dan Tolitoli.
Pengungkapan sabu 25 kg itu merupakan kasus terbesar yang ditangani Polda Sulteng. Sebelumnya, ada pengungkapan narkoba dengan bobot 4,5 kilogram pada awal Januari 2017 di Palu yang melibatkan seorang polisi.
Syafril mengingatkan semua pihak untuk waspada. Kepolisian akan terus memerangi narkoba dari sisi penegakan hukum. Pada saat yang sama, keterlibatan warga sangat dibutuhkan. Warga bisa memberikan informasi kepada penegak hukum jika melihat indikasi tindak pidana peredaran narkoba di masyarakat.
”Narkoba ini menyasar generasi muda, mereka terancam. Kita tidak mau generasi muda kita jadi bodoh karena memakai narkoba. Bagaimana masa depan bangsa ini kalau generasi mudanya demikian,” katanya.
Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional Sulteng pada 2015, jumlah pengguna narkoba sebanyak 39.000 orang. Angka itu meningkat dari 36.000 orang pada 2011. Dari segi umur, mereka dalam rentang usia produktif, 20-55 tahun.
Sepanjang Januari-Juni 2020, jumlah kasus narkoba di Sulteng sebanyak 306 perkara. Angka itu meningkat 22,52 persen dari periode sama pada 2019. Jumlah pelaku pada 2020 sebanyak 337 orang atau bertambah sekitar 10 persen dari tahun lalu.
Pengajar sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako Palu Christian Tindjabate menyatakan, partisipasi kelembagaan masyarakat sangat diperlukan dalam perang melawan narkoba. Elemen masyarakat, seperti tokoh adat, tokoh pemuda, di tingkat desa hingga rukun tetangga, efektif mempersempit ruang gerak peredaran narkoba.
”Mereka berfungsi mendeteksi dini potensi terjadinya kejahatan. Sambil penegakan hukum tak boleh lengah, upaya-upaya kelembagaan di tingkat masyarakat perlu diprakarsai dan diperkuat,” ujarnya.