Tutup Sementara, Kafe Sawah Pujon Kidul Kehilangan Omzet Miliaran Rupiah
Ratusan orang menganggur, menunggu situasi benar-benar normal.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Dampak pandemi Covid-19 melanda badan usaha milik desa atau BUMDes yang membawahi wisata kafe sawah Pujon Kidul, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kafe itu berhenti beroperasi dan membuat ratusan orang kehilangan pekerjaan. Omzet miliaran rupiah per bulan pun lenyap. Tahun lalu, BUMDes tersebut bisa membukukan omzet hingga Rp 15,4 miliar setahun.
Sejak pandemi merebak Maret 2020, sebanyak 92 pekerja kafe serta 30-an petugas parkir di sana dirumahkan untuk sementara. Selain pegawai kafe sawah, ratusan warga desa yang turut melakukan usaha sendiri di sekitar lokasi juga turut terkena imbasnya. Total, lebih kurang 604 warga Desa Pujon Kidul praktis tidak lagi menerima wisatawan sejak saat itu hingga saat ini.
Pada situasi normal, kawasan wisata di sebelah Barat Kota Batu tersebut setidaknya dikunjungi 700-an orang dalam sehari. Tahun 2019, omzet BUMDes wisata tersebut mencapai Rp 15,4 miliar.
”Sejak ada Covid-19, tempat wisata sini ditutup sampai ada pemberitahuan dari kepala desa. Anak-anak yang biasa kerja di kafe sawah akhirnya kerja lain dahulu, seperti pergi ke sawah membantu orangtuanya atau berjualan di rumah,” kata Jamal (50), warga Desa Pujon Kidul, Rabu siang.
Tutupnya kafe sawah Pujon Kidul, membuat warung makan, usaha suvenir, serta usaha penyewaan sarana penunjang wisata, seperti ATV, dan ojek wisata, turut berhenti beroperasi. ”Warung makan milik adik saya juga tutup, dan hanya melayani orang yang pergi ke sawah. Semoga saja Covid-19 ini bisa segera teratasi,” kata Jamal.
Kepala Desa Pujon Kidul Udi Hartoko membenarkan bahwa BUMDes wisata kafe sawah Pujon Kidul tutup sejak Maret 2020, hingga waktu yang belum ditentukan. ”Kami tutup karena memang kondisi belum memungkinkan. Saat ini, kami sedang membuat SOP normal baru, sehingga saat kafe sawah kembali buka, warga sudah terbiasa menggunakan protokol kesehatan terkait Covid-19, seperti mengenakan masker dan cuci tangan pakai sabun. Kami juga berharap bisa menjelaskan kepada wisatawan yang datang agar mereka juga taat protokol kesehatan yang diterapkan di sini,” tuturnya.
Oleh karena BUMDes wisata kafe sawah tidak beroperasi, maka ongkos operasional pengelolaan hanya didapat dari mengoptimalkan hasil pertanian di lokasi tersebut. ”Anak-anak saya minta mengerjakan sawah, seperti menanam tomat dan tanaman lain, dan hasilnya bisa digunakan untuk memenuhi operasional, seperti membayar listrik,” kata Udi.
Yang penting saat ini adalah menyiapkan SDM warga desa untuk bisa menatap kenormalan baru wisata kafe sawah dengan protokol kesehatan yang tepat. ”Wisata di tempat kami adalah wisata di tengah perkampungan penduduk sehingga potensi bersinggungan langsung antara warga dan orang luar sangat besar. Saya tidak ingin nantinya wisata ini akan berdampak buruk pada kondisi kesehatan warga sendiri,” kata Udi.
Saat ini, BUMDes dan Pemerintah Desa Pujon Kidul fokus mematangkan kesiapan warga menuju kenormalan baru. ”Kami sepakat bahwa saat ini kami bersusah-susah dahulu tanpa penghasilan seperti biasanya. Yang penting, kami bisa selamat dan bisa berusaha lagi ke depannya dengan nyaman. Kami tidak ingin memaksakan ekonomi cepat-cepat berjalan dahulu, sementara terkait kenormalan baru bidang sosial belum jalan,” katanya.
Kenormalan baru bidang sosial di Desa Pujon Kidul adalah kembali membuka rumah-rumah ibadah, mengizinkan kegiatan tradisi, seperti kenduri, atau kegiatan kemasyarakatan lain. ”Baru seminggu ini kegiatan sosial mulai berjalan. Ini juga menjadi uji coba kami untuk membiasakan protokol kesehatan apakah sudah bisa dijalankan warga atau belum. Nanti saat warga memang sudah siap, dan SOP kami sudah jadi, maka wisata di Desa Pujon Kidul akan kembali dibuka,” ujarnya. Paling cepat pada Juli 2020 wisata di Desa Pujon Kidul baru bisa kembali buka.
Desa Pujon Kidul adalah desa dengan pendapatan asli desa (PADes) Rp 1,8 miliar setahun. Salah satu sumber PADes adalah dari BUMDes wisata kafe sawah, yang memiliki omzet Rp 15,4 miliar setahun (rata-rata sebulan Rp 1 miliar-Rp 1,5 miliar). Desa tersebut mendapatkan dana desa sebesar Rp 1,2 miliar.