Pandemi Covid-19 mengembalikan Goa Sunyaragi yang ramai wisatawan ke hakikatnya, yakni kesunyian. Kini, destinasi wisata andalan Kota Cirebon, itu diharapkan mulai semarak seiring penerapan tatanan kehidupan baru.
Oleh
abdullah fikri ashri
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 mengembalikan Goa Sunyaragi yang ramai wisatawan ke hakikatnya, yakni kesunyian. Kini, destinasi wisata andalan Kota Cirebon, Jawa Barat, itu diharapkan mulai semarak seiring penerapan tatanan kehidupan normal baru. Namun, jalannya bakal masih panjang dan berliku.
Lebih dari 100 orang berkumpul di amfiteater Goa Sunyaragi, Rabu (17/6/2020) sore. Anggota pramuka, klub sepeda motor, satpol PP, TNI, polisi, karyawan hotel, pegiat pariwisata, hingga Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati turut hadir dengan membawa sapu lidi dan tempat sampah.
Mengenakan masker, mereka duduk berjarak sekitar satu meter. Kedatangan mereka bukan untuk memeriahkan pergelaran seni ataupun konser yang kerap digelar di sana, melainkan untuk membersihkan destinasi wisata yang mati suri tiga bulan lebih akibat pandemi Covid-19.
Goa yang biasa dikunjungi ratusan ribu orang per tahun itu kini sepi pengunjung. Daun kering, lumut, hingga rumput liar menjelma sebagai tamu. Tak tampak lagi pantulan lampu warna-warni menyinari batu cadas goa saat hari gelap. Mobil dan bus tidak lagi memadati tempat parkir.
Goa yang dibangun tahun 1703 oleh Pangeran Aria Cerbon itu seakan kembali pada hakikatnya, sebagai tempat menyepi. Nama Sunyaragi berasal dari dua kata, yakni sunya dan ragi. Sunya diambil dari kata sunyi yang bermakna sepi, sunyi, atau kosong. Adapun ragi diambil dari kata raga yang berarti badan atau tubuh.
Pandemi Covid-19 membuat Sunyaragi dan sektor yang bertumpu pada pariwisata di Cirebon terpukul. Sedikitnya, sembilan hotel tutup. Okupansi hotel hanya 10 persen. Setidaknya 350 karyawan harus dirumahkan. Bahkan, beberapa di antaranya terpaksa menjadi korban pemutusan hubungan kerja.
Kalaupun beroperasi, hotel membatasi waktu kerja dan jumlah karyawan. Hendra (31), karyawan salah satu hotel, misalnya, hanya bekerja tiga hari dan tiga hari selanjutnya libur. Gajinya pun hanya setengah dari biasanya. ”Dari 97 kamar, hanya 10 yang buka karena sepi pengunjung,” ucap Hendra yang turut hadir dalam bersih-bersih Goa Sunyaragi.
Kondisi lebih berat karena Hendra masih bingung mencari uang kontrakan Rp 6 juta per tahun. Kebutuhan harian juga meningkat. ”Tagihan listrik saya per bulan sekitar Rp 500.000. Padahal, biasanya sekitar Rp 200.000. Di rumah, kan, cuma ada kipas angin, televisi, dan mesin pompa,” kata pria yang baru menikah tahun lalu tersebut.
Dari 97 kamar, hanya 10 yang buka karena sepi pengunjung.
Belum normal
Hendra sangat berharap pariwisata di Cirebon bangkit lagi seiring tatanan kehidupan normal baru. Apalagi, Pemkot Cirebon telah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar. Mal, restoran, dan tempat wisata diizinkan beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan.
Di Goa Sunyaragi, misalnya, setiap pengunjung wajib mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak. Kapasitas pengunjung pun dibatasi hanya 50 persen. Jika amfiteater bisa menampung 1.200 orang, yang bisa masuk hanya 600 orang.
