Masyarakat Nagari Beradaptasi dengan Covid-19 meskipun Tak Mudah
Desa-desa (nagari) di Sumatera Berat berjuang untuk hidup bersama Covid-19. Warga tak sabar kembali menghidupi kultur komunal yang melibatkan banyak orang dalam perhelatan (baralek).
Pandemi Covid-19 tiga bulan terakhir mengurangi interaksi sosial masyarakat di nagari-nagari, Sumatera Barat. Walaupun demikian, kultur kebersamaan masyarakat Minangkabau diyakini tidak akan luntur dan bakal beradaptasi dengan ancaman Covid-19.
Selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Sumbar, 22 April-7 Juni 2020, sejumlah kegiatan di tengah masyarakat yang kental dengan kebersamaan dan silaturahmi seperti menghilang. Sejak normal baru diterapkan pada 8 Juni 2020, kegiatan itu mulai muncul kembali dengan sejumlah penyesuaian.
Secara umum, masyarakat Minangkabau hidup dalam kultur yang guyub, terutama di nagari-nagari (desa). Banyak aktivitas melibatkan orang banyak, mulai dari baralek (perhelatan) pernikahan, syukuran kelahiran, akikah, pengajian, pasar tradisional, upacara adat, acara kesenian, upacara kematian, dan lainnya.
Dari kelahiran, perkawinan, hingga kematian ada proses budayanya. Dalam kondisi normal baru, kegiatan-kegiatan ini mulai bergerak. (Samsul Azwar)
Zulfakhri Utama (44), Wali Nagari Bukik Sikumpa, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota, Jumat (19/6/2020), mengatakan, pada masa PSBB, semua kegiatan yang melibatkan orang banyak tidak lagi diadakan. Hajatan, rapat nagari, acara yasinan, shalat berjemaah di masjid, dan sebagainya tak dapat dilakukan.
Sejak normal baru, beberapa kegiatan mulai muncul meskipun masih terbatas. Kelompok-kelompok yasin, misalnya, mulai kembali berkegiatan. Begitu pula dengan shalat berjemaah. Pernikahan juga mulai diadakan, tetapi tanpa hajatan.
”Ketika PSBB memang tidak ada sama sekali aktivitas yang melibatkan orang ramai. Sekarang sudah mulai dengan penerapan protokol kesehatan meski belum semua masyarakat disiplin. Ada yang masih lupa menggunakan masker dan lain-lain,” tuturnya.
Sebenarnya, kata Zulfakhri, sudah banyak pertanyaan dari masyarakat terkait kapan kegiatan keramaian, seperti hajatan, kembali diperbolehkan. Namun, masyarakat tetap menunggu kebijakan pemerintah dan mengikuti peraturan yang ada.
Di Nagari Bukik Sikumpa, masyarakat punya relasi sosial yang kuat. Sebagaimana masyarakat Minangkabau lainnya, warga sekitar saling bahu- membahu. Ketika baralek, misalnya, warga sekitar datang membantu tuan rumah untuk memasak, mendirikan dapur, dan lain-lainnya.
Yakin eksis
Zulfakhri yakin, relasi sosial semacam itu tidak bakal hilang di tengah masyarakat. Sebab, sudah terwariskan dari generasi ke generasi. Pilihannya, masyarakat bakal beradaptasi dengan keberadaan Covid-19 meskipun kedisiplinan penerapan protokol kesehatan menjadi tantangan.
Hal serupa juga terjadi di Nagari Baringin, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. Wali Nagari Baringin, Irman Idrus (71), mengatakan, sejak normal baru sejumlah aktivitas yang dilakukan bersama sudah dimulai kembali. Namun, tetap ada pembatasan-pembatasan mengantisipasi penularan Covid-19.
”Shalat berjemaah masih 50 persen dari kapasitas tempat, pakai masker. Baralek paling banyak 20-30 orang untuk syukuran, tidak boleh mengundang orang banyak dan mengadakan organ tunggal,” kata Irman.
Walaupun beberapa aktivitas itu diperbolehkan dengan penerapan protokol kesehatan, kata Irman, tidak semua masyarakat disiplin menerapkannya. Dalam shalat berjemaah, misalnya, masih ada jemaah tidak menggunakan masker. Di Nagari Baringin memang belum ada ditemukan kasus positif Covid-19.
Irman melanjutkan, terbatasnya kegiatan sebagai antisipasi penularan Covid-19 mulai menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di tengah masyarakat. Sampai kapan wabah ini akan berlangsung. Terganggunya relasi sosial telah merenggut kebahagiaan masyarakat.
”Masyarakat sangat bersemangat untuk berkegiatan bersama-sama. Adanya pembatasan membuat masyarakat kehilangan gairah. Tidak terlihat kegembiraan seperti biasanya,” kata Irman.
