Mati Diracun, Kuburan Harimau Sumatera Dibongkar di Mandailing Natal
Petugas membongkar kuburan harimau sumatera yang mati di desa penyangga Taman Nasional Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Harimau itu mati diracun karena menyerang ternak dan meresahkan warga.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MANDAILING NATAL, KOMPAS — Kuburan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di desa penyangga Taman Nasional Batang Gadis, Desa Rantau Panjang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, dibongkar. Kepala desa setempat menyebut harimau itu mati diracun setelah menyerang ternak dan meresahkan warga.
”Petugas kami sudah tiba di Desa Rantau Panjang dan menemukan bangkai harimau sumatera jantan yang sudah dikubur di depan rumah kepala desa. Petugas pun melakukan nekropsi dan memusnahkan bangkai harimau itu,” kata Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) Bobby Nopandry, Selasa (23/6/2020).
Bobby mengatakan, tim gabungan dari Balai TNBG, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut, dan Dinas Kehutanan Sumut tiba di desa terpencil tersebut pada Senin sore. Desa yang terisolasi kawasan hutan itu bisa dicapai setelah menempuh 180 kilometer perjalanan darat dari ibu kota Mandailing Natal, Panyabungan, dan menyusuri Sungai Batang Gadis dengan kapal motor selama 5 jam perjalanan.
Setelah tiba di desa tersebut, Kepala Desa Rantau Panjang Khairal Pandjaitan menyatakan, konflik warga dengan harimau sumatera terjadi di desa itu sejak Selasa (9/6/2020) sekitar pukul 19.00. Seekor harimau masuk ke desa dan memangsa kambing di samping rumah warga.
Warga pun melihat sisa bangkai kambing telah diseret sekitar 100 meter dari rumah itu. Mereka kemudian mencampur racun ke bangkai kambing itu. ”Besok harinya, warga melihat harimau sumatera itu telah mati. Mereka pun menyeretnya ke depan rumah kepala desa. Warga langsung mengubur harimau itu dengan ritual sesuai kearifan lokal di desa itu,” kata Bobby.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, kata Bobby, harimau sumatera itu panjangnya 150 sentimeter dengan berat 75 kilogram. Petugas pun melakukan nekropsi dan mengambil sampel isi lambung untuk uji toksisitas. ”Namun, kami belum mendapat informasi dari tim lapangan apakah ada bagian tubuhnya yang hilang. Mereka masih dalam perjalanan pulang,” kata Bobby.
Bobby mengatakan, petugas juga melakukan sosialisasi untuk memitigasi konflik satwa di desa penyangga TNBG itu. Konflik sudah berulang kali terjadi di desa yang berjarak 8-10 kilometer dari TNBG itu. Pada 2012-2013, beberapa warga di desa itu meninggal diterkam harimau. Petugas berhasil mendapat gambar dari kamera jebak, tetapi harimau itu tidak berhasil ditemukan.
Menurut Bobby, TNBG merupakan salah satu tempat hidup harimau sumatera. Balai TNBG pun memantau populasi harimau dengan patroli, pemasangan kamera jebak, dan survei okupansi. Selama 2013-2019, mereka mengumpulkan 49 foto harimau sumatera di TNBG dari 36 titik pemasangan kamera.
”Dari analisis loreng, diperkirakan sedikitnya ada tujuh individu harimau di TNBG,” kata Bobby.
Konflik sudah berulang kali terjadi di desa yang berjarak 8-10 kilometer dari TNBG itu. Pada 2012-2013, beberapa warga di desa itu meninggal diterkam harimau.
Kepala Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan, dan Kehumasan BBKSDA Sumut Andoko Hidayat mengatakan, mereka mengedepankan upaya mitigasi agar konflik satwa tidak terulang lagi. ”Kami masih akan melihat langkah hukum apa yang akan diambil terkait kematian harimau sumatera itu,” katanya.
Andoko mengatakan, konservasi harimau sumatera sangat penting mengingat populasinya yang terus menyusut. Ancaman satwa tersebut adalah perburuan dan kerusakan habitat. Populasi harimau sumatera di Sumut diperkirakan 40-50 ekor.