Penegakan Hukum Kematian Harimau Tunggu Hasil Nekropsi
Penegakan hukum kematian harimau sumatera di desa penyangga Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, menunggu hasil nekropsi. Pemeriksaan fisik menunjukkan bagian kulit di kening harimau hilang.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MANDAILING NATAL, KOMPAS — Penegakan hukum kasus kematian harimau sumatera di desa penyangga Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, menunggu hasil nekropsi. Pemeriksaan fisik menunjukkan bagian kulit di kening harimau hilang. Petugas kini terus melakukan sosialisasi penanganan konflik satwa di desa penyangga.
”Proses penegakan hukum kematian harimau sumatera di Mandailing Natal masih menunggu hasil nekropsi. Saat ini, kami bersama Balai Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) melakukan sosialisasi penanganan konflik satwa,” kata Kepala Bidang Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah III Padangsidempuan Gunawan Alza, Selasa (30/6/2020).
Tim gabungan dari BBKSDA, Balai TNBG, dan Dinas Kehutanan Sumut sebelumnya telah membongkar kuburan harimau sumatera di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Senin (22/6). Mereka menemukan harimau sumatera jantan sepanjang 150 sentimeter dengan berat 75 kilogram.
Ada anggota tubuh harimau yang hilang, yakni kulit di bagian kening.
Gunawan mengatakan, tim telah melakukan pemeriksaan fisik dan pengambilan sampel untuk keperluan nekropsi. Cairan lambung diambil untuk memeriksa penyebab kematian harimau itu. Hasil laboratorium akan menentukan penyelidikan lebih lanjut. ”Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan ada anggota tubuh harimau yang hilang, yakni kulit di bagian kening,” kata Gunawan.
Kepala Subbagian Tata Usaha Balai TNBG Bobby Nopandry sebelumnya mengatakan, pihaknya telah mewawancarai Kepala Desa Rantau Panjang Khairal Pandjaitan. Kepala desa menyatakan, konflik harimau terjadi di sana sejak Selasa (9/6). Seekor harimau masuk ke desa dan memangsa kambing di samping rumah warga.
Warga pun melihat sisa bangkai kambing telah diseret sekitar 100 meter dari rumah itu. Warga lalu mencampur racun ke bangkai kambing itu. ”Esok harinya, warga melihat harimau sumatera itu telah mati. Mereka pun menyeretnya ke depan rumah kepala desa. Warga langsung mengubur harimau itu dengan ritual sesuai kearifan lokal di desa itu,” kata Bobby.
Agar konflik serupa tidak terus berulang.
Konflik satwa itu baru diketahui petugas, Sabtu (20/6), lebih dari sepekan setelah kematian harimau. Tim gabungan juga kesulitan masuk ke desa yang terisolasi hutan itu. Dari Panyabungan, ibu kota Mandailing Natal, tim menelusuri jalan darat sejauh 180 kilometer lalu menyusur Sungai Batang Gadis dengan kapal motor selama 5 jam perjalanan.
Petugas pun tiba di desa itu dua hari setelah mendapat laporan. Bobby mengatakan, mereka kini terus melakukan sosialisasi penanganan konflik harimau usmatera di desa-desa penyangga TNBG agar konflik serupa tidak terus berulang.
Desa Rantau Panjang kini menjadi desa dampingan Balai TNBG. Desa itu berada 8-10 kilometer dari wilayah terdekat TNBG. Wilayah desa itu berstatus areal penggunaan lain. Di antara desa dan TNBG juga terdapat hutan produksi dan hutan lindung.
Konflik harimau sumatera dengan masyarakat juga pernah terjadi di wilayah itu pada 2012-2013. Beberapa orang warga meninggal diterkam harimau. Petugas mencoba mengevakuasi harimau tersebut, tetapi tidak berhasil ditangkap. Keberadaan harimau itu pun terpantau dalam kamera jebak.
Bobby mengatakan, TNBG merupakan salah satu habitat harimau Sumatera. Selama 2013-2019, Balai TNBG mengumpulkan 49 foto harimau sumatera dari 36 titik pemasangan kamera jebak. Dari analisis loreng, diperkirakan sedikitnya ada tujuh individu harimau di TNBG yang mempunyai luas 72.150 hektar itu.