Menurut dia, belum ada gambaran pasti seperti apa kondisi di masyarakat pada masa mendatang. Namun, kultur berguyub masyarakat diyakini tidak akan hilang karena adanya Covid-19.
Sementara itu, pengabaian protokol kesehatan tidak mungkin dilakukan karena ada bahaya yang lebih besar. Masyarakat diyakini akan beradaptasi dengan situasi yang dialami.
Walaupun demikian, orang Minangkabau sejatinya sangat adaptif dan antisipatif. (Hasanuddin)
Samsul Azwar (46), Wali Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok mengatakan, relasi sosial di tengah masyarakat sangat kuat. Adat istiadat dan budaya yang kental dengan kebersamaan sangat melekat dalam kehidupan masyarakat.
”Dari kelahiran, perkawinan, hingga kematian ada proses budayanya. Dalam kondisi normal baru, kegiatan-kegiatan ini mulai bergerak,” kata Samsul. Di Nagari Batang Barus, belum ditemukan kasus positif Covid-19.
Meskipun kegiatan yang melibatkan banyak orang mulai diadakan kembali, kata Samsul, tetap ada pembatasan-pembatasan. Acara baralek, misalnya, undangan untuk orang dari luar nagari dibatasi. Penggunaan masker dan jaga jarak diterapkan, fasilitas cuci tangan disediakan, dan kegiatannya juga dipersingkat.
Akan tetapi, tidak semua masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan. Samsul khawatir ke depan masyarakat akan mengabaikan Covid-19. Terlalu lama terbelenggu Covid-19 bisa membuat masyarakat nekat melanggar protokol kesehatan.
Apalagi ketika PSBB, kata Samsul, ada kecemburuan di tengah masyarakat. Ketika masyarakat nagari sudah patuh menerapkan protokol kesehatan, nagari lain tidak patuh dan tidak diberi teguran atau dibiarkan saja. Kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah memudar.
”Adat istiadat sudah tertanam di masyarakat sejak mereka lahir tidak mungkin ditinggalkan. Khawatirnya, justru penerapan protokol kesehatan yang memudar. Namun, kami tetap menyosialisasikan kepada masyarakat,” ujarnya.
Masyarakat adaptif
Hasanuddin, Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas, mengatakan, pandemi Covid-19 menimbulkan rasa curiga dan saling menjaga jarak fisik di tengah masyarakat. Hal itu dapat dipahami dan memang menjadi keharusan. Namun, kondisi itu berdampak kepada ”jarak sosial” yang semestinya tidak boleh terjadi. Apabila pandemi dan normal baru ini berjalan dalam waktu lama, akan terjadi dampak sosial yang cukup signifikan.
Memang ada hikmah yang dapat dipetik dari masa pandemi. Komunikasi dengan WhatsApp yang dulu dianggap kurang sopan menjadi lumrah di masa pandemi. Musyawarah mufakat masih bisa terlaksana walaupun secara daring.
Namun, aktivitas sosial yang memerlukan kehadirin fisik sangat berkurang. Saat ada musibah kematian, misalnya, sangat sedikit orang yang datang dan itu termasuk musibah sosial.
”Walaupun demikian, orang Minangkabau sejatinya sangat adaptif dan antisipatif. Filosofinya, ’Sakali aie gadang, sakali tapian barubah.’ (Ketika air bah datang, tepian akan berubah). Maksudnya, kejadian alam yang luar biasa akan menimbulkan berbagai pergeseran dan perubahan dalam kehidupan material dan sosial. Oleh sebab itu, harus ada langkah-langkah antisipasi,” kata Hasanuddin.
Menurut dia, ninik mamak dan semua yang bertanggung jawab di nagari harus bahu-membahu menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Kampanye edukatif mesti sampai ke nagari-nagari. Contoh-contoh kasus mesti diinformasikan supaya masyarakat sadar sehingga tidak terjadi di nagari dan pandemi segera berakhir.
Hasanuddin melanjutkan, pandemi Covid-19 tidak bakal membuat kultur berguyub masyarakat hilang. Masyarakat bakal beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Memang, penggunaan masker cukup mengganggu ketika berinteraksi. Namun, jika itu secara rasional dan faktual signifikan menjadi keharusan, masyarakat bisa memahami dan mematuhinya.
”Mungkin nanti hanya yang sakit yang perlu diisolasi, dijauhi, dianjurkan tidak aktif. Atau kalau memang harus hadir, cukup yang sakit saja pakai masker. Artinya, kesadaran akan lebih ditekankan kepada yang kurang sehat, yang sehat dibiarkan saja untuk tidak pakai masker. Kultur baik yang baru adalah kembali menerapkan etika bersin, batuk, makan, bersih, dan lain-lain,” ujar dia.