Wilayah Selatan Pacitan Menyimpan Potensi Gempa Tinggi
Wilayah selatan Pacitan, Jawa Timur, memiliki potensi gempa bumi yang tinggi. Gempa di Pacitan pada Senin (22/6/2020) dini hari terasa hingga sejumlah wilayah, termasuk DI Yogyakarta.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gempa bumi dengan magnitudo 5,1 yang berpusat di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Senin (22/6/2020) dini hari, menjadi pengingat bahwa wilayah selatan Pacitan memiliki potensi gempa bumi yang tinggi. Masyarakat dan pihak-pihak terkait perlu mewaspadai potensi gempa bumi di wilayah tersebut.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa bumi itu terjadi pada Senin pukul 02.33.08. Pusat gempa itu berada di laut dengan jarak 91 kilometer (km) selatan Pacitan dan kedalaman 93 km. Gempa bumi itu dirasakan di beberapa wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan skala II dan III Modified Mercalli Intensity (MMI).
”Gempa bumi pada Senin dini hari itu memang tidak signifikan sekali, tapi ini menjadi lonceng pengingat bahwa ada zona kegempaan tinggi di wilayah selatan Pacitan,” kata dosen Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Gayatri Indah Marliyani, Senin, di Yogyakarta.
Gayatri menjelaskan, gempa pada Senin dini hari itu tergolong sebagai instralab, yakni gempa yang bersumber dari dalam lempeng yang menunjam ke bawah. Sumber gempa tersebut ada pada Lempeng Indo-Australia.
”Dilihat dari mekanismenya, gempa itu memiliki pergerakan turun, yang terjadi akibat respons batuan terhadap gaya tarikan lempeng samudra ke bawah,” ujarnya.
Baca juga : 755 Gempa sejak Awal 2019, Selatan Jawa Paling Rentan
Gayatri memaparkan, selain gempa instralab, wilayah selatan Pacitan juga kerap mengalami gempa akibat sesar naik. Dia menambahkan, pada morfologi dasar laut wilayah selatan Pacitan terdapat tonjolan-tonjolan yang menjadi semacam ”ganjalan” bagi proses subduksi atau pertemuan lempeng di area tersebut. Kondisi itu menyebabkan wilayah laut selatan Pacitan menyimpan potensi kegempaan yang lebih tinggi dibandingkan wilayah laut selatan DIY.
Menurut Gayatri, catatan sejarah juga menunjukkan pernah terjadi gempa besar di selatan Pacitan yang menyebabkan terjadinya tsunami. Dia mencontohkan, pada 11 September 1921, pernah terjadi gempa bumi dengan magnitudo 7,5 di wilayah selatan DIY dan Pacitan yang menyebabkan terjadinya tsunami di daerah Parangtritis, DIY. Selain itu, pada 4 Januari 1840 dan 20 Oktober 1859 juga terjadi gempa di selatan Pacitan yang menyebabkan tsunami di pesisir pantai wilayah Pacitan.
Pada 11 September 1921, pernah terjadi gempa bumi dengan magnitudo 7,5 di wilayah selatan DIY dan Pacitan yang menyebabkan terjadinya tsunami di daerah Parangtritis, DIY.
Gayatri mengatakan, catatan sejarah itu menunjukkan bahwa wilayah selatan Pacitan merupakan daerah yang aktif secara tektonik. Oleh karena itu, berbagai pihak perlu mewaspadai kemungkinan gempa di wilayah tersebut pada masa mendatang.
”Seringnya gempa berskala kecil dengan magnitudo 5 sampai 6 di daerah ini sebenarnya bisa jadi merupakan pertanda baik bahwa energi yang tertahan dilepaskan secara bertahap. Akan tetapi, untuk mengetahui berapa sebenarnya energi yang masih tersimpan dan yang sudah dilepaskan, harus terus dilakukan penelitian secara saksama dan terus-menerus,” papar Gayatri.
Baca juga : Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Selatan Blitar, Tak Ada Laporan Kerusakan
Gempa menengah
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Sleman, DIY, Agus Riyanto mengatakan, jika dilihat dari kedalamannya, gempa bumi pada Senin dini hari itu tergolong sebagai gempa bumi menengah. Oleh karena itu, gempa bumi tersebut memang berpotensi dirasakan di wilayah yang cukup luas.
”Dengan kekuatan 5,1 dan kedalaman menengah, gempa itu berpotensi dirasakan di wilayah yang lebih luas,” ujarnya.
Berdasarkan data BMKG, gempa tersebut dirasakan di beberapa kota di tiga provinsi di Jawa. Di Jawa Timur, gempa itu antara lain dirasakan di Pacitan dan Tulungagung dengan skala III Modified Mercalli Intensity (MMI) serta di Nganjuk, Trenggalek, dan Ponorogo dengan skala II MMI.
