Nakhoda Kapal Penyelundup Nikel Dikurung di Rutan Karimun
Nakhoda Kapal Motor Pan Begonia yang menjadi tersangka penyelundupan 40.090 metrik ton bijih nikel kini mendekam di Rumah Tahanan Kelas II B Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Kapal Motor Pan Begonia labuh jangkar di Perairan Tambelas, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Kamis (18/6/2020). Kapal itu ditangkap petugas dan Bea dan Cukai saat berupaya menyelundupkan bijih nikel ke Singapura.
BATAM, KOMPAS — Nakhoda Kapal Motor Pan Begonia yang menjadi tersangka penyelundupan 40.090 metrik ton bijih nikel kini dikurung di Rumah Tahanan Kelas II B Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau. Proses hukum terhadap warga negara Korea Selatan itu selanjutnya ditangani Kejaksaan Tinggi Kepri.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Khusus Kepri Agus Yulianto, Jumat (19/6/2020), mengatakan, dari hasil penyidikan, diketahui tersangka berinisial PMS baru pertama kali menyelundupkan bijih nikel dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara, ke Singapura. Muatan KM Pan Begonia itu ditaksir nilainya mencapai Rp 13,76 miliar.
Sebelumnya, petugas bea dan cukai telah menyidik 21 anak buah KM Pan Begonia dan 11 pemimpin perusahaan pemilik kapal, yaitu Pos Maritime TX S.A yang berbasis di Singapura. Hasilnya, nakhoda kapal ditetapkan menjadi tersangka karena penyelundupan itu merupakan inisiatifnya sendiri.
Awak kapal berbendera Panama itu berasal dari berbagai negara, beberapa di antaranya merupakan warga negara Indonesia (WNI). ”Kalau tidak salah ada dua (WNI). Namun, itu baru beberapa di antaranya, saya mesti tanya lagi untuk memastikan. Intinya, ada di antara mereka yang merupakan WNI,” kata Agus saat dihubungi lewat telepon dari Batam.
Kepala Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau Agus Yulianto saat memberi keterangan kepada para wartawan di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, Rabu (3/7/2019).
Pada 11 Februari lalu, tim patroli Bea dan Cukai Kepri mendapat informasi dari pusat bahwa ada sebuah kapal bermuatan bijih nikel yang menuju keluar daerah kepabeanan Indonesia menuju Singapura. Sehari berselang, petugas bea dan cukai berhasil mencegat KM Pan Begonia di perairan Pulau Mapur, Kabupaten Bintan.
Ada di antara mereka yang merupakan WNI.
Saat dilakukan pemeriksaan lanjut, nakhoda KM Pan Begonia tidak dapat menunjukkan pemberitahuan ekspor barang (PEB) dan bijih nikel yang dimuat itu tidak dilindungi dokumen yang sah berupa outward manifest. Penyelundupan bijih nikel itu menyebabkan potensi kerugian negara sebesar Rp 2,14 miliar.
Tersangka PMS yang merupakan warga Korsel diduga melanggar UU No 12/2006 tentang Perubahan atas UU No 10/1995 tentang Kepabeanan. Ia terancam penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Petugas Bea dan Cukai menunjukkan sampel bijih nikel yang diangkut Kapal Motor Pan Begonia, Kamis (18/6/2020).
Ketika ditanya terkait perusahaan tambang asal bijih nikel tersebut, Agus menyatakan hal tersebut bukan wewenang petugas bea dan cukai di Kepri. Kasus penyelundupan ini ditangani bersama dengan Kantor Wilayah DJBC Sulawesi Bagian Selatan.
”Saya tidak punya kewenangan menyampaikan tersebut karena data detailnya dapat dari sana. Kami yang di Kepri (menangani) kasus tentang pidana ekspor. Kami hanya mendalami pemenuhan pasal-pasal pelanggaran penyelundupan ekspor,” ujar Agus.
Ekspor mineral mentah, termasuk bijih nikel, telah dilarang pemerintah sejak Januari 2020. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan nilah tambah mineral di dalam negeri. Saat diolah menjadi feronikel, harganya melonjak 10 kali lipat dibandingkan saat masih berbentuk bijih. Jika sudah dimurnikan menjadi baja tahan karat, harganya naik lagi sedikitnya 20 kali lipat (Kompas, 19/5/2020).
Larangan ekspor mineral mentah awalnya terbit pada 2014, tetapi pemerintah merelaksasi ekspor nikel kadar 1,7 persen mulai 2017. Sebenarnya, relaksasi itu berlangsung hingga 2022, tetapi akhirnya batas waktunya dipercepat dan berakhir Januari 2020.
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arief mengatakan, larangan ekspor mineral mentah itu menuai respons yang beragam dari para pengusaha tambang. Salah satu masalah yang selama ini menjadi sorotan adalah rendahnya harga jual bijih nikel di dalam negeri.
”Ada yang menolak dan ada juga yang menerima larangan ini. Namun, kalau peraturannya sudah keluar, tentunya harus dipatuhi semua perusahaan tambang,” kata Irwandy.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Warga Desa Tambakua mengamati kawasan pegunungan yang rusak karena tambang nikel di Kecamatan Langgikima, Konawe Utara, Senin (5/8/2019). Kerusakan dituding sebagai salah satu penyebab banjir bandang yang menghantam 50 desa dan kelurahan di tujuh kecamatan.
Bagi petambang, harga jual dalam negeri terasa tak masuk akal karena ongkos produksinya saja mencapai 20 dollar AS per ton. Harga jual nikel kadar rendah 1,7 persen yang diekspor sekitar 40 dollar AS per ton, sedangkan harga jual kadar yang sama di dalam negeri kurang dari 20 dollar AS per ton (Kompas, 19/5/2020).
Menurut Irwandy, harga jual nikel seharusnya mematuhi harga patokan mineral yang telah ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong pertumbuhan industri hilir agar tujuan meningkatkan nilai tambah dalam negeri dapat benar-benar tercapai.