Desa Terisolasi Hutan, Tim Kesulitan Masuk Daerah Konflik Harimau Sumatera
Tim kesulitan masuk ke lokasi konflik harimau sumatera di Desa Rantau Panjang, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Tim harus menyusuri sungai selama lima jam menuju desa yang terisolasi hutan itu.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MANDAILING NATAL, KOMPAS — Tim gabungan kesulitan masuk ke lokasi konflik harimau sumatera di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Kedatangan tim sangat penting untuk menyelidiki kematian harimau agar kejadian tersebut tidak terulang lagi.
”Tim gabungan dari sejumlah instansi pemerintah berangkat pada Minggu ke lokasi konflik. Namun, hingga Senin sore, belum bisa kami hubungi karena di sana tidak ada sinyal telepon seluler,” kata Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Taman Nasional Batang Gadis (TNGB) Bobby Nopandry, Senin (22/6/2020).
Bobby mengatakan, tim gabungan itu terdiri dari Balai TNBG, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut, dan Dinas Kehutanan Sumut. Mereka berangkat dari Panyabungan, ibu kota Mandailing Natal, menyelusuri 180 kilometer jalan darat hingga ke Singkuang, di pantai barat Sumut.
Tim gabungan dari sejumlah instansi pemerintah berangkat pada Minggu ke lokasi konflik. Namun, hingga Senin sore, belum bisa kami hubungi karena di sana tidak ada sinyal telepon seluler.
Dari Singkuang, tim harus menggunakan kapal motor milik warga untuk menyusuri Sungai Batang Gadis selama lima jam perjalanan untuk sampai ke desa yang terisolasi di tengah hutan itu. Ada empat desa yang terisolasi di kawasan itu, salah satunya adalah Rantau Panjang.
Balai TNBG sebelumnya mendapat laporan dari masyarakat pada Sabtu (20/6/2020) malam tentang adanya seekor harimau yang mati akibat konflik di Desa Rantau Panjang. Informasi itu menyebutkan, harimau diburu warga karena masuk ke sekitar desa. Harimau itu mati pada Kamis (11/6/2020).
”Ada yang menyebut harimau itu ditangkap warga dengan umpan ternak. Ada pula yang menyebut harimau mati diracun. Kami belum bisa memastikan detail konflik karena tim lapangan belum bisa kami hubungi,” kata Bobby.
Berdasarkan foto laporan masyarakat, kata Bobby, harimau sumatera tampak mati dikelilingi beberapa warga. Kulit di kening harimau itu hilang. Kulit kening harimau sering diambil untuk jimat. Namun, Bobby menyebut mereka belum bisa sepenuhnya memastikan kebenaran foto itu.
Konflik satwa
Bobby mengatakan, Rantau panjang berada 8-10 kilometer dari wilayah terdekat TNBG. Di antara desa dan TNBG terdapat kawasan berstatus areal penggunaan lain, hutan produksi, dan hutan lindung. Konflik satwa pun kerap terjadi di kawasan itu karena berbatasan langsung dengan hutan lebat.
Menurut Bobby, penghasilan utama warga di desa tersebut adalah menyadap karet dan dari hasil hutan lainnya. Empat desa di kawasan itu pun hanya bisa ditempuh dengan menyusuri Sungai Batang Gadis.
Kepala Seksi Pengelolaan TNBG Wilayah III Siti Wahyuna menjelaskan, kondisi hutan TNBG di dekat kawasan itu masih cukup bagus. Namun, hutan penyangganya yang berstatus APL dan hutan produksi sebagian sudah rusak.
Menurut Siti, konflik harimau dengan masyarakat pun pernah terjadi pada 2012 hingga 2013. Beberapa orang warga meninggal diterkam harimau. Tim dari berbagai instansi pemerintahan dan lembaga swadaya masyarakat melakukan penanganan konflik dengan memasang kamera jebak dan perangkap. Foto harimau tersebut pun tertangkap kamera, tetapi satwa itu tidak pernah tertangkap.
Kepala Subbagian Data, Evaluasi, Pelaporan, dan Kehumasan BBKSDA Sumut Andoko Hidayat mengatakan, mereka juga belum bisa memberikan keterangan terkait konflik satwa di Desa Rantau Panjang. ”Kami belum bisa menghubungi tim yang turun ke lapangan,” kata Andoko.