Tetaplah Menjadi Manusia
Pandemi telah mengubah wajah dunia dalam banyak hal. Sebagian besar di antaranya bahkan tak terbayangkan sebelumnya. Pertemuan fisik antarmanusia berkurang demi menghindari penularan virus.
Internet sebaiknya diperhatikan dengan serius sebagaimana halnya teknologi lainnya. Sebab di sana terdapat banyak kesempatan sekaligus banyak bahaya. Bahkan, apabila digunakan untuk kebaikan, jelas-jelas internet bukan solusi untuk segala masalah. (Noam Chomsky)
Pandemi telah mengubah wajah dunia dalam banyak hal. Sebagian besar di antaranya bahkan tak terbayangkan sebelumnya. Pertemuan fisik antarmanusia berkurang demi menghindari penularan virus. Aktivitas manusia menjadi terbatas.
Bekerja dari rumah. Sekolah dan kuliah digelar daring. Komunikasi tatap muka berkurang drastis. Beruntung, perubahan-perubahan tersebut tak terlalu membuat gegar manusia. Mereka terbantu keberadaan teknologi digital. Internet dengan teknologi jaringan yang kini telah memasuki generasi kelima (5G) mendekatkan ruang dan waktu yang terpisah jarak geografis sangat jauh.
Seorang karyawan yang tinggal di Citayam, Bogor, bisa mengeksekusi pekerjaan yang dibebankan kantornya di kawasan Sudirman-Thamrin Jakarta hanya dari rumah. Mahasiswa Universitas Indonesia asal Wonosobo Jawa Tengah, bisa mengikuti perkuliahan dari kampungnya. Dia tak perlu lagi hadir secara fisik di ruang kelas jurusannya yang ada di Depok, Jawa Barat. Beberapa hari yang lalu, hampir semua siswa sekolah di Indonesia menyelesaikan ujian akhir dari rumah.
Pandemi Covid-19, seperti ditulis Yuval Noah Harari di Financial Times, menjadi krisis terbesar bagi generasi kita. Keputusan yang dibuat pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi pandemi bakal membentuk dunia beberapa tahun ke depan. Keputusan yang dalam waktu normal dipertimbangkan selama bertahun-tahun, dirampungkan dalam hitungan jam.
Terlepas dari polemiknya, kita telah melihat, Presiden Joko Widodo merealisasikan janji kampanye tentang Kartu Prakerja. Tadinya, warga yang belum mendapat pekerjaan akan mendapat pelatihan profesi secara fisik namun dengan cepat diubah menjadi pelatihan daring bagi kelas menengah terdampak pandemi. Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja malah sempat hendak menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk calon peserta yang mendaftar program ini.
Apa yang dikhawatirkan Harari dari dampak penggunaan teknologi untuk menghadapi pandemi, bakal menghantui manusia bahkan setelah wabah berakhir. Pemerintah di banyak negara menggunakan teknologi untuk menghentikan penyebaran virus, mulai dari teknologi pelacakan manusia hingga pengenalan wajah dipakai.
Namun, apakah setelah pandemi berakhir, bakal ada jaminan pemerintah tak lagi menggunakan teknologi untuk membatasi hak-hak sipil warga? Bagaimana apabila semua data yang terkumpul dari teknologi pengawasan tersebut dipakai untuk menyalahgunakan kekuasaan?
Selalu ada jalan
Jared Diamond, profesor geografi di University of California, Los Angeles, pernah menyebut penyakit menular yang berevolusi dari penyakit hewan tak hanya menjadi pembunuh terbesar umat manusia. Penyakit-penyakit itu juga merupakan kekuatan pembentuk sejarah yang amat menentukan (Diamond, Guns, Germs and Steel, 1997). Ini seperti halnya coronavirus disease (Covid-19).
Sangat mungkin perubahan yang sudah terjadi karena pandemi sekarang ini bakal bertahan seterusnya. Bahkan, transisi semua aktivitas manusia ke teknologi digital akan terus terjadi. Malah kemungkinan akan terus bertambah.
Selama pandemi, kita telah merasakan efektivitas penggunaan teknologi digital. Perusahaan-perusahaan menyadari banyak rapat fisik yang tadinya diselesaikan lama, bisa rampung dalam 30 menit secara daring. Pertemuan tatap muka antarmanusia dengan mudah dilakukan secara digital.
Zoom, perusahaan penyedia jasa konferensi video yang didirikan Eric Yuan, bekas karyawan Cisco Webex yang juga raksasa dalam bisnis konferensi video, menjadi familiar bagi banyak orang di seluruh dunia. Malah mungkin sekarang lebih dikenal dibandingkan Webex.
Zoom tak hanya memungkinkan eksekutif perusahaan di Manhattan, New York, menggelar rapat daring dengan bawahannya, tapi juga alumni sebuah sekolah menengah atas di Purwokerto, Jawa Tengah, menggelar reuni daring dengan kualitas teknologi konferensi video yang sama. Zoom memungkinkan banyak orang berkumpul secara daring tanpa dipungut biaya selama 40 menit.
Cerita Yuan meninggalkan Webex sangat menarik. Dia frustrasi karena teknologi konferensi video Webex dianggap terlalu memperumit penggunanya karena harus mengidentifikasi sistem operasi yang dipakai. Sementara Zoom kini dipakai mereka yang menggunakan Android, IPhone, Mac, atau PC tanpa ribet.
