Tanda Tanya di Balik Temuan Covid-19 di Kota yang Terisolasi
Setelah dua bulan "diisolasi", pada Kamis (25/6/2020), Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Tual, Maluku, mengumumkan temuan dua kasus di daerah itu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Pada 15 April 2020, Pemerintah Kota Tual, Maluku, menutup akses masuk ke pelabuhan kemudian diikuti dengan terhentinya penerbangan pada 24 April. Dua bulan kemudian, Kamis (25/6/2020), Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Tual mengumumkan temuan dua kasus positif di daerah itu. Hal ini sontak membuat banyak pihak kaget dan bertanya-tanya.
Dua orang yang positif itu adalah EM (52) dan SLJ (43). Kedua orang itu awalnya hendak bepergian ke Ambon menggunakan pesawat khusus milik TNI AU. Sebelum berangkat, mereka diminta memenuhi dokumen perjalanan yang dipersyaratkan, salah satunya tes cepat Covid-19. Tes dilakukan dan hasilnya reaktif sehingga mereka diarahkan untuk karantina.
Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Tual bergerak cepat mengambil sampel usap keduanya lalu dikirim menggunakan pesawat TNI AU ke Ambon untuk diperiksa di Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas II Ambon. Setelah diperiksa, hasilnya menunjukkan positif Covid-19. Hasil itu mengagetkan banyak orang.
Kami sempat bertanya, ini, kok, hasilnya positif?
Kaget lantaran daerah itu telah diisolasi lebih dari dua bulan. Isolasi dilakukan tidak lama setelah kasus Covid-19 di Maluku pertama kali diumumkan pada 22 Maret 2020.
”Kami sempat bertanya, ini, kok, hasilnya positif?” ujar juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Tual Moksen Ohoiyuf kepada Kompas lewat sambungan telepon. Moksen menyadari, ada keragu-raguan di benak publik menanggapi munculnya kasus tersebut.
Selama ini, Kota Tual merupakan daerah di Maluku yang tergolong masuk dalam zona hijau. Tidak ada kasus Covid-19 di sana. Selain Kota Tual, ada Kabupaten Maluku Tenggara, tetangga Kota Tual yang terhubung langsung oleh jembatan; Kepulauan Aru; dan Kepulauan Tanimbar. Daerah-daerah itu dianggap berhasil mencegah masuknya virus korona penyebab Covid-19 lewat kebijakan ”tutup pintu”.
Masih dalam keragu-raguan, Moksen menduga, virus itu bisa jadi masuk melalui jalur laut yang dibawa oleh nelayan atau oleh warga yang datang menggunakan kapal nelayan. ”Mereka (pelaku perjalanan) menggunakan longboat (perahu motor),” ujajrnya, sambil menekankan bahwa hal itu masih sebatas kemungkinan.
Andaikata virus itu dibawa dari Ambon menggunakan kapal ikan, pun butuh waktu perjalanan lebih dari dua hari. Rasanya, jarang ada kapal ikan yang mau mengangkut penumpang. Menggunakan perahu motor juga nyaris tak mungkin. Pasalnya, sejak akhir April hingga saat ini, gelombang tinggi melanda hampir semua wilayah perairan di Maluku, termasuk Laut Banda yang berada di antara Ambon dan Tual.
Dokter yang ada dalam gugus tugas itu, lanjut Moksen, menjelaskan bahwa virus tersebut barangkali dibawa oleh orang tanpa gejala sebelum Tual diisolasi. Jika virus itu sudah lama ada di Tual, berarti besar kemungkinan banyak orang sudah tertular dari orang tanpa gejala itu. Namun, mengapa sampai saat ini, tidak ada satu pun warga di Kota Tual menunjukkan gejala Covid-19?
Padahal, virus itu bisa dengan cepat menyebar, terlebih lagi, di kota berpenduduk sekitar 70.000 jiwa itu terdapat banyak permukiman padat penduduk. Tak semua orang menjalankan protokol kesehatan dengan sempurna seperti halnya di daerah lain. Otomatis, potensi penularan pun sangat tinggi.
Bak kecelakaan, virus itu baru ditemukan pada saat ada calon pelaku perjalanan yang melakukan tes cepat untuk kebutuhan dokumen perjalanan. Seandainya kedua orang itu tidak hendak berangkat, barangkali hingga saat ini Kota Tual masih berstatus zona hijau. ”Saat ini mereka berdua sehat-sehat saja,” kata Moksen.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku Melky Lohi, yang dihubungj secara terpisah, menuturkan, ihwal temuan kasus Covid-19 di Tual itu menjadi perbicangan hangat di kalangan gugus tugas. ”Masih diselidiki lebih dalam,” ujarnya.
Paling penting saat ini adalah kepercayaan publik.
Melky menyadari, tanda tanya di benak publik harus bisa dijawab oleh gugus tugas secara rasional. Pasalnya, kasus di Kota Tual ini bisa disandingkan dengan potongan-potongan fakta penanganan Covid-19 di Maluku yang oleh publik dianggap tidak masuk akal.
Seperti contoh, ada kasus seorang pasien di Ambon yang dinyatakan positif hari ini, keesokan harinya dinyatakan sembuh. Selain itu, ada pula soal ketidakjelasan usia satu bayi yang dinyatakan positif Covid-19 beberapa waktu lalu. Pada awalnya, usia bayi itu ditulis tujuh hari, kemudian diubah jadi satu hari. ”Paling penting saat ini adalah kepercayaan publik,” kata Melky.
Mulai Kamis siang, tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Tual melakukan penelurusan kontak kedua pasien tersebut. Mereka yang terlibat kontak erat akan menjalani tes cepat. Hingga Kamis malam, belum ada kabar berapa banyak orang yang terjaring.
Pemerintah Kota Tual kembali menggencarkan sosialisasi kepada warga untuk menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak, mencuci tangan, dan mengenakan masker. Temuan kasus itu membuat warga Kota Tual dan Kabupaten Maluku Tenggara panik.
Kota Tual kini menambah deretan kabupaten/kota di Maluku yang masuk sebagai titik Covid-19. Daerah yang lain adalah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, Seram Bagian Timur, Buru, dan Maluku Barat Daya. Hingga Kamis malam, total kasus Covid-19 di Maluku 684, dengan angka kesembuhan 190 dan kematian 14 orang.
Kasus kota Tual ini sekaligus mengingatkan bawah zona hijau yang terisolasi sekalipun belum tentu aman dari intaian virus korona. Jangan abaikan protokol kesehatan. Di peta penyebaran Covid-19, Kota Tual berubah warna jadi merah. Publik pun terus menantikan penjelasan lebih lanjut sambil berharap kasus tak meluas.