Penerimaan Siswa Baru di Jabar Dituntut Transparan
Sejumlah orangtua calon siswa SMA negeri melayangkan protes terkait penerimaan peserta didik baru kepada Dinas Pendidikan Jawa Barat, Selasa (23/6/2020). Penerimaan siswa baru dituntut lebih transparan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sejumlah orangtua calon siswa SMA negeri melayangkan protes terkait penerimaan peserta didik baru kepada Dinas Pendidikan Jawa Barat, Selasa (23/6/2020). Penerimaan siswa baru dituntut lebih transparan karena persentase antara calon siswa dan kapasitas daya tampung yang terbatas.
Belasan orangtua calon peserta penerimaan peserta didik baru (PPDB) mendatangi Gedung Dinas Pendidikan Jawa Barat bersama Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP). Mereka menduga PPDB tidak transparan. Ada sebagian siswa tidak diterima meski tempat tinggalnya tidak jauh dari SMA negeri tersebut.
Pipit (40), warga Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, tidak terima anaknya gagal masuk SMAN 14 Bandung. Padahal, sekolah itu berada di kecamatan yang sama dengan tempat tinggalnya.
Konsekuensinya, Pipit harus memasukkan anak laki-lakinya ke sekolah swasta. Dia keberatan karena kondisi keluarga yang mengalami kesulitan keuangan di saat pandemi. Di sisi lain, beberapa teman anaknya diterima di sekolah tersebut. Karena itu, dia meminta pihak disdik Jabar mempertimbangkan keputusan itu dan menjamin transparansi data dalam PPDB kali ini.
”Suami saya hanya pengemudi taksi daring, sedangkan saya kemarin dirumahkan karena Covid-19. Kalau sekolah swasta banyak bayaran yang harus dipenuhi. Sekolah swasta adalah pilihan terakhir dan terberat,” tuturnya.
Ketua FMPP Illa Setiawati menuturkan, para orangtua siswa mengeluhkan transparansi dalam penerimaan calon siswa. Apalagi di saat pandemi ini, pemerintah harus memerhatikan masyarakat miskin baru yang terdampak pandemi Covid-19.
”Ketika siswa dimasukkan ke sekolah swasta, mereka harus menyediakan sejumlah uang. Dengan alasan itu, kami harus mengadvokasi anak-anak yang tidak mampu bisa sekolah bebas biaya,” ujarnya.
Sekretaris I PPDB Jabar Dian Penasiani menuturkan, keterbatasan daya tampung dan jumlah siswa yang lulus sekolah menengah pertama dan sejenisnya tidak sebanding. Berdasarkan data yang dihimpun disdik Jabar, lulusan SMP lebih dari 700.000 orang. Padahal, kapasitas SMA negeri hanya 149.977 kursi.
Dian menuturkan, kuota tersebut tersebar di 507 SMA dan 287 SMK, sedangkan untuk sekolah swasta Jabar, ada 1.154 SMA dan 2.645 SMK. ”Perbandingan ini menjadi tidak mudah bagi kami karena kami ingin menampung semuanya. Kami ingin semua anak-anak di Jabar ini bisa bersekolah,” ujarnya.
Dian berujar, keputusan dari penerimaan siswa ada di pihak sekolah. Karena itu, dia meminta setiap sekolah lebih jeli melihat dokumen persyaratan dari para calon siswa, sehingga kuota tersebut tepat sasaran.
”Semua harus diperiksa. Kalau ada dokumen yang dinilai mencurigakan, sekolah harus memastikan hal tersebut. Bisa dengan mengirimkan dokumen resmi atau pertemuan, namun sesuai dengan protokol kesehatan. Jika ditemukan pelanggaran seperti pemalsuan dokumen, calon siswa bisa saja tidak jadi diterima,” ujarnya.
Protokol kesehatan
Untuk meminimalisasi potensi persebaran Covid-19 di area sekolah, penerapan protokol kesehatan dibutuhkan selama PPDB. Dian menuturkan, disdik Jabar telah mengimbau kepala cabang dinas dan akan diteruskan kepada kepala sekolah untuk mengutamakan fasilitas kesehatan selama pendaftaran.
”Kami meminta sekolah menyediakan tempat mencuci tangan, hand sanitizer, dan pelindung wajah bagi petugas yang akan bertatap muka dengan orangtua siswa. Orangtua atau wali yang datang juga harus sehat dan hanya satu untuk setiap siswa. Kalau ada orangtua siswa yang tidak menggunakan masker tidak akan dilayani,” ujarnya.