Ismail Ahmad (41), warga Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, meminta maaf di kantor polisi lantaran mengunggah guyonan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Ismail Ahmad (41), warga Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, meminta maaf di kantor polisi lantaran mengunggah guyonan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Guyonan Gus Dur itu menyebutkan polisi jujur terdiri atas patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso, mantan kepala Polri. Polisi menilai unggahan itu sensitif.
Ismail yang dihubungi Kompas dari Ambon, Maluku, pada Kamis (18/6/2020), mengatakan, persoalan itu sudah diselesaikan. Tidak ada tuntutan hukum baginya setelah menyampaikan permintaan maaf dalam keterangan pers di Markas Kepolisian Resor Sula di Sanana pada Selasa (16/6/2020) petang. Keterangan pers itu digelar secara khusus oleh polisi. ”Masalahnya sudah selesai,” ujar Ismail.
Ismail kembali menegaskan, masalah tersebut sudah selesai. Ia tidak mau memperpanjang lagi masalah tersebut. Ia ingin tenang. Postingan yang menggunakan nama akun Mail Sula pun sudah ia hapus. Postingan ditandai juga pada tiga pengguna akun. Dari tangkapan layar yang diperoleh Kompas, setelah 31 menit diunggah, tulisan itu mendapat respons dari 15 akun dan dikomentari empat akun.
Ismail menuturkan, dirinya tidak memiliki motivasi apa pun terkait unggahan itu tersebut. Ia mengunggah itu setelah membaca tulisan dari beberapa artikel. Ia secara pribadi menganggap Hoegeng sebagai sosok inspiratif. Sebagai aparatur sipil negara, dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan (Diklat Pim) yang dia ikuti, nama Hoegeng dan mantan Jaksa Agung Baharuddin Lopa selalu ditonjolkan sebagai sosok antikorupsi.
Kedua tokoh itu dinilai jujur dan sederhana saat mengemban tugas negara dengan posisi tertinggi pada masing-masing institusi. Dalam sejumlah literatur dan kesaksian, kedua tokoh itu disebut tokoh antikorupsi yang pernah dimiliki Indonesia. Ismail dan semua aparatur sipil negara lainnya diharapkan mewarisi sikap jujur, sederhana, dan antikorupsi.
”Saya duduk baca-baca artikel tentang Gus Dur. Ada satu yang saya rasa bagus gitu. Ada tulisan yang menyebutkan Jenderal Hoegeng. Siapa yang tidak kenal Hoegeng,” tuturnya. ”Saya mengalir saja. Tidak ada maksud apa-apa (mengunggah tulisan itu). Mungkin dari polisi merasa tersinggung, ya sudah mohon maaf,” ucapnya. Tulisan itu diunggah pada Jumat siang sekitar pukul 11.00 WIT.
Saya duduk baca-baca artikel tentang Gus Dur. Ada satu yang saya rasa bagus gitu. Ada tulisan yang menyebutkan Jenderal Hoegeng.
Tiga jam kemudian, anggota Satuan Intelijen Polres Kepulauan Sula datang menjemput Ismail di rumahnya. Ia dibawa ke markas polres untuk dimintai penjelasan dan klarifikasi terkait unggahan itu. ”Waktu itu mereka (polisi) tanya, maksud dari postingan itu apa?” ujarnya. Setelah menjelaskan maksudnya, Ismail pulang ke rumah. Kala itu, ia merasa tertekan lantaran baru pertama kali berurusan dengan polisi.
Hari Selasa (16/6), Ismail diminta datang lagi ke Markas Polres Kepulauan Sula. Tiba di kantor, pihak polres sudah menyiapkan konferensi pers, termasuk secarik tulisan berisi permintaan maaf. Ismail diminta untuk membacakannya. ”Waktu itu, saya minta maaf kalau postingan itu menyinggung institusi Polri,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara Ajun Komisaris Besar Adip Rojikan yang dihubungi secara terpisah mengatakan, polisi tidak memroses hukum Ismail. ”Cuma mengedukasi masyarakat bahwasanya hal-hal yang sensitif terhadap sesuatu hal itu kiranya tidak dipublikasi,” katanya.
Saat ditanya mengenai guyonan itu sudah biasa dan bahkan pernah juga diucapkan oleh pimpinan Polri, Adip enggan mengomentari. Ia menyarankan agar hal tersebut ditanyakan langsung ke Kepala Polres Kepulauan Sula. ”Itu, kan, kejadian di Polres Sula. Silakan konfirmasi ke Kapolres Sula,” katanya.
Kompas mencoba menghubungi Kepala Polres Kepulauan Sula Ajun Komisaris Besar M Irvan, tetapi belum bisa tersambung.