Imam Reza Hakiki, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kota Cirebon, mengatakan, pelonggaran PSBB mulai berdampak positif bagi usaha perhotelan. ”Okupansi hotel naik dari sebelumnya 10 persen menjadi 15 sampai 20 persen. Dalam kondisi normal, okupansi 50 persen. Bahkan, kalau akhir pekan bisa 100 persen,” katanya.
Pihaknya juga mencatat, baru sekitar 50 persen dari 350 karyawan yang dirumahkan telah kembali bekerja. Pihak hotel belum bisa beroperasi maksimal karena resepsi pernikahan hingga MICE (meeting, incentives, conferences, dan exhibitions) belum diperbolehkan. Padahal, acara tersebut andalan meraup rupiah.
”Kami ikut anjuran pemerintah. Ini demi keselamatan pengunjung,” ujar Hakiki memastikan penerapan protokol kesehatan di hotel. Pihaknya juga berharap bantuan pemerintah pusat dan daerah untuk karyawan yang dirumahkan dan terkena PHK tetap berlanjut. Bagi pengusaha, membayar operasional hotel, seperti listrik saja, sudah kewalahan.
Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati mengatakan, pemerintah juga terpukul akibat pandemi. Hingga triwulan II-2020, pendapatan pajak daerah Kota Cirebon dari sektor hiburan sekitar Rp 2,7 miliar, hotel (Rp 5,6 miliar), dan restoran (Rp 19,2 miliar).
Angka tersebut berkisar 40 persen dari target pendapatan Rp 66,9 miliar. Ketiga sektor ini berkontribusi hingga 44 persen dari target pendapatan pajak Kota Cirebon sekitar Rp 159 miliar. ”Pendapatan asli daerah pasti turun. Sampai akhir tahun, (perekonomian) belum normal. Target kunjungan wisatawan dipastikan kurang dari target, 2 juta orang,” katanya.
Eti paham, upaya meramaikan kembali Goa Sunyaragi tidak mudah. Belum semua orang ingin berwisata. Apalagi, saat Eti mengabarkan Goa Sunyaragi siap dikunjungi, kasus positif di Cirebon bertambah dua orang.
Kasus positif Covid-19 di Kota Cirebon sebanyak 12 orang, dua di antaranya meninggal dan delapan orang lainnya dinyatakan sembuh. Sebagian besar kasus merupakan pendatang dari daerah episentrum penyebaran Covid-19 di Jakarta dan sekitarnya. ”Kalaupun Cirebon aman dari Covid-19, orang yang datang dari luar, kan, belum tentu,” kata Eti.
Pendapatan asli daerah pasti turun. Sampai akhir tahun, (perekonomian) belum normal. Target kunjungan wisatawan dipastikan kurang dari target, 2 juta orang.
Meski demikian, kehadiran berbagai elemen di Goa Sunyaragi sore itu menggambarkan solidaritas untuk menghidupkan pariwisata sekaligus tetap menjaga kebersihan di masa pandemi. Apalagi, goa itu menjadi tempat melawan wabah kolera, malaria, dan frambusia pada abad ke-17.
Budayawan Cirebon, Raffan S Hasyim, mengatakan, salah satu cara melawan wabah penyakit kala itu ialah menyepi di Goa Sunyaragi, seperti yang dilakukan Sultan Matangaji, Sultan Sepuh V Keraton Kasepuhan. ”Di sana, Matangaji bertapa untuk mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa. Harapannya agar mengakhiri wabah,” katanya.
Goa ini konon tersambung dengan tempat persembunyian para pejuang sekaligus lokasi penyimpanan senjata demi melawan penjajah. Kini, Goa Sunyaragi kembali menjadi area perlawanan terhadap wabah. Agar tidak kalah, seluruh pihak harus berjuang menegakkan protokol kesehatan. Dan tetap memaknai Sunyaragi sebagai tempat menyepi, refleksi diri, bukan tempat berkerumun.