Uskup Emeritus Mgr J Sunarka Berpulang, Selamat Jalan "Romo Blangkon"...
Mgr Julianus Sunarka SJ, uskup Emeritus Purwokerto, meninggal di Rumah Sakit Elisabeth, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (26/6/2020). Beliau dikenal bersahaja dan ikut mengagas forum kerukunan umat beragama di Banyumas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO/ADITYA PUTRA PERDANA/GREGORIUS M FINESSO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Uskup Emeritus Keuskupan Purwokerto Mgr Julianus Sunarka SJ meninggal di Rumah Sakit Elisabeth, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (26/6/2020) siang. Romo yang identik dengan blangkon penutup kepala itu meninggalkan semangat toleransi, sekaligus warisan pendidikan di tanah Banyumas Raya.
Misa Requiem dan pemakaman direncanakan dilangsungkan di kompleks Girisonta, Kabupaten Semarang, pada Sabtu sekitar pukul 10.00. Akibat pandemi Covid-19, pemakaman hanya bisa dihadiri sekitar 20 orang.
Sekretaris Keuskupan Purwokerto Romo FX Bagyo Purwosantosa Pr menyampaikan, pihaknya mendapatkan informasi bahwa Mgr Julianus Sunarka masuk rumah sakit pada Jumat pagi karena sesak napas dan kemudian mendapatkan kabar bahwa ia meninggal sekitar pukul 13.50. ”Beliau mempunyai sakit jantung sejak lama. Jantungnya bengkak. Tampaknya sesak karena itu,” tutur Bagyo.
Dia mengatakan, Keuskupan Purwokerto merasa kehilangan sosok yang kebapakan dan sangat peduli dengan umat. ”Kami sungguh kehilangan. Meskipun sudah pensiun, beliau sungguh-sungguh ada di hati umat. Umat begitu terkesan dengan sosoknya yang sederhana, kebapakan, selalu menyapa, dan selalu sungguh-sungguh memikirkan umat. Tidak hanya umat Katolik, tapi juga umat Katolik dengan umat beragama lain,” katanya.
Bagyo menyebutkan, selama memimpin sekitar 60.000 umat Katolik di Keuskupan Purwokerto, Mgr Julianus Sunarka atau dikenal dengan Romo Narka dikenal sebagai pribadi yang sederhana serta suka blusukan, turun langsung dan berkunjung ke umat.
Romo Narka dikenal sebagai pribadi yang sederhana serta suka blusukan, turun langsung dan berkunjung ke umat.
”Beliau suka blusukan. Misalnya setiap hari raya, beliau tidak merayakan misa di Gereja Katedral, tetapi justru pergi ke stasi-stasi terpencil untuk mengunjungi umat yang terpencil. Misalnya, misa Natal dan Paskah di desa-desa,” paparnya.
Oleh karena pandemi Covid-19 dan penerapan protokol kesehatan, menurut Bagyo, Keuskupan Purwokerto kemungkinan hanya mengutus tiga atau empat orang perwakilan untuk melayat ke Girisonta. ”Misa Sabtu-Minggu ini di paroki-paroki nanti akan mengintensikan (mendoakan) untuk (kedamaian dan keselamatan jiwa) Mgr Sunarka,” katanya.
Informasi yang dihimpun Kompas dari Provinsialat Serikat Jesus (SJ) Provinsi Indonesia, Romo Sunarka memiliki penyakit hipoglikemia atau kadar gula rendah. Hal ini menyebabkan Romo Narka susah makan. Faktor itu pula membuatnya masuk ke rumah sakit saat kondisinya menurun sepekan terakhir. Selain faktor usia, Sunarka juga beberapa tahun terakhir mengidap parkison.
Narka dikenal sebagai pribadi yang kental dengan pendekatan budaya Jawa dan sangat sederhana. Budayawan Banyumas Ahmad Tohari merasa kehilangan sosok yang sederhana dan ramah tersebut.
”Saya merasa kehilangan seorang sahabat yang sangat penting buat saya. Romo Narka itu sahabat saya yang pada tahun 1995 bersama-sama mendirikan forum kerukunan umat beragama di Banyumas,” kata Ahmad Tohari di Purwokerto.
Ahmad Tohari menyebutkan, Mgr Julianus Sunarka merupakan sosok yang sederhana dan mampu membangun hubungan antarumat beragama yang baik. Ketika ibunda Ahmad Tohari meninggal, Mgr Sunarka hadir dan ikut duduk di samping Ahmad Tohari dalam shalat tahlilan.
Beliaulah tamu saya yang pertama di hari Lebaran. Itu, kan, istimewa sekali. (Ahmad Tohari)
”Secara pribadi saya dekat dan yang saya catat selalu adalah ketika beliau masih di Keuskupan Purwokerto, beliaulah tamu saya yang pertama di hari Lebaran. Itu, kan, istimewa sekali,” paparnya.
Ahmad Tohari menyampaikan rasa dukacita kepada seluruh lingkup Gereja Katolik atas wafatnya Mgr J Sunarka. ”Saya sampaikan rasa dukacita kepada Gereja Katolik semoga beliau meninggal dengan damai dan bertemu dengan Tuhan-nya,” ujarnya.
Mgr Sunarka lahir di Klepu, Yogyakarta, 25 Desember 1941. Dia merupakan pribadi yang sangat sederhana dan terkesan njawani (kental dengan budaya dan moral Jawa). Salah satu warisan berharga dari Mgr Sunarka adalah STIKOM Yos Sudarso Purwokerto. Lembaga pendidikan itu terletak di Karang Klesem, Purwokerto.
Sekitar tahun 2012, sejumlah karyawan Kompas Gramedia mulai dari redaksi Kompas, sirkulasi Kompas Gramedia, Radio Sonora, hingga Toko Buku Gramedia pernah bersilaturahmi mengunjungi beliau. Saat itu Romo Narka berpesan, ”Kompas Grup harus mampu menjadi inspirator dan menyumbang kemajuan pendidikan di Purwokerto.”
Oleh karena penampilan sehari-hari yang selalu mengenakan blangkon, semacam ikat kepala dalam tradisi Jawa, sebagian umat menyebutnya Romo Blangkon. Dia juga dikenal seorang pendoa yang teguh. Romo Narka kerap membantu umat yang kesulitan, terutama saat mencari sumber air dengan berdoa kepada Tuhan.
Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Semarang Romo YR Edy Purwanto, mengatakan, Mgr Julianus merupakan pribadi yang visioner, humoris, dan terbuka. ”Serta sangat dekat dengan orang kecil serta kaum lemah (sekeng),” kata Romo Edy melalui pesan singkat.
Kepribadian tersebut pula yang membuat Mgr Sunarka diterima di semua kalangan. Terhadap para pastornya, ia juga dikenal sangat peduli. ”Beliau benar-benar hadir sebagai seorang bapak yang mengayomi serta memberikan dorongan untuk menjadi imam yang berwawasan luas dan berpendidikan tinggi,” lanjutnya.
Romo Edy menambahkan, sejak memasuki masa emeriti atau menjadi uskup emeritus, Mgr Julianus tinggal di Wisma Emaus Girisonta. Mgr Julianus tetap aktif sebagai pendoa dan juga melayani permintaan bimbingan rohani.
Sugeng tindak Romo Blangkon, Selamat jalan Romo Narka....