Erupsi Gunung Merapi memunculkan kewaspadaan terhadap potensi munculnya awan panas karena runtuhnya kubah lava serta lontaran material vulkanik.
Oleh
HARIS FIRDAUS/Nino Citra Anugrahanto/Regina Rukmorini
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami dua kali erupsi, Minggu (21/6/2020) pagi. Selama beberapa hari terakhir sebelum erupsi, Merapi mengalami peningkatan gempa vulkanik dalam. Meski begitu, status Merapi masih Waspada dan zona bahaya yang ditetapkan juga masih sama, yakni 3 kilometer dari puncak.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), erupsi pertama terjadi pada pukul 09.13. Erupsi itu beramplitudo 75 milimeter dengan durasi 328 detik dan tinggi kolom erupsi 6.000 meter di atas puncak. Saat erupsi, angin mengarah ke barat.
Erupsi kedua terjadi pada pukul 09.27 dengan amplitudo 75 milimeter dan durasi 100 detik. Dalam erupsi kedua, tinggi kolom erupsi tidak teramati. Melalui akun Twitter-nya, BPPTKG menyatakan, status Merapi masih Waspada. Status ini ditetapkan sejak 21 Mei 2018.
BPPTKG juga menyatakan, zona bahaya yang ditetapkan masih sama dengan sebelumnya, yakni 3 kilometer dari puncak. Oleh karena itu, masyarakat diimbau tidak melakukan aktivitas dalam radius tersebut. Adapun warga yang berada di luar radius itu bisa beraktivitas seperti biasa.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan, erupsi Gunung Merapi pada Minggu pagi tergolong sebagai letusan eksplosif. ”Letusan eksplosif sudah sering terjadi di Gunung Merapi. Sejak 2019 sampai saat ini, terjadi sebanyak 15 kali letusan,” katanya.
Sebelum erupsi pada Minggu pagi, Merapi mengalami peningkatan jumlah gempa vulkanik dalam. Hal ini, antara lain, tampak dari laporan mingguan BPPTKG. Pada periode 12-18 Juni 2020, Merapi tercatat mengalami 42 kali gempa vulkanik dalam atau biasa disebut gempa VTA.
Padahal, pada kurun 5-11 Juni 2020, Merapi sama sekali tidak mengalami gempa vulkanik dalam. ”Pada minggu ini terjadi peningkatan intensitas gempa VTA,” kata Hanik. Intensitas gempa vulkanik dalam masih terlihat pada Jumat (19/6) dan Sabtu (20/6). Pada kedua hari itu terjadi masing-masing 18 kali gempa vulkanik dalam.
Munculnya gempa vulkanik dalam menjadi penanda adanya pergerakan magma di tubuh gunung. Karena itu, warga yang beraktivitas di sekitar Merapi diminta waspada dan selalu memantau informasi terkini ihwal aktivitas gunung.
Hujan abu
Hanik mengatakan, potensi bahaya dari erupsi Merapi saat ini adalah munculnya awan panas karena runtuhnya kubah lava. Potensi bahaya lain adalah lontaran material vulkanik dari letusan eksplosif. Berdasarkan foto udara yang diambil BPPTKG pada 13 Juni 2020, volume kubah lava di puncak Merapi sebesar 200.000 meter kubik.
Data terbaru yang dirilis BPPTKG pada Jumat, kondisi kubah lava di Gunung Merapi masih stabil. Erupsi Merapi, kemarin, menyebabkan hujan abu di sejumlah wilayah Jateng dan DIY. Hujan abu bahkan terjadi hingga wilayah Kabupaten Purworejo, Jateng, sekitar 70 kilometer dari Merapi.
Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purworejo Iman Ciptadi mengatakan, hingga Minggu sore, hujan abu di Kabupaten Purworejo dilaporkan terjadi di tujuh kecamatan. Iman menyebut, wilayah terjauh di Purworejo yang dilanda hujan abu adalah Kecamatan Purwodadi yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Gunung Merapi.
”Sejak pukul 12.00, hujan abu dilaporkan terjadi di Kecamatan Bener, Loano, Purworejo, Kaligesing, Kutoarjo, Bayan, dan di sekitar kawasan pantai, yaitu Kecamatan Purwodadi,” tutur Iman. Hujan abu juga mengguyur tiga candi di Kabupaten Magelang, yaitu Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Pawon.
Menyikapi kondisi tersebut, Balai Konservasi Borobudur mengerahkan petugas untuk membersihkan abu di batuan candi. Hujan abu juga dilaporkan terjadi di Kulon Progo, DIY, sekitar 45 kilometer dari puncak Merapi.