Komunikasi Tepat Dukung Masyarakat Kuat Hadapi Covid-19
Cara pemerintah menjalin komunikasi dengan masyarakat vital di era pandemi Covid-19. Sosialisasi dan tes masif dibumbui dengan kejujuran terhadap apa yang terjadi berpotensi mendukung mental masyarakat yang kian kuat.
Cara pemerintah menjalin komunikasi dengan masyarakat sangat vital di era pandemi Covid-19. Sosialisasi dan tes masif yang dibumbui kejujuran terhadap apa yang terjadi berpotensi mendukung mental masyarakat yang kian kuat menghadapi pandemi.
Aparat keamanan hingga petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri berkumpul di Pasar Karangampel, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (6/6/2020) pagi. Mereka bersiap mengadakan tes usap tenggorokan atau swab demi mengidentifikasi kasus Covid-19.
Akan tetapi, tidak semua penghuni pasar memahami rencana itu. Padahal, tak semua orang di republik ini punya keistimewaan mendapatkan tes dengan metode reaksi berantai polimerase itu.
”Memang ada informasi sehari sebelumnya soal tes, tetapi tidak jelas untuk apa. Pedagang bahkan mengira ada operasi pasar,” kata Ahmad Aris (26), Selasa (23/6/2020).
Pedagang dan pembeli pun tiba-tiba memborong masker karena khawatir kena denda. Apalagi, saat itu masih dalam masa pembatasan sosial berskala besar yang mewajibkan orang mengenakan masker saat berada di luar rumah.
”Harga masker naik sampai Rp 10.000 per buah. Padahal, biasanya cuma Rp 4.000. Penjual masker untung banyak hari itu, ha-ha-ha,” lanjut penjual daging ayam tersebut. Adapun pedagang dan pembeli umumnya kaget ketika dijemput petugas. Tidak sedikit pula yang menghindar.
Baca juga : Babak Baru Pembatasan Sosial Berskala Mikro di Jabar
Menurut Aris, sejumlah pedagang takut jika hasil tes usap positif, pasar akan ditutup seperti kasus pedagang yang positif di Pasar Sumber Cirebon, daerah tetangga Indramayu. Padahal, pasar menjadi sumber penghasilan utama mereka. Sekitar 50 pedagang akhirnya bersedia ikut tes.
Ibu Aris yang berusia 60-an tahun bahkan sempat ingin kabur sebelum diyakinkan pentingnya tes usap untuk mengidentifikasi kasus sekaligus mencegah penyebaran Covid-19.
”Saya juga ingin tes, tetapi harus melayani pembeli. Tesnya pagi-pagi, sih, pedagang masih sibuk,” ujar bapak dua anak itu.
Berdasarkan catatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Indramayu, sebanyak 156 pedagang dan pembeli di Pasar Karangampel mengikuti tes usap massal. Karangampel merupakan salah satu kluster penyebaran Covid-19 di Indramayu.
Meski demikian, informasi terkait virus itu belum menyebar. Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Indramayu bahkan memilih merahasiakan rencana tes usap, termasuk kepada media, di pasar tersebut. Alasannya, berita di media bisa memicu warga kabur karena takut menjalani tes.
”Kalau ditentukan lokasi dan waktunya (tes), takutnya (informasinya) bocor,” ujar Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Indramayu Dedy Suprayogi. Pihaknya bahkan mengaku baru mengetahui kepastian lokasi dan waktu tes usap 30 menit sebelum kegiatan.
”Kami menghargai upaya yang dilakukan dinas kesehatan. Toh, informasi hasil swab disampaikan kepada publik,” ujarnya. Setiap kegiatan gugus tugas kerap diinformasikan kepada media melalui rilis tulisan yang dilengkapi foto dan video.
Akan tetapi, kebijakan merahasiakan rencana lokasi dan waktu tes usap massal itu mengundang pertanyaan, bahkan kritik sejumlah jurnalis. Ada yang merasa Diskominfo tidak percaya media.
”Padahal, kami hanya pengin membantu memberitakan bagaimana pemerintah daerah menangani Covid-19,” ujar Fadlyanto (39), salah seorang jurnalis setempat. Sebagai jurnalis televisi, Fadlyanto butuh video sehingga harus ke tempat kejadian, tentu saja dengan menerapkan protokol kesehatan.
Rilis video oleh pemerintah kabupaten juga belum sesuai dengan kebutuhannya sebagai jurnalis televisi. Kantor tempat Fadlyanto bekerja lebih menghargai jika gambar berasal dari wartawan sehingga berpotensi untuk tayang di televisi. Apalagi, sebagai wartawan di daerah, bayarannya bergantung pada berita yang tayang.
