Pelanggaran Warnai Hari Pertama PSBB, Pemkot Ambon Siapkan Penindakan
Kota Ambon, Maluku, mulai memberlakukan PSBB selama 14 hari terhitung mulai Senin (22/6/2020). Pembatasan itu untuk menekan laju peningkatan kasus Covid-19.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kota Ambon, Maluku, mulai memberlakukan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB selama 14 hari terhitung mulai Senin (22/6/2020). Pembatasan itu untuk menekan laju peningkatan kasus covid-19 dengan angka reproduksi efektif masih tinggi, yakni 2,2. Namun, pelanggaran ketentuan PSBB masih terjadi. Pemerintah Kota Ambon mengingatkan akan menerapkan sanksi mulai hari ketiga PSBB nanti.
Berdasarkan pantauan Kompas, petugas berjaga di pintu perbatasan Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah, salah satunya di kawasan Hunuth. Pulau Ambon terdiri dari Kota Ambon dan sebagian wilayah Maluku Tengah. Setiap kendaraan yang lewat diberhentikan. Pengemudi dan penumpang diperiksa suhu tubuhnya dan kelengkapan administrasi, seperti kartu tanda penduduk dan surat keterangan domisili dari desa setempat.
Masih ditemukan pelintas yang tidak membawa dokumen tersebut. Mereka pun diperingatkan petugas. ”Ini peringatan pertama dan terakhir. Kalau nanti tidak bawa surat-surat, tidak akan kami izinkan masuk ke kota,” kata seorang petugas di perbatasan. Tidak tampak ada penolakan atau adu argumentasi antara pelaku perjalanan dan petugas seperti pada saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) dua pekan lalu.
Berdasarkan pantauan di pasar tradisional Mardika, banyak pedagang dan pengunjung pasar mengenakan masker secara baik. Namun, ada sebagian yang belum mengenakan masker dengan sempurna menutupi mulut dan hidung. Tempat berjualan juga masih berdekatan sehingga mereka berdesak-desakan tanpa jarak aman minimal 1,5 meter. Padahal, di pintu masuk pasar dibangun gerbang penanda zona tertib protokol Covid-19.
”Rasanya seperti hari biasa saja. PSBB juga sama saja karena tempat jualan di pasar tidak ditata secara baik. Ini terkesan hanya formalitas. Kalau seperti ini, sulit menekan turunnya kasus Covid-19 di Ambon,” kata Alex Pelupessy (53), warga yang ditemui di Pasar Mardika.
Petugas tidak melakukan patroli di pasar. Mereka hanya berjaga di gerbang masuk pasar. Operasional pasar dibatasi hingga pukul 18.00 WIT. Sementara itu, operasional pusat perbelanjaan, seperti mal, toko, dan minimarket, juga dibatasi mulai pukul 08.30 hingga 20.00.
Semua ditutup pukul delapan malam. Akan dilakukan operasi penindakan.
Sebelumnya, pada saat pemberlakuan PKM, ada minimarket yang buka 24 jam. Akibatnya, terjadi protes dari warga melalui unjuk rasa ke Balai Kota. ”Semua ditutup pukul delapan malam. Akan dilakukan operasi penindakan,” kata Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy.
Menurut Richard, penindakan akan dilakukan mulai hari ketiga PSBB. Tidak ada lagi kelonggaran. Penindakan itu mulai dari teguran lisan, denda, hingga pencabutan izin usaha. Semua upaya yang dilakukan pemerintah itu bertujuan menekan laju peningkatan kasus Covid-19 di Ambon.
Hingga Senin, jumlah kasus mencapai 422 dengan angka reproduksi efektif 2,2 (satu pasien Covid-19 berpotensi menularkan kepada dua orang). ”PSBB ini bisa menekan hingga 35 persen,” kata Richard.
Jika tidak begitu, pemerintah bakal kewalahan. Saat ini, puluhan pasien Covid-19 menjalani perawatan di rumah lantaran daya tampung tempat karantina tidak mencukupi lagi.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Maluku, Melky Lohi, mengatakan, pemerintah provinsi mengerahkan semua kekuatan untuk mendukung suksesnya PSBB Kota Ambon. ”Kasus terbesar ada di Ambon. Ambon jadi tolok ukur bagi Maluku,” katanya.
Hingga Senin, kasus di Maluku 633 dengan 165 orang sembuh dan 13 orang meninggal. Dari 11 kabupaten/kota di Maluku, ada lima wilayah yang masuk zona hijau, yakni Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara, Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar, dan Buru Selatan.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Maluku Benediktus Sarkol meminta aparat agar bersikap humanis pada saat bertugas di lapangan. Sikap represif dikhawatirkan menimbulkan perlawanan dari masyarakat.
Sebagai contoh, ketika penertiban di pasar dua pekan lalu, terjadi adu mulut antara pedagang dan petugas. Ada pedagang yang menumpahkan jualannya ke tanah.
”Dinamika di lapangan sangat dinamis sehingga perlu dikelola secara bijaksana. Sekarang ini, semua orang sudah stres, baik masyarakat maupun petugas sendiri. Jangan sampai terjadi kekerasan fisik karena itu akan berisiko membesar dan bisa meluas. Utamakan dialog,” kata Benediktus.