Pabrik Gula di Jatim Bertambah, Harga Tebu Meningkat
Pasar petani tebu di Malang kian terbuka setelah beroperasinya pabrik gula baru milik swasta di Blitar, Jawa Timur. Harga tebu pun meningkat.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Beroperasinya pabrik gula baru, PT Rejoso Manis Indo, di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, membuka pasar baru bagi petani tebu di Malang. Petani kini berpeluang mendapatkan harga tebu lebih tinggi karena adanya penambahan permintaan dari pabrik baru.
Tahun ini, harga tebu bisa mencapai Rp 70.000 per kuintal. Adapun tahun lalu harga tebu di kisaran Rp 60.000 per kuintal. Pengurus Paguyuban Petani Tani Tebu Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, M Nasir, Jumat (26/6/2020), mengatakan, harga tebu tahun ini naik karena PT Rejoso Manis Indo (RMI) berani membeli tebu petani Rp 70.000 per kuintal. Mereka mampu menyerap 7.500 ton tebu per hari.
Adapun pabrik gula (PG) di Malang, yakni PG Krebet Baru dan PG Kebon Agung, hanya menawarkan harga Rp 60.000-Rp 63.000 per kuintal. ”PG di Malang akhirnya ikut menaikkan harga agar tetap bisa mendapatkan pasokan tebu dari petani,” katanya.
Saat uji coba giling tahun lalu, PT RMI yang merupakan pabrik swasta berani membeli tebu dari Malang dengan harga Rp 80.000 per kuintal pada akhir musim giling. Adapun harga tebu yang ditawarkan PG di Malang saat itu hanya Rp 70.000 per kuintal.
Selain harga tinggi, menurut Nasir, pabrik gula baru juga membeli tebu secara flat atau sama. Mereka tidak menerapkan sistem bagi hasil layaknya PG di Malang. PT RMI juga tidak menerapkan perhitungan rendemen dalam membeli tebu dari petani. Saat ini, rendemen tebu mencapai 5,3 persen. Tahun lalu, rendemen berkisar di angka 4,9 persen.
Menurut Nasir, kondisi ini membawa angin segar bagi petani. Mereka kembali bergairah menanam tebu. Sebelumnya, petani sering didera harga rendah saat musim giling tiba. Belum lagi sistem pembayaran yang biasanya mundur.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang Budiar Anwar mengatakan, pasar tebu baru menguntungkan petani. Namun, di sisi lain, hal ini membuat PG lain di Malang bisa kekurangan pasokan.
Untuk itu, DTPHP akan berkomunikasi dengan kelompok tani untuk mencari solusi bersama agar PG di Malang yang telah bermitra puluhan tahun dengan petani tetap bisa mendapatkan pasokan tebu mencukupi.
Saat ini luas tebu di Kabupaten Malang mencapai 43.476 hektar dengan produksi 39.655 ton (Badan Pusat Statistik, 2018). Adapun kebutuhan tebu PG di Malang lebih dari 3 juta ton. Selain dipasok oleh petani Malang, selama ini PG di Malang juga mendapatkan suplai bahan baku dari Pasuruan dan Blitar serta daerah sentra tebu lainnya.
Di sisi lain, pandemi Covid-19 yang dikhawatirkan memengaruhi produksi tebu sejauh ini tidak berpengaruh terhadap aktivitas tebang tebu dan kegiatan giling di pabrik. Petani di Kecamatan Singosari, Jabung, dan Bululawang di Malang tetap bisa memanen tebu mereka tanpa hambatan.
Sebelumnya, Direktur Utama PG Kebon Agung, Hendra Setiaji, mengatakan, produksi PG Kebon Agung berpotensi turun apabila pandemi berlangsung berkepanjangan. Namun, jika pandemi segera berakhir, pengaruhnya terhadap penurunan produksi hanya sedikit.
Pandemi membuat PG Kebon Agung harus mengatur proses produksi, salah satunya jumlah antrean truk yang masuk ke pabrik. ”Kedatangan truk harus diatur. Jika biasanya ada 1.200 truk tebu per hari, diatur tinggal 80 persen karena lokasi terbatas dan mematuhi protokol kesehatan,” ujarnya di sela-sela kunjungan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, di PG Kebon Agung, Mei lalu.