Teror Kelompok Bersenjata di Papua Meningkat Selama Enam Bulan Terakhir
Aksi teror kelompok kriminal bersenjata di Papua meningkat drastis dalam enam bulan terakhir. Kepolisian pun berkomitmen untuk terus melakukan penegakan hukum terhadap kelompok itu.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Teror kelompok kriminal bersenjata di Papua selama enam bulan atau semester I tahun 2020 meningkat drastis hingga 27 kasus. Pada periode yang sama tahun 2019, tercatat sebanyak 10 kasus penyerangan oleh kelompok tersebut. Aparat pun berkomitmen untuk terus melakukan penegakan hukum terhadap kelompok itu.
Informasi ini terungkap dari pemaparan refleksi kinerja Kepolisian Daerah Papua semester I Tahun 2020 di Kota Jayapura, Jumat (26/6/2020). Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw dalam pemaparan tersebut mengungkapkan, terdapat delapan kelompok yang bersembunyi di sejumlah kabupaten, seperti Mimika, Nduga, Lanny Jaya, dan Puncak.
Salah satu kasus yang menonjol tahun ini adalah penyerangan terhadap dua tenaga kesehatan yang sedang bertugas menangani pencegahan penyebaran Covid-19 di Distrik Wandai, Kabupaten Intan Jaya, 22 Mei lalu. Dalam peristiwa itu, satu petugas kesehatan bernama Heniko Somau tewas dan rekannya bernama Almanek Bagau terluka akibat ditembak kelompok itu.
”Kami akan terus menggunakan langkah penegakan hukum untuk menghadapi KKB. Sebab, mereka menggunakan senjata yang dapat membahayakan nyawa aparat keamanan dan warga sipil yang tidak bersalah,” kata Paulus.
Ia menuturkan, kelompok ini tetap eksis karena memiliki pasokan amunisi dan senjata api. ”Mereka memiliki banyak amunisi dan sejumlah pucuk senjata dari hasil rampasan milik aparat keamanan dan membelinya dari Filipina,” ujar Paulus.
Ia pun mengungkapkan, dengan luas wilayah hukum 317.062 kilometer persegi, jumlah polisi di Provinsi Papua yang sebanyak 11.646 personel belum ideal. Artinya, secara rata-rata, satu personel harus mengawasi wilayah seluas 27 kilometer persegi atau lebih separuh luas wilayah Jakarta Pusat.
Sesuai daftar susunan personel, Paulus mengatakan, Polda Papua masih kekurangan sebanyak 11.423 personel. ”Tahun ini, sesuai kebijakan Mabes Polri, kami telah merekrut 149 personel bintara noken. Mereka merupakan putra dan putri asli Papua,” ujarnya.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Wilayah Papua Frits Ramandey mengatakan, banyak wilayah di Papua yang belum terjangkau oleh pihak keamanan, khususnya aparat Polri. Hal ini menyebabkan hak warga untuk mendapatkan rasa aman belum terpenuhi.
Ia berpendapat, rasio jumlah anggota polisi dengan jumlah penduduk Papua yang sekitar 3 juta jiwa sebenarnya telah memenuhi angka ideal, yakni satu anggota polisi untuk melayani 250 warga. Namun, apabila dibandingkan dengan wilayah yang sangat luas, lanjut Frits, jumlah tersebut masih kurang untuk menjangkau seluruh Papua.
”Kami berharap pemda setempat dapat membantu Polri untuk merekrut tambahan personel. Misalnya, pemda yang menanggung anggaran untuk pendidikan calon anggota polisi hingga lulus, sementara Polri yang tetap mengaji mereka setiap bulan,” tutur Frits.