Upaya Penangkapan Harimau Sumatera di Solok Dilanjutkan
Upaya penangkapan induk harimau sumatera (”Panthera tigris sumatrae”) di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, yang meresahkan peladang hampir dua bulan terakhir dilanjutkan.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Upaya penangkapan induk harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, yang meresahkan peladang hampir dua bulan terakhir dilanjutkan. Lokasi perangkap digeser beberapa meter dari lokasi penangkapan anak harimau di perladangan dalam kawasan area penggunaan lain.
Wali Nagari Gantuang Ciri Hendri Yuda, Selasa (30/6/2020), mengatakan, setelah anak harimau dievakuasi pada Senin (29/6), dirinya sudah rapat dengan perwakilan warga. Keputusannya perangkap tetap dipasang untuk menangkap induk harimau.
”Kami berencana melanjutkan (penangkapan). Jika tanda-tanda keberadaannya (di perladangan) sudah tidak ada, baru kami hentikan,” kata Hendri ketika dihubungi dari Padang, Sumbar. Hingga Selasa sore, lanjut Hendri, belum ada laporan dari warga terkait tanda-tanda keberadaan induk harimau.
Senin pagi, tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, tim Pusat Rehabilitasi-Harimau Sumatera Dharmasraya (PR-HSD), dan warga mengevakuasi harimau muda, yang diberi nama Putra Singgulung, di kebun karet di Jorong Beringin, Nagari Gantuang Ciri, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok. Harimau sepanjang sekitar 1,5 meter dan berat sekitar 50 kilogram itu masuk perangkap pada Minggu (28/6) pagi.
Sebelumnya, Sabtu (13/6), saudara harimau itu, Putri Singgulung, ditangkap di perladangan yang hanya berjarak ratusan meter dari lokasi penangkapan Putra Singgulung. Putri Singgulung telah terlebih dahulu menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya. Lokasi penangkapan keduanya berada area penggunaan lain (APL) tidak jauh dari Hutan Lindung Bukit Barisan dan Suaka Margasatwa Barisan.
Putri Singgulung dan Putra Singgulung serta induknya menampakkan diri di perladangan warga di Nagari Gantuang Ciri, serta Nagari Koto Gaek dan Nagari Jawi-Jawi, Kecamatan Gunung Talang, sejak 7 Mei 2020. Mereka sering berkeliaran di perladangan sehingga membuat warga resah. Upaya penangkapan dilakukan karena pengusiran dengan bebunyian meriam karbit tidak berhasil.
Terkait imbauan agar masyarakat bisa hidup berdampingan dengan harimau, Hendri mengatakan, butuh waktu memberikan pemahaman kepada masyarakat, terutama yang berkegiatan langsung di lokasi konflik. Namun, Hendri mengakui, tidak mungkin pula harimau terus ditangkap.
Mau tidak mau kami harus mulai membiasakan diri (hidup berdampingan).
”Disesuaikan dengan kemampuan menangani (memasang perangkap). Tidak mungkin ditangani seterusnya. Jika sudah tidak ada kemampuan, mau tidak mau kami harus mulai membiasakan diri (hidup berdampingan). Akan terkondisikan dengan sendirinya setelah sekian lama,” tutur Hendri.
Catrini Pratihari Kubontubuh, Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo, pengelola PR-HSD, mengatakan, Putri Singgulung dan Putra Singgulung dalam kondisi baik. Putri Singgulung, Selasa ini, sudah melewati masa karantina 14 hari, sedangkan Putra Singgulung yang baru masuk Senin kemarin masih diistirahatkan.
”Hasil observasi Putri dari masa karantina 14 hari bagus. Sekarang Putri memulai perawatan untuk persiapan lepas liar,” kata Catrini.
Menurut Catrini, kesiapan Putri Singgulung untuk lepas liar tergantung kondisi giginya. Gigi harimau betina itu masih berupa gigi susu sehingga belum siap berburu pakan hidup. Butuh waktu berminggu-minggu agar gigi dewasa tumbuh. PR-HSD berupaya memberikan asupan makanan bergizi dan banyak kalsium untuk menunjang pertumbuhan gigi.
Sementara itu, Putra Singgulung sesuai prosedur bakal diistirahatkan 2-3 hari setelah evakuasi, kemudian menjalani pemeriksaan kesehatan, dan karantina 14 hari. Program rehabilitasi untuk Putra Singgulung, kata Catrini, tidak jauh berbeda dengan saudaranya.
Harimau di Agam
Di Kabupaten Agam, Sumbar, seekor harimau yang menyerang dua kerbau ternak, Selasa (23/6), di Jorong Sungai Puar, Nagari Sungai Puar, Kecamatan Palembayan, tidak lagi muncul. Terakhir kali jejak harimau ditemukan di sekitar lokasi dekat persawahan dalam APL sekitar 2 kilometer dari Cagar Alam Maninjau pada Rabu (24/6).
Kepala Resor Konservasi Wilayah Agam BKSDA Sumbar Ade Putra mengatakan, selama tiga hari penanganan konflik sejak Rabu (24/6), petugas dan warga tidak menemukan tanda-tanda keberadaan harimau. Selama penanganan konflik petugas membunyikan meriam karbit dan senjata api untuk mengusir harimau.
”Hasil pemantauan dengan tiga unit kamera penjebak yang dipasang di sekitar lokasi juga tidak mendapatkan gambaran visual pergerakan satwa (harimau) di sekitar permukiman dan sawah warga,” kata Ade. Ditambahkan Ade, berdasarkan penelusuran pada hari terakhir, harimau bergerak kembali ke dalam kawasan hutan lindung dan cagar alam yang berjarak sekitar 2 kilometer dari lokasi kejadian.
Sebelumnya, anak dan induk kerbau yang ditambatkan di sawah oleh warga diserang seekor harimau dewasa. Dari sawah, kedua kerbau itu akhirnya sampai ke pinggir hutan. Anak kerbau terluka di bagian tengkuk, sedangkan induknya di bagian kaki. Karena cedera parah, induk kerbau kemudian dijual untuk disembelih.