Kasus Positif Meningkat di Daerah, Penularan dari Episentrum
Pergerakan orang dari daerah episentrum penyakit Covid-19 pasca-pelonggaran pembatasan sosial berskala besar memicu peningkatan kasus positif Covid-19 di Cirebon dan Kuningan, Jawa Barat. Tes usap pun menyasar pendatang.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pergerakan orang dari daerah episentrum Covid-19 pascapelonggaran pembatasan sosial berskala besar memicu peningkatan kasus positif Covid-19 di Cirebon dan Kuningan, Jawa Barat. Para pendatang akan menjalani tes usap untuk menekan penyebaran Covid-19.
Kasus terbaru, dua warga Kota Cirebon terinfeksi virus korona tipe baru penyebab Covid-19 setelah pulang dari Bekasi, salah satu episentrum penyebaran Covid-19. Pria berusia 64 tahun dan perempuan berumur 62 tahun tersebut mengeluh tidak enak badan dan masuk rumah sakit.
Mereka lalu menjalani tes cepat pada Senin (15/6/2020) dengan hasil reaktif. Pemeriksaan pun dilanjutkan dengan usap tenggorokan (swab) pada Selasa. Hasilnya, mereka positif Covid-19. Keduanya kini menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Kota Cirebon.
Dengan begitu, kasus positif Covid-19 di Kota Cirebon mencapai 12 orang. Dua di antaranya meninggal dunia dan delapan orang lainnya dinyatakan sembuh. Dari jumlah tersebut, sebagian besar kasus berasal dari daerah episentrum, seperti Jakarta dan Bekasi.
”Kami mengimbau masyarakat menahan diri untuk bepergian, terutama ke daerah episentrum. Meskipun sudah relaksasi PSBB (pembatasan sosial berskala besar), bukan berarti kondisinya kembali normal,” kata Sekretaris III Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Cirebon Sri Laelan.
Bahkan, katanya, kedua kasus tersebut merupakan alarm datangnya gelombang kedua peningkatan penyebaran Covid-19 jika pergerakan orang tidak dibatasi. Laelan meminta masyarakat lebih mandiri menerapkan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker dan menjaga jarak.
Meskipun pemeriksaan terhadap pelaku perjalanan atau pendatang dari luar Kota Cirebon tidak lagi berlanjut, pengawasan tetap dilakukan di tingkat rukun warga. Setiap pendatang dari daerah episentrum dianjurkan mengisolasi mandiri.
Bahkan, para pendatang asal episentrum akan menjalani tes usap untuk mengidentifikasi kasus Covid-19. ”Dua hari ini, kami sudah mengetes 242 orang yang terdiri dari pelaku perjalanan, tenaga kesehatan, orang dalam pemantauan, dan pasien dalam pengawasan. Target kami untuk tes swab 1.242 orang dalam 10 hari,” ujarnya.
Hingga akhir tahun, pihaknya menargetkan 4.642 warga menjalani tes usap. Jumlah ini sekitar 1,36 persen dari total penduduk Kota Cirebon yang sekitar 340.000 orang. Cakupan tes itu termasuk bantuan dari Pemerintah Provinsi Jabar sebanyak 1.242 alat tes usap.
Dua hari ini, kami sudah mengetes 242 orang yang terdiri dari pelaku perjalanan, tenaga kesehatan, orang dalam pemantauan, dan pasien dalam pengawasan. Target kami untuk tes swab 1.242 orang dalam 10 hari.
Ke depan, Laelan mendorong para pendatang dari episentrum untuk melaporkan keberadaannya kepada RT-RW setempat. Begitu pun jika para pendatang merasa tidak enak badan. ”Penyakit Covid-19 ini bukan aib. Kami meminta masyarakat mendukung warga terpapar Covid-19. Ini sangat berpengaruh pada kesembuhan pasien,” ujarnya.
Di Kuningan, seorang pria berusia 60 tahun yang datang dari Jakarta juga terkonfirmasi positif Covid-19. Kasus positif di daerah itu pun menjadi 16 orang, dua di antaranya meninggal dunia dan 12 orang lainnya sembuh. Sebagian besar kasus berasal dari daerah episentrum. Sekitar 70.000 pendatang tercatat kembali ke Kuningan sebelum Lebaran.
Kepala Dinas Kesehatan Kuningan Susi Lusiyanti mengatakan, dalam 10 hari mendatang, pihaknya menggelar tes usap massal terhadap 1.485 warga yang tersebar di 376 desa. Sekitar 20 persen di antaranya menyasar pelaku perjalanan atau pedagang. Hal ini untuk mengidentifikasi kasus Covid-19 karena pendatang dari daerah episentrum rentan terpapar virus korona tipe baru.
Sebelumnya, pengawasan terhadap pergerakan orang di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dilaporkan semakin longgar. Pengawasan kepemilikan surat izin keluar masuk (SIKM) daerah tersebut pun kini ada di tangan pengurus rukun warga. Padahal, pengurus RW tak punya sumber daya dan dasar hukum memadai untuk penertiban SIKM (Kompas, 18/6/2020).