Di Jawa Tengah, gempa dirasakan di Wonogiri dan Magelang dengan skala III MMI serta di Purworejo, Banjarnegara, Purwokerto, Cilacap, Klaten, dan Sukoharjo dengan skala II MMI. Sementara itu, di DIY, gempa dirasakan di Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul dengan skala III MMI.
Baca juga : Gempa di Selatan Buru, Trauma Warga Muncul Lagi
Agus memaparkan, berdasarkan analisis BMKG, gempa bumi tersebut memiliki mekanisme pergerakan turun atau normal fault. Dia menambahkan, jika kekuatannya besar dan pusat gempanya dangkal, gempa bumi dengan pergerakan turun di laut itu bisa menimbulkan tsunami.
Namun, menurut analisis BMKG, gempa bumi Pacitan pada Senin dini hari itu tak berpotensi menimbulkan tsunami. Hal ini karena kekuatannya tidak terlalu besar dan pusat gempanya di kedalaman menengah. Hingga Senin sore, BMKG juga tak mencatat terjadinya gempa susulan.
Gempa bumi Pacitan pada Senin dini hari itu tak berpotensi menimbulkan tsunami. Hal ini karena kekuatannya tidak terlalu besar dan pusat gempanya di kedalaman menengah.
”Kalau kekuatannya di atas 7 dan kedalamannya dangkal misalnya 30 km, gempa dengan pergerakan turun di laut itu mengkhawatirkan karena bisa menimbulkan tsunami. Tapi syukurlah gempa ini tidak seperti itu karena kekuatannya hanya 5,1 dan kedalamannya menengah,” ungkap Agus.
Agus menyebut, kawasan laut selatan Jawa memang kerap dilanda gempa bumi karena wilayah itu merupakan salah satu jalur subduksi atau pertemuan dua lempeng, yakni Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Dia menambahkan, BMKG hampir setiap hari mencatat terjadinya gempa bumi di selatan Jawa meski tidak semuanya bisa dirasakan masyarakat.
”Tiap hari kami mencatat gempa di sana (selatan Jawa) walaupun kekuatannya kecil. Jadi, hanya alat yang mencatat karena gempanya tidak dirasakan warga. Tapi ini malah bagus, energinya dilepas kecil-kecil. Daripada terakumulasi terlalu lama tidak ada gempa, lalu sekali gempa energinya dikeluarkan sekaligus, itu yang bahaya,” tutur Agus.
Terkait adanya potensi gempa di selatan Jawa, Agus mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan waspada. Dia juga meminta masyarakat mengamati dampak gempa terhadap bangunan rumah dan bangunan lain di sekitar mereka.
”Untuk gempa yang dirasakan, kita harus memperhatikan bangunan rumah, apakah terdampak misalnya retak-retak. Kalau kelihatan sudah mulai retak-retak, ya, harus diupayakan perbaikan,” ujar Agus.
Agus juga mengatakan, gempa bumi Pacitan itu tidak berkaitan dengan aktivitas Gunung Merapi di perbatasan DIY dan Jawa Tengah. Dia menuturkan, gempa tektonik memang bisa berpengaruh pada aktivitas gunung api. Namun, untuk membuktikan adanya pengaruh itu, harus didahului dengan kajian.
Baca juga : Waspadai Gempa di Selatan Bali
Kaget
Di wilayah DIY, sejumlah warga dikagetkan dengan adanya gempa yang terjadi pada Senin dini hari tersebut. Warga Kota Yogyakarta, Wulan (31), mengaku merasakan gempa tersebut. Begitu merasakan gempa, Wulan langsung terbangun dari tidur dan keluar rumah.
”Adik saya sempat lari-lari. Beberapa tetangga juga ikut keluar rumah dan ada anak kos perempuan yang menjerit,” ujar Wulan yang merupakan warga Kelurahan Baciro, Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta, itu.
Warga Kabupaten Kulon Progo, Mustaqim (29), juga mengaku merasakan gempa pada Senin dini hari itu. Mustaqim menyebut, setelah gempa terjadi, dirinya langsung keluar dari rumah untuk melihat kondisi di luar.
”Saya merasakan getaran gempa dan langsung bangun. Sempat dengar suara serpihan di plafon rumah juga,” ujar Mustaqim yang tinggal di Desa Banguncipto, Kecamatan Sentolo, Kulon Progo. Meski begitu, tidak ada kerusakan yang terjadi di rumah Mustaqim.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana menyatakan, sampai Senin sore, tidak ada laporan kerusakan di wilayah DIY akibat gempa Pacitan itu. Oleh karena itu, masyarakat diminta tetap tenang dan menunggu informasi resmi dari pemerintah.
Sementara itu, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) juga menyebut belum terlihat pengaruh gempa tersebut pada aktivitas Gunung Merapi. Sebelumnya, pada Minggu (21/6/2020) pagi, Merapi sempat mengalami erupsi dua kali dan menyebabkan hujan abu di beberapa wilayah.