Belakangan, diskominfo setempat mulai mengabarkan kepada sejumlah jurnalis terkait rencana tes usap massal. Namun, warga belum sepenuhnya paham terkait ancaman virus korona jenis baru penyebab Covid-19.
Aris, misalnya, tidak tahu jumlah kasus positif Covid-19 di daerahnya di Karangampel sehingga dijadikan kluster penyebaran. Padahal, hasil tes usap 156 pedagang dan pembeli di Pasar Karangampel dinyatakan negatif Covid-19.
”Makanya, saya bingung waktu dapat surat edaran kalau Karangampel zona merah,” ucapnya.
Surat yang ditandatangani kepala desa setempat, Mamat Rodiyatul Anwar, itu mengimbau masyarakat untuk sementara menghindari kawasan RT 001-RT 006, kecuali penduduk setempat.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Indramayu memang tidak menginformasikan peta penyebaran kasus Covid-19. Tim hanya merilis jumlah kasus positif yang mencapai 31 orang dari pemeriksaan 844 sampel usap. Sebanyak 64 pasien dalam pengawasan terkait Covid-19 juga dilaporkan meninggal.
Baca juga : Tuntaskan Rindu Sembari Tegakkan Disiplin Diri
Rentan jadi obyek
Di Kabupaten Cirebon, pedagang Pasar Sumber memprotes keputusan pemkab karena menutup pasar hampir dua pekan setelah dua pedagang terkonfirmasi positif Covid-19 berdasarkan tes usap massal, akhir Mei lalu.
”Penutupan itu bukan solusi. Akibatnya, sekitar 600 pedagang rugi lebih dari Rp 500 juta,” kata Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Sumber Cirebon H Sapei Narwan.
Jumlahnya bisa lebih banyak karena masih ada sekitar 1.000 pedagang di luar bangunan pasar. Itu sebabnya, pihaknya mengadu ke DPRD Cirebon. Pasar pun dibuka tiga hari lebih awal dari rencana semula.
Pembukaan pasar ditandai pengguntingan garis kuning Satpol PP oleh Bupati Cirebon Imron Rosyadi. Fasilitas pasar pun ditata dengan kehadiran wastafel dan tanda agar pengunjung pasar menjaga jarak.
Becermin dari kasus tersebut, sejumlah pedagang di Pasar Perumnas memilih tidak berdagang ketika Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cirebon menggelar tes uji cepat. Sejumlah pedagang itu takut jika hasil tes reaktif berdampak pada penutupan pasar. Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon Edy Sugiarto mengatakan, pihaknya terus menyosialisasikan pentingnya tes dan penerapan protokol kesehatan.
Khaerudin Imawan, pengajar Ilmu Komunikasi di Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, menilai, protes pedagang terkait tes massal menunjukkan pemda belum optimal dalam komunikasi krisis.
”Jangan hanya bilang semua harus ikut tes tanpa penjelasan dan pembangunan wacana sebelumnya. Perlu ada komunikasi berjenjang. Misalnya, untuk tes di pasar, pengelola hingga tokoh di pasar harus dilibatkan,” ujarnya.
Kasus penolakan tes secara terang-terangan bahkan terjadi di Ambon, Maluku, dan Makassar, Sulawesi Selatan. Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, dalam pertemuan tanpa tatap muka dengan jurnalis yang digelar IDN Times, pekan lalu, menilai, berbagai kasus tersebut menunjukkan warga hanya dijadikan obyek dalam penanganan Covid-19.
Bahkan, menurut Pandu, respons pemerintah terhadap pasar tradisional lamban. Padahal, penyebaran awal Covid-19 berasal dari pasar di Wuhan, China. Seharusnya, kebersihan hingga alur keluar masuk pengunjung di pasar sudah ditata sebelum menjadi kluster baru penyebaran.
Alih-alih melakukan upaya antisipasi, keputusan yang ada malah kurang tepat. Kebijakan pembatasan waktu operasional pasar, misalnya, dapat memicu penumpukan pada waktu bersamaan.
”Seharusnya, inovasi itu diserahkan ke pedagang karena mereka yang paling paham kondisinya. Ini menunjukkan penanganan pandemi ini belum melibatkan masyarakat. Jangan hanya menyalahkan publik,” ungkapnya.
Baca juga : Diintai Pandemi, Disakiti Tetangga Sendiri