Luas Tanam Bawang Merah Anjlok, Waspadai Gejolak Harga di Bulan Agustus
Kelangkaan bibit memaksa para petani bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mengurangi luasan tanam, bahkan beralih komoditas. Kondisi ini bakal menurunkan produksi bawang merah sekaligus memicu gejolak harga.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
BREBES, KOMPAS — Kelangkaan bibit memaksa para petani bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mengurangi luasan tanam, bahkan beralih komoditas. Kondisi ini diperkirakan menurunkan produksi bawang merah Brebes pada musim panen bulan Agustus sekaligus memicu gejolak harga di pasaran.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Brebes mencatat, luas lahan tanam bawang merah pada Juni 2020 sekitar 1.889 hektar. Jumlah ini menurun dibandingkan luas lahan tanam bawang merah pada Juni 2019, yakni 3.003 hektar.
”Jika diasumsikan, satu petani menggarap sekitar seperempat hektar, artinya ada 4.000-an petani yang beralih komoditas. Rata-rata, mereka beralih menanam padi atau jagung yang modalnya tidak setinggi bawang merah,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Brebes Yulia Hendrawati, Kamis (18/6/2020).
Tiga bulan terakhir, sejumlah petani mengeluhkan kenaikan harga bibit bawang merah di Brebes. Kenaikan harga mencapai dua kali lipat dibandingkan pada kondisi normal.
Pada kondisi normal, harga bibit bawang merah di Brebes berkisar Rp 20.000-Rp 30.000 per kilogram (kg). Belakangan, harganya mencapai Rp 70.000 per kg. Harga ini merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
”Biasanya, harga bibit bawang merah paling tinggi Rp 50.000 per kg. Kalau harga bibitnya saja sudah Rp 70.000 per kg, nanti saat panen mau dijual berapa (bawang merahnya)?” kata Sutikno (43), petani bawang merah Desa Krasak, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Kamis.
Agar tidak terlalu merugi, Sutikno memilih tidak menanami seluruh lahan pertaniannya dengan bibit bawang merah. Dari lahan seluas setengah hektar atau 5.000 meter persegi yang dimilikinya, ia gunakan 2.500 meter persegi untuk menanam jagung dan sisanya untuk bawang merah.
Menurut Sutikno, modal yang dikeluarkan untuk membeli bibit jagung yang ditanam pada lahan seluas 2.500 meter persegi miliknya sekitar Rp 275.000. Adapun biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit bawang merah dengan luas lahan yang sama mencapai Rp 17,5 juta.
Yulia mengungkapkan, kelangkaan bibit bawang merah di Brebes terjadi karena hasil panen pada periode Januari-April tidak banyak. Normalnya, produktivitas bawang merah mencapai 10 ton per hektar. Akibat cuaca buruk dan banjir, produktivitasnya turun menjadi 5,7 ton per hektar.
”April lalu, harga jual bawang merah di tingkat konsumen mencapai Rp 40.000 per kg, jauh dari harga acuan Kementerian Perdagangan Rp 32.000 per kg. Hal itu membuat petani menjual bawang merah miliknya, termasuk yang seharusnya disimpan sebagai bibit untuk ditanam pada bulan Juni,” tutur Yulia.
Oleh karena harga bibit berupa umbi mahal, Yulia menyarankan para petani membeli bibit berupa biji. Harga bibit berupa biji dinilai lebih murah, yakni Rp 3 juta per kilogram. Untuk setiap 1 hektar lahan tanam, petani memerlukan bibit berupa biji sebanyak 4 kg atau sekitar Rp 12 juta. Ini lebih murah ketimbang ongkos bibit jenis umbi yang mencapai Rp 17,5 juta untuk 2.500 meter persegi.
Kendati demikian, masa tanam bawang merah menggunakan bibit biji lebih lama dibandingkan masa tanam bawang merah menggunakan bibit umbi. Jika ditanam menggunakan bibit umbi, bawang merah bisa dipanen paling cepat 70 hari. Sementara itu, jika ditanam menggunakan bibit biji, bawang merah baru bisa dipanen ketika usia minimal 90 hari.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia Juwari memperkirakan, penurunan luas tanam bawang merah bakal berakibat pada berkurangnya produktivitas bawang merah Brebes pada musim panen Agustus. Penurunan diperkirakan mencapai 25 persen dari jumlah panen Agustus tahun lalu.
”Kondisi ini tidak hanya terjadi di Brebes, tetapi juga di daerah penghasil bawang merah lain, seperti Demak, Pati, Kendal, Nganjuk (Jawa Timur), dan Probolinggo (Jawa Timur). Pemerintah harus mewaspadai gejolak harga bawang merah yang kemungkinan terjadi pada bulan Agustus,” tutur Juwari.
Juwari menyarankan pemerintah mempertimbangkan opsi impor bibit umbi. Kendati demikian, kuota impor itu perlu dibatasi dan penanamannya harus diawasi. Pemasaran bawang merah yang ditanam menggunakan bibit impor juga harus diekspor.