Permintaan Ekspor Membaik, Industri Karet Diharapkan Segera Bangkit
Industri karet Sumatera Utara bersiap bangkit kembali setelah terpuruk selama pandemi Covid-19. Selama pandemi, volume ekspor karet dari Sumut anjlok lebih dari 50 persen. Permintaan negara tujuan ekspor kini membaik.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Industri karet Sumatera Utara bersiap bangkit kembali setelah terpuruk selama pandemi Covid-19. Permintaan dari negara tujuan ekspor utama, seperti Jepang, China, dan Amerika Serikat, kini mulai membaik. Selama pandemi, volume ekspor karet dari Sumut anjlok lebih dari 50 persen.
”Kinerja industri karet remah semakin parah pada Mei akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Kami perkirakan, pada Juni in,i ekspor karet mulai membaik seiring dengan membaiknya permintaan dari negara tujuan ekspor utama,” kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah, Selasa (16/6/2020).
Edy mengatakan, volume ekspor karet Sumut pada Mei hanya 14.975 ton, anjlok dibandingkan dengan April yang masih bertahan di 24.692 ton dan Maret 33.103 ton. Menurunnya volume ekspor tersebut terjadi karena ada penundaan ekspor dari kontrak sebelumnya dan menurunnya pembelian di pasar dunia.
Akibat penurunan volume ekspor yang sangat dalam, kata Edy, industri karet remah harus mengurangi produksi. Pengurangan tenaga kerja pun terpaksa dilakukan untuk menjaga keberlangsungan usaha. Pabrik-pabrik karet di Sumut hanya beroperasi 2-3 hari dalam seminggu.
Edy mengatakan, volume ekspor karet pada Juni diperkirakan akan membaik seiring dengan meningkatnya permintaan dari negara tujuan ekspor utama. ”China yang sempat turun ke posisi tujuh kini sudah naik kembali ke posisi dua negara tujuan ekspor Sumut,” kata Edy.
Edy mengatakan, enam negara tujuan utama ekspor karet mencakup 74,21 persen ekspor karet, yakni Jepang, China, AS, Kanada, Turki, dan Brasil. Industri karet Sumut sangat terpengaruh pandemi karena industri di negara tujuan tersebut melambat.
Sawit membaik
Sementara itu, Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Sumut Timbas Prasad Ginting mengatakan, penurunan volume ekspor selama pandemi Covid-19 juga terjadi pada minyak sawit mentah (CPO), tetapi tidak signifikan. ”Semua pabrik dan kebun sawit di Sumut masih terus berproduksi karena permintaan CPO dari negara tujuan ekspor masih tetap baik,” kata Timbas.
Timbas mengatakan, di Sumut terdapat 1,8 juta hektar kebun sawit dengan 162 pabrik kelapa sawit. Menurut Timbas, hingga saat ini tidak ada karyawan di perkebunan dan di pabrik yang dirumahkan atau diberhentikan. Petani sawit tetap bisa menjual tandan buah segar (TBS) sawit ke pabrik sehingga ekonomi di desa sentra sawit tetap bergerak.
Perkebunan dan pabrik kini menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Perkebunan dan pabrik kini menerapkan protokol kesehatan yang ketat. ”Kami sangat berhati-hati karena jika ada penularan di perkebunan atau pabrik bisa menghentikan operasional,” kata Timbas.
Timbas mengatakan, kebun sawit dan desa di sekitarnya sekarang dijaga ketat. Hanya karyawan dan penduduk yang diizinkan masuk ke perkebunan sawit. Karyawan juga diminta untuk tidak keluar dari kawasan perkebunan. Karyawan yang mempunyai kebutuhan mendesak diizinkan keluar perkebunan dengan membuat laporan rencana dan riwayat perjalanan di luar kebun.
Bulan ini harga tandan buah sawit (TBS) juga membaik meskipun tipis. Berdasarkan penetapan harga TBS yang dilakukan Kelompok Kerja Teknis Tim Rumus Harga TBS Produksi Petani Provinsi Sumatera Utara, harga TBS periode 13-19 Mei 2020 berkisar Rp 1.088,97-Rp 1.401,14 per kilogram bergantung pada umur tanaman. Pada periode 10- 16 Juni 2020, harga TBS sedikit naik berkisar Rp 1.187,76-Rp 1.528 per kilogram. Namun, angka itu masih rendah dibandingkan harga periode 15-28 April yang berkisar Rp 1.400,17-Rp 1.801,75.