Pemda Miliki Dasar Hukum Geser Pos Anggaran untuk Optimalisasi
Untuk Pilkada 2020, Mendagri Tito Karnavian mengeluarkan aturan baru realokasi pos anggaran di Naskah Perjanjian Hibah Daerah untuk Pilkada 2020. Realokasi diizinkan agar Pilkada 2020 dapat dijalankan optimal.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengeluarkan aturan baru sebagai payung hukum realokasi pos anggaran di Naskah Perjanjian Hibah Daerah atau NPHD untuk Pilkada 2020. Realokasi pos di NPHD tersebut diizinkan sejauh untuk optimalisasi pemenuhan kebutuhan pilkada di tengah pandemi Covid-19.
Realokasi dana di NPHD tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perubahan Permendagri No 54/2019 tentang Pendanaan Kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Permendagri diteken Senin (15/6/2020) kemarin, yang diterima Kompas semalam.
Dalam Permendagri itu, penyelenggara pemilu di daerah diminta memberitahukan kepada kepala daerah setempat apabila ingin mengubah rincian penggunaan dana di NPHD. Perubahan itu meliputi pemenuhan kebutuhan optimalisasi untuk penyesuaian tahapan, jadwal, dan program pemilu akibat pandemi Covid-19 serta penyesuaian standar kebutuhan barang dan honorarium pada penyelenggara pemilu daerah.
Perubahan dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah besaran dana di NPHD yang telah ditetapkan.
”Perubahan dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah besaran dana di NPHD yang telah ditetapkan,” ujar Tito dalam penjelasannya mengenai Permendagri kemarin.
Sebelum mengubah rincian dana di NPHD, penyelenggara pemilu di daerah diminta menyampaikan permohonan terlebih dahulu kepada kepala daerah. Kepala daerah wajib menindaklanjuti permohonan tersebut paling lama tujuh hari kerja setelah usulan permohonan diterima.
Tim Anggaran Pemerintah Daerah selanjutnya akan melakukan pembahasan bersama penyelenggara pemilu daerah dan dituangkan dalam berita acara. Berdasarkan berita acara tersebut, revisi anggaran boleh dilakukan dengan pemberitahuan kepada kepala daerah.
”Dalam hal kepala daerah tidak menindaklanjuti dan menyelesaikan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud, permohonan KPU provinsi, Bawaslu Provinsi, KPU kabupaten/kota dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota dinyatakan setuju,” kata Tito.
Penyesuaian standar kebutuhan barang/jasa dan honorarium untuk protokol kesehatan penanganan pandemi Covid-19 meliputi alat pelindung diri, santunan bagi penyelenggara pemilih dengan besaran ditetapkan oleh kepala daerah, penambahan jumlah tempat pemungutan suara, penyesuaian honorarium bagi penyelenggara pemilih, serta berbagai kebutuhan terkait keselamatan dan perlindungan bagi penyelenggara dan pemilih.
”Pengadaan barang dan jasa dalam tahapan pelaksanaan Pilkada 2020 pada masa pandemi Covid-19 harus sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa,” ucap Tito lagi.
Belum cair karena kehati-hatian KPU
Sementara itu, diberitakan hari ini, panitia pemungutan suara atau PPS, badan ad hoc penyelenggara pilkada serentak 2020, harus menggunakan alat pelindung diri milik pribadi pada saat pelantikan, Senin kemarin. Belum dicairkannya tambahan anggaran untuk kebutuhan pemenuhan protokol penanganan Covid-19 menjadi salah satu penyebabnya.
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada 2020, tahapan pilkada yang terhenti pada akhir Mei akibat pandemi Covid-19 kembali bergulir tanggal 15 Juni 2020.
Hal ini diawali dengan pengaktifan badan-badan ad hoc penyelenggara pilkada, termasuk di antaranya pelantikan anggota PPS yang bertugas di tingkat desa/kelurahan. Berdasarkan data KPU, pada Pilkada 2020, ada 140.235 anggota PPS.
Jangan sampai ada kesalahan prosedur yang dapat menimbulkan akibat hukum di kemudian hari.
Anggota KPU Banten, Eka Satialaksmana, saat dihubungi, Senin, mengatakan, petugas ad hoc yang dilantik diminta membawa APD. Jenis APD yang diminta untuk dibawa secara mandiri itu adalah masker. Sementara perlengkapan lain, seperti hand sanitizer dan perlengkapan cuci tangan, disiapkan Panitia Pemilihan Kecamatan dan KPU tingkat kabupaten/kota masing-masing. ”KPU (Banten) tidak punya persediaan APD,” kata Eka.
Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan, terkait pencairan tambahan anggaran dan distribusi APD, hingga saat ini sekretariat KPU masih berkoordinasi dengan pemerintah dan pemerintah provinsi serta kabupaten/kota. Dalam waktu dekat direncanakan ada rapat koordinasi antara KPU, pemerintah, BPK, kejaksaan, KPK, dan BPKP.
Raka mengatakan, hal itu menyusul prinsip kehati-hatian dalam pencairan anggaran keuangan negara yang tetap harus dipegang. Dia menambahkan, jangan sampai ada kesalahan prosedur yang dapat menimbulkan akibat hukum di kemudian hari.