Zoom mengadopsi impian kehadiran teknologi digital agar memudahkan kebutuhan hidup manusia. Unduh, daftar, lalu kita bisa bertatap muka dengan siapa pun, di mana pun.
Filosofi yang sama diambil decacorn asal Indonesia, Gojek. Nadiem Makarim tahu betul bahwa teknologi seharusnya memudahkan manusia menyelesaikan persoalan sehari-hari. Logo Gojek yang mereka sebut, Solv, memberi tahu penggunanya bahwa selalu ada jalan.
Maka, kita lihat hari-hari ini, marketplace yang tumbuh subur seiring dengan pertumbuhan belanja daring, berlomba memudahkan pengguna. Kini, yang dikhawatirkan setiap perusahaan rintisan adalah review jelek oleh para penggunanya.
”Teknologi dibikin membuat individu lebih efisien. Semakin mudah mengonsumsi makanan, berita, dan berbagai macam produk. Salah satu sifat teknologi digital adalah menyederhanakan layanan individual,” ujar Roby Muhamad, sosiolog Universitas Indonesia yang juga pendiri aplikasi medsos Yogrt.
Hampir semua produk teknologi digital memungkinkan inovasi produk yang menyediakan layanan kebutuhan pengguna. Platform media sosial, seperti Instagram, menyediakan layanan siaran langsung yang akhirnya dipakai pengguna menampilkan konten serius, seperti diskusi hingga konten receh, seperti ulasan produk pakaian lokal.
Efektivitas teknologi digital bakal mengubah banyak hal setelah pandemi. Sekolah dan perkuliahan daring bakal terus ada. Bahkan mungkin nanti ada pengembang yang berhasil membuat aplikasi sekolah atau perkuliahan daring lebih yahud dari Zoom. Gedung-gedung perkantoran bakal semakin sepi karena pekerjaan lebih efektif diselesaikan dari rumah menggunakan koneksi internet 5G.
Konsep internet of things (IoT) mudah terealisasi setelah dunia menggunakan koneksi 5G. Pandemi Covid-19 mempercepat terwujudnya IoT.
Gestur dosen
Pada akhirnya manusia memang harus beradaptasi dengan virus korona jenis baru. Teknologi membantu adaptasi. Namun, perlu diingat, semua algoritma teknologi itu melayani kebutuhan individu bukan kelompok.
Teknologi digital membuat orang hidup dalam ironi. Manusia bisa terhubung dengan banyak manusia lainya, bahkan tak lagi dibatasi ruang dan waktu. Namun, kualitas hubungannya justru menurun.
Dulu koneksi manusia terbatas. Hanya teman kompleks, teman kerja, teman sekolah. Namun, koneksinya berkualitas. Sekarang, dengan teknologi, manusia bisa memilih lebih banyak teman. Pilihan relasinya lebih luas, tetapi kualitas pertemanannya menurun.
Koneksi manusia yang lengkap dan kaya dikikis. Semua platform mengikis koneksi manusia dengan caranya sendiri. Instagram mereduksi koneksi manusia yang sangat kaya menjadi hanya visual estetis belaka. Twitter atau Facebook mereduksi koneksi antarmanusia menjadi tulisan dan video.
Ini pula yang menjelaskan, mengapa selama pandemi Covid-19, angka penderita kesehatan mental naik. Roby, peraih gelar PhD sosiologi dari Columbia University AS yang terkenal karena teori six degrees of separation (enam tingkat pemisahan), menyebut, manusia selalu ingin mencari makna dari koneksi yang dia bangun dengan sesamanya. Teknologi, sayangnya, tak menyediakan itu.
Menurut Roby, saat hidup manusia dipecah-pecah berbagai platform teknologi komunikasi, salah satu yang penting agar manusia terhindar dari krisis mental adalah kembali ke asal. ”Kita perlu pegangan yang relatif lebih stabil. Keluarga dan teman dekat. Inilah ring satu yang solid,” ujarnya.
Karena itu, ketika teknologi membuat manusia makin individualis di masa depan, koneksi ring satu bakal menjadi katup penyelamat. Di sana ada kepercayaan karena koneksi terbangun lama dan intim. ”Teknologi membuat hidup kita seperti trending topic, volatilitasnya tinggi. Cepat naik, tetapi cepat turun. Manusia harus siap menghadapi ketidakpastian. Inilah gunanya ring satu. Kita bisa cerita apa saja kepada mereka,” kata Roby.
Zoom, Google Meet, Microsoft Teams, atau Slack mungkin bisa menghadirkan perkuliahan daring. Namun gestur dosen tak bisa ditangkap dengan baik oleh para penyedia teknologi konferensi video tersebut. Selain materi perkuliahan yang bisa dibagi lewat platform konferensi video, mahasiswa tetap butuh bahasa tubuh dosennya.
Mengajar sembari duduk melihat webcam jelas berbeda dengan sambil berdiri dan memperagakan berbagai gerakan tubuh. Mahasiswa lebih antusias menghadapi dosen yang bahasa tubuhnya kaya dibandingkan duduk dan cenderung statis.
Seperti kata Chomsky, internet bukan solusi semua masalah. Pandemi mungkin bakal berakhir, atau manusia harus beradaptasi karena hidup berdampingan dengan virusnya. Namun, untuk tetap menjadi manusia, jangan pernah tinggalkan keluarga, tetangga, teman dekat atau mereka yang bisa memberimu makna kehidupan. (SPW/ERK/DIV)