Normal baru membuat Kota Bandung, Jawa Barat, menjadi kota yang tak seperti biasanya. Meski mulai menggeliat, keramaian kota tidak terlihat signifikan. Warga tetap waspada karena khawatir tertular korona.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·5 menit baca
Normal baru membuat Bandung menjadi kota yang tak seperti biasanya. Meski mulai menggeliat, keramaian kota tidak terlihat signifikan, mulai dari kafe hingga Jalan Asia Afrika yang kerap diramaikan warga dan wisatawan. Warga tetap waspada karena khawatir tertular Covid-19.
Fase adaptasi kebiasaan baru (AKB) di Kota Bandung mulai terlihat sejak awal Juni 2020. Tempat ibadah, pusat perbelanjaan, dan beberapa titik keramaian telah dibuka untuk umum. Namun, pembukaan itu tidak serta-merta membuat suasana Bandung seramai dahulu.
Di salah satu tempat duduk di Kafe Warunk Upnormal Jalan RE Martadinata, Bandung, Berto (39) fokus menatap layar monitornya. Sebelah kiri dan kanannya terdapat tanda silang yang menandakan tidak boleh ada orang yang duduk di sebelahnya.
Meja yang diduduki Berto sejatinya dapat diisi enam orang. Namun, saat ditemui siang itu, Rabu (24/6/2020), dia hanya duduk bersama dua rekannya saling berhadapan dengan jarak lebih kurang 1 meter. Meski dibatasi, Berto cukup senang. Dia bisa kembali bekerja di luar rumah setelah lebih dari dua bulan selalu di rumah akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Kota Bandung.
”Akhirnya bisa bekerja di luar rumah. Selama PSBB, saya tidak bisa konsentrasi. Fokus terpecah karena mengasuh anak. Belum lagi kalau istri suruh angkat jemuran. Bisa dibilang, saya bekerja efektif setelah semua tidur, kira-kira pukul 23.00-lah,” tuturnya sambil tertawa.
Berto yang bekerja sebagai manajer operasional salah satu toko di Bandung ini menuturkan, setelah kafe-kafe kembali dibuka, dia sering berpindah dari satu kafe ke kafe yang lain. Alasannya, mencari tempat menulis yang dirasa aman dan menerapkan protokol kesehatan, seperti pembatasan pengunjung dan penggunaan alat pelindung kesehatan.
Anisa Ixora dari Media Relation CRP Group, perusahaan yang mengelola Warunk Upnormal, menuturkan, berdasarkan arahan dari manajemen, setiap kafe diminta mengurangi kapasitas hingga 70 persen. Salah satu pengurangan ini terlihat di Warunk Upnormal Jalan RE Martadinata.
Dari kapasitas 300 kursi, tutur Anisa, kafe tersebut mengurangi hingga menjadi 70 kursi. Tidak hanya pengurangan kapasitas, karyawan di setiap kafe dikurangi hingga 30 persen. Hal tersebut untuk meminimalkan interaksi antarkaryawan.
Ternyata, meski telah dikurangi, tidak semua kursi yang tersedia diisi pelanggan. Padahal, tutur Anisa, kafe ini biasanya telah dipenuhi pelanggan yang bermain bersama. Biasanya, para remaja berkumpul sepulang sekolah.
Akan tetapi, kali ini berbeda. Pelanggan yang berkumpul sebagian besar berkutat dengan kesibukan masing-masing. Hampir setiap meja terdapat laptop beserta pelanggan yang sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Berdasarkan pengamatan Anisa, hal tersebut berbeda jauh jika dibanding sebelum pandemi Covid-19 melanda Bandung.
”Di normal baru kali ini, biasanya kafe baru ramai saat pulang kantor, sekitar pukul 17.00-20.00. Setelah itu, sesuai aturan, kami harus menutup kafe. Dulu sebelum pandemi, biasanya pukul 13.00 anak-anak sekolah juga sudah ramai di sini. Biasanya mereka mabar (main bareng) atau sekadar ngobrol,” ujarnya.
Pelanggan yang berkumpul sebagian besar berkutat dengan kesibukan masing-masing. Hampir setiap meja terdapat laptop beserta pelanggan yang sibuk dengan dunia mereka masing-masing.
Ancaman pandemi
Berto mengatakan, fase normal baru tidak serta-merta membuatnya senang kembali bekerja di luar rumah. Apalagi, di Bandung, penambahan jumlah kasus Covid-19 masih terjadi. ”Saya tetap khawatir kalau sudah pulang ke rumah. Sebelum bertemu anak, saya bersihkan diri dahulu,” tuturnya,
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (Pikobar), perkembangan kasus positif Covid-19 di Kota Bandung menempati peringkat keempat setelah Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kabupaten Bogor. Pada Kamis (25/6/2020) sore, kasus positif aktif di Kota Bandung mencapai 178 pasien dengan penambahan 14 kasus dalam sepekan terakhir.
Sementara itu, jumlah kasus tertinggi berada di Kota Bekasi dengan jumlah kasus positif mencapai 325 pasien. Secara keseluruhan, di Jawa Barat masih terdapat 1.448 pasien positif kasus Covid-19.
Karena itu, setiap fasilitas umum masih menerapkan pembatasan fisik, dan sebagian besar warga yang beraktivitas di luar ruangan masih menggunakan masker hingga pelindung wajah. Hal itu seperti yang dilakukan Robin (20) saat mengamen bersama seorang temannya.
Saya tetap khawatir kalau sudah pulang ke rumah. Sebelum bertemu anak, saya bersihkan diri dahulu.
Menggunakan masker hitam, Robin berjalan menelusuri trotoar di Jalan Asia Afrika. Sesekali dia menghampiri pasangan sejoli atau keluarga kecil yang tengah bercengkerama bersama. Tidak jarang dia ditolak sebelum memainkan senar dan menyanyikan lagu.
Robin menuturkan, keramaian di sepanjang Jalan Asia Afrika jauh berbeda sebelum Bandung dirundung pandemi. Dia sudah tidak melihat lagi keramaian warga melihat orang-orang berkostum horor atau pahlawan bertopeng. Saat ini, yang dia lihat hanya warga-warga yang berfoto di pinggir jalan, atau sekadar beristirahat setelah bersepeda.
”Sekarang warga dan wisatawan yang datang ke Jalan Asia Afrika jauh lebih sedikit. Biasanya saya sekali ngamen, dari pukul 14.00-20.00 bisa dapat Rp 200.000. Sekarang, dapat Rp 50.000 saja sudah bersyukur,” tuturnya.
Robin berharap, pandemi ini segera berlalu karena dia sadar pendapatan yang sedikit itu diakibatkan oleh virus korona mematikan ini. Bahkan, dia mengaku agak khawatir juga tertular karena ada bermacam orang yang dia temui selama mengamen.
”Tapi, kalau saya tidak mengamen, saya dapat uang dari mana. Kemarin saja saat PSBB, saya hanya di rumah dan itu tidak menghasilkan apa-apa. Kasihan orangtua saya. Makanya, saat Asia Afrika mulai banyak orang, saya kembali mengamen. Ya, itu lebih baik daripada jadi maling,” ujarnya sambil tersenyum.
Robin adalah sedikit bagian dari masyarakat yang tetap khawatir bekerja di luar selama pandemi. Kegamangan ini terlihat dari jalan-jalan, pusat perbelanjaan, hingga kafe-kafe yang tidak seriuh Bandung sebelum pandemi. Namun, bekerja di luar ruangan adalah pilihan terakhir demi mendapatkan uang dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.