Anggaran Pilkada 2020 di Sulawesi Utara tidak akan ditambah pemerintah provinsi. KPU dan Bawaslu Sulawesi Utara berupaya menghemat anggaran yang sudah dicairkan dan merealokasinya.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Anggaran Pilkada 2020 di Sulawesi Utara tidak akan ditambah pemerintah provinsi. Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Utara berupaya menghemat anggaran yang sudah dicairkan dan merealokasinya untuk memenuhi kebutuhan alat pelindung diri.
Dihubungi dari Manado, Kamis (18/6/2020), Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Pemprov Sulut Jemmy Kumendong mengatakan, anggaran Pilkada 2020, terutama pemilihan gubernur, tidak berubah dari Rp 360 miliar yang sudah disepakati sebelum pandemi Covid-19 merebak. Sekitar 40 persen dari dana itu sudah cair.
”Untuk KPU Rp 220 miliar, Bawaslu Rp 110 miliar, dan sisanya untuk TNI-Polri. Sekitar 40 persen sudah cair di termin pertama. Rata-rata semua provinsi di Indonesia seperti itu karena jadwal pencairan sebelum pandemi Covid-19,” kata Jemmy.
Jemmy mengakui ada permintaan tambahan anggaran Pilkada 2020 untuk menyediakan alat pelindung diri (APD), alat tes cepat, dan penunjang pelaksanaan protokol kesehatan lainnya, seperti tempat cuci tangan dan hand sanitizer, di tempat pemungutan suara (TPS). Tambahan yang diminta sekitar Rp 14 miliar. ”Tetapi, dalam situasi ini, pemprov tidak ada duit lagi,” katanya.
APBD Sulut sebesar Rp 4,1 triliun sudah dipotong setengah untuk belanja tidak langsung, seperti membayar gaji dan tunjangan pegawai pemerintah, 20 persen untuk anggaran pendidikan, 10 persen untuk kesehatan, dan 1 persen untuk inspektorat. Kucuran dana alokasi umum (DAU) Rp 1,4 triliun juga sudah ditunda.
Pemprov Sulut juga merealokasi anggaran sebanyak tiga kali untuk menangani dampak kesehatan ataupun ekonomi dari Covid-19. Dari dana awal Rp 96 miliar, kini Rp 191,5 miliar telah digunakan hingga Senin (15/6/2020). ”Kami masih akan refocusing anggaran keempat kalinya,” kata Jemmy.
Karena itu, KPU dan Bawaslu Sulut diminta memaksimalkan anggaran yang ada dan menghematnya. Anggaran untuk agenda yang bisa ditunda, seperti yang melibatkan tatap muka orang banyak, bisa direalokasi untuk mengadakan APD.
Setelah kami hitung, masih dibutuhkan lebih kurang Rp 10 miliar.
Komisioner KPU Sulut, Salman Saelangi, mengatakan telah ”merasionalisasi” anggaran. Rapat koordinasi diselenggarakan secara daring melalui konferensi video. Pelantikan 5.514 anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) pun dilaksanakan serentak dan daring. Diperkirakan lebih dari Rp 1 miliar anggaran pelantikan dapat dihemat.
”Arah rasionalisasi anggaran kami adalah menyiapkan dana untuk APD tentunya. Setelah kami hitung, masih dibutuhkan lebih kurang Rp 10 miliar. Namun, pemprov kelihatan keberatan untuk menambah sehingga permintaan kami diajukan kepada pemerintah pusat untuk dipenuhi dari APBN,” kata Salman.
Kebutuhan Rp 10 miliar pun masih bisa terus membengkak. Selain karena jumlah TPS yang pasti bertambah seiring jumlah PPS, jumlah pemilih 17 tahun pasti bertambah selama 23 September hingga 9 Desember sehingga akan ada data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) susulan. Jumlah surat suara pun kemungkinan perlu ditambah.
”Logistik mulai dari APD, hand sanitizer, disinfektan untuk bilik pemilihan, pengukur suhu tubuh inframerah, hingga alat pencoblos sekali pakai harus ditambah. Kalau bisa, cadangan APD diperbanyak pemerintah sehingga bisa diberikan kepada pemilih yang, misalnya, flu saat datang ke TPS,” kata Salman.
Menjelang tahap verifikasi faktual pendukung calon perseorangan, Salman menyebut, kebutuhan APD makin mendesak. PPS pun wajib mengenakan APD yang memadai saat menemui pendukung calon. Salman berharap, kebutuhan ini dapat segera disediakan pemerintah pusat melalui APBN. Apalagi, ada empat daerah yang memiliki calon perseorangan, yaitu Manado, Tomohon, Minahasa Utara, dan Minahasa Selatan.
Sebagai alternatif, pendukung calon perseorangan yang tak dapat ditemui karena sedang di luar daerah atau sakit dapat dihubungi lewat panggilan video difasilitasi calon.
”Sudah ada regulasinya. Kami menunggu kepastian dari Peraturan KPU tentang pilkada di masa pandemi,” kata Salman.
Di lain pihak, anggota Bawaslu Sulut, Herwyn Malonda, mengatakan, pihaknya telah mengajukan dana tambahan Rp 4 miliar kepada Pemprov Sulut. Permintaan itu juga dialihkan kepada pemerintah pusat.
Kebutuhan dana tambahan ini seiring bertambahnya jumlah TPS karena satu TPS hanya boleh menampung 500 pemilih dari sebelumnya 800. Artinya, jumlah pengawas harus ditambah. ”Sekarang sekitar 600 pengawas, bertambah sedikit dari sebelumnya,” katanya.
Namun, kebutuhan yang sangat mendesak saat ini adalah APD menjelang verifikasi faktual calon perseorangan. Herwyn berharap, kebutuhan itu bisa disediakan oleh pemerintah pusat atau daerah sehingga para pengawas pilkada bisa fokus pada tugasnya tanpa harus disibukkan urusan logistik.
”Ini sudah urgen, sudah dekat hari-H. Kami akan berkoordinasi dengan pemda dan gugus tugas daerah terkait pengadaannya. Kalau tidak ada dari pemerintah pusat atau daerah, otomatis kami harus adakan sendiri. Sudah ada anggarannya, tapi, kan, tentu ada teknis pengadaan dan butuh waktu juga,” katanya.
APD yang dibutuhkan bawaslu tergolong level 1, meliputi masker, pelindung wajah (face shield), dan sarung tangan. Adapun anggaran pilkada juga akan digunakan untuk subsidi honor kelompok kerja pengawas di tingkat kabupaten kota, pengadaan bahan sosialisasi, dan seragam pengawas.