Praktik pungutan liar dalam pengurusan dokumen kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, diduga terus berulang. Kali ini, Tim Saber Pungli Jabar menangkap sejumlah pegawai.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pungutan liar dalam pengurusan dokumen kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, diduga terus berulang. Kali ini, Tim Sapu Bersih Pungli Jabar menangkap sejumlah oknum pegawai honorer, aparatur sipil negara, hingga pejabat dinas terkait keterlibatan praktik itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, Tim Saber Pungli Jabar melakukan operasi tangkap tangan terhadap lima oknum pegawai Disdukcapil Kabupaten Cirebon, Rabu (24/6/2020). Mereka adalah PH dan BS yang merupakan ASN disdukcapil serta tiga pegawai honorer, yakni MS, AS, dan YS.
Mereka diduga menarik pungli terkait pembuatan kartu tanda penduduk elektronik sebesar Rp 75.000 per keping untuk setiap pemohon yang tidak melalui sistem dalam jaringan. Padahal, pengurusan KTP-el gratis. Aksi itu juga diduga melibatkan Kepala Bidang Pelayanan Pendaftaran Penduduk Disdukcapil Cirebon berinisial MSE terkait penjualan blangko kosong KTP-el ke percetakan.
Dari tangan AS, MS, BS, dan PH, tim menemukan uang tunai Rp 11.850.000 hasil penjualan blangko KTP-el; uang penjualan blangko pada Rabu Rp 750.000; serta uang dari pemohon sebesar Rp 750.000. Sebanyak 73 keping KTP-el dan 14 blangko kosong juga disita.
Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Saptono Erlangga, melalui pesan Whatsapp kepada Kompas, membenarkan informasi tersebut. Namun, ketika dikonfirmasi lebih lanjut, Erlangga belum merespons telepon dan pesan Kompas.
Adapun tindakan para oknum tersebut diduga melanggar Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. Pasal itu menyebutkan, petugas dan pejabat yang memfasilitasi dan/atau memerintahkan adanya pungutan biaya dalam pengurusan dokumen kependudukan dapat dipidana penjara maksimal 6 tahun atau denda paling banyak Rp 75 juta.
Kepala Disdukcapil Kabupaten Cirebon Mochamad Syafrudin mengakui, kelima stafnya dan seorang kepala bidang dinas setempat tengah menjalani pemeriksaan oleh Tim Saber Pungli terkait prosedur pencetakan KTP-el. Namun, ia tidak mengetahui detail kasusnya, termasuk uang yang ditemukan dalam OTT.
Menurut dia, selama pandemi beberapa bulan terakhir, pihaknya menerapkan sistem daring untuk pengurusan KTP-el tanpa tatap muka langsung. ”Produk itu (KTP-el) selesai dalam lima hari kerja. Selanjutnya, kami kirimkan lewat kantor pos setiap Rabu. Penduduk yang sudah punya tanda bukti daftar bisa mengambil KTP-el di kantor kecamatan,” ungkapnya.
Terkait penjualan blangko kosong, Syafrudin mengklaim, pihaknya sudah bekerja sesuai ketentuan. Saat ini, dia memiliki sekitar 12.000 blangko KTP-el. Setiap hari, permohonan pembuatan KTP-el 900-1.000 keping. Pihaknya mempersilakan Tim Saber Pungli mengusut kasus tersebut.
Kasus pungli bukan kali ini saja. Pada Februari 2017, juga saat Syafrudin menjabat Kepala Disdukcapil Cirebon, tiga oknum ASN dan seorang tenaga honorer Disdukcapil Cirebon ditangkap tangan Tim Saber Pungli. Mereka meminta biaya sekitar Rp 50.000 dalam pengurusan akta kelahiran dan kematian (Kompas.id, 14/2/2020).
”Kami sudah bekerja sesuai norma dan standar operasional. Namun, ini bagian dalam pembinaan anak buah kami. Kami sudah berbenah, seperti layanan akta menggunakan online dan ada sistem administrasi kependudukan terpadu,” ujarnya.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengatakan, OTT Tim Saber Pungli di disdukcapil harus menjadi pelajaran bagi seluruh dinas untuk memperbaiki pelayanan kepada masyarakat. Pihaknya sudah jauh-jauh hari mengingatkan para kepala dinas untuk menghindari pungli dan korupsi. ”Untuk sanksinya bisa penurunan pangkat, penundaan gaji berkala, sampai pemecatan,” ucapnya.