Selama pandemi, tim Gugus Tugas Covid-19 Sulsel sudah melakukan 26.417 tes PCR. Tes agresif, baik melalui tes cepat maupun tes PCR, akan terus dilakukan untuk menjaring kasus-kasus positif.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS —Sejak awal pandemi hingga kini, tim Gugus Tugas Covid-19 Sulawesi Selatan sudah melakukan 26.417 tes reaksi berantai polimerase atau PCR. Untuk mencapai titik kulminasi pandemi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar mendesak tes PCR lebih masif dilakukan.
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Ichsan Mustari, yang juga juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sulsel, mengatakan, saat ini tim gugus tugas fokus melakukan tes secara agresif, penelusuran kontak, dan edukasi. ”Sejauh ini tes PCR yang dilakukan sudah 26.417 tes,” kata Ichsan saat konferensi pers daring di Makassar, Senin (15/6/2020) malam.
Dia melanjutkan, tes PCR akan terus dilakukan walau belum bisa menyebut target ke depan seperti apa. ”Sedang kami susun. Begitu juga dengan penelusuran kontak akan masif dilakukan. Kami akan meminta bantuan mahasiswa Unhas (Universitas Hasanuddin) untuk tenaga lapangan,” kata Ichsan.
Untuk sementara, kata Ichsan, tim gugus tugas masih akan fokus ke tes PCR dan belum menggunakan metode TCM (tes cepat molekuler). Selain karena fasilitas tes PCR lebih mendukung, hal ini dikatakannya juga agar hasil pemeriksaan yang diperoleh konsisten.
Saat ini, Sulsel didukung tujuh laboratorium PCR yang tersebar di Kota Makassar, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Soppeng. Hal ini membuat kemampuan pemeriksaan laboratorium Sulsel disebut dua kali lipat rata-rata nasional.
Sebagai gambaran, kemampuan memeriksa Sulsel untuk jumlah tes harian dan total tes PCR per hari sebanyak 60 sