Perahu Kayu Diterjang Ombak, Seorang Nelayan Karawang Tewas
Perahu nelayan pecah dihantam gelombang tinggi di perairan Sungaibuntu, Karawang, Jawa Barat. Seorang nelayan tewas. Namun, tiga orang lainnya selamat.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Sebuah perahu nelayan pecah diterjang gelombang tinggi di perairan Sungaibuntu, Karawang, Jawa Barat. Tiga nelayan selamat. Namun, seorang lainnya ditemukan dalam keadaan meninggal.
Insiden itu melibatkan perahu kayu ”Sri Milik” berukuran 2 gros ton pada Minggu (21/6/2020) sekitar pukul 23.00. Ada empat nelayan yang ada di perahu saat kejadian naas itu.
Berdasarkan data Satuan Polisi Air Polres Karawang, perahu naas itu bertolak dari Sungaibuntu menuju Perairan Sedari pada pukul 17.00. Saat berlayar, mesin perahu sempat rusak, sekitar pukul 18.00. Nelayan lantas sepakat balik arah menuju daerah Muara Dobolan untuk memperbaiki dan mengelas mesin perahu. Setelah itu, mereka kembali berlayar meski hari semakin gelap.
Akibatnya fatal. Tiba di perairan berjarak 2 mil (3,7 kilometer) dari pantai, perjalanan mereka kembali terhambat. Ombak tinggi jadi penyebabnya. Sepakat kembali ke darat, upaya itu tak berlangsung mulus. Ombak tinggi memburu perahu kayu dan menghancurkannya.
Kepala Satuan Polisi Air Polres Karawang Ajun Komisaris Z Sitorus mengatakan, dua nelayan, Karma (45) dan Hendar (35), dapat menyelamatkan diri. Mereka berenang dan tiba di Pantai Sedari.
Awin (40), nelayan yang dikabarkan hilang, ditemukan pada hari Senin (22/6/2020) siang. Ia dalam keadaan selamat. Dia berpegangan pada kayu kemudi perahu tak jauh dari Pantai Sedari. Hanya Nurjan (42) yang tidak beruntung. Dia ditemukan tidak bernyawa di bibir pantai Sedari, Senin pagi.
Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Karawang Wanosuki menyampaikan, para nelayan yang menggunakan jaring rampus biasa berlayar 3-4 mil (5,5-7 km) dari pantai. Mereka berangkat pukul 16.00 dan kembali ke darat sekitar pukul 20.00. Namun, semalam, tak ada kabar tentang kepulangan keempat nelayan tersebut.
Menurut Wanosuki, gelombang pasang pada bulan Juni terjadi hampir setiap tahun. Bahkan, awal Juni lalu, gelombang pasang disertai angin kencang juga membanjiri rumah warga pesisir utara. Kondisi ini sangat rawan bagi para nelayan yang melaut. Namun, ia mengatakan, insiden tewasnya nelayan akibat cuaca buruk jarang terjadi di perairan Karawang. Kejadian ini adalah yang pertama di tahun 2020.
Potensi gelombang tinggi dan angin kencang di pesisir utara Laut Jawa telah diimbau Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada awal Juni. Potensi ini diperkirakan kembali berulang menjelang 21 Juni 2020.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Meteorologi BMKG Herizal mengatakan, potensi tersebut disebabkan kondisi pasang air laut yang cukup tinggi di beberapa wilayah Indonesia akibat fase bulan baru (spring tide) pada 21 Juni 2020. Potensi gelombang tinggi diperkirakan mencapai 2,5-4,0 meter di Laut Jawa dan lebih dari 4,0 meter di Samudra Indonesia selatan Jawa hingga Sumba.
Kenaikan tinggi muka air laut dapat dipicu kecepatan angin hingga 25 knot atau 46 kilometer per jam. Secara klimatologis, tinggi muka air laut pada bulan Mei dan Juni di Perairan Indonesia umumnya berada di atas tinggi muka laut rata-rata.
”Kepada warga atau nelayan yang beraktivitas di pesisir atau pelabuhan agar meningkatkan kewaspadaan dan mitigasi terhadap potensi bencana rob, terutama untuk daerah-daerah pantai berelevasi rendah, seperti pesisir utara Jakarta, Pekalongan, Demak, Semarang, dan pantura Jawa Timur,” kata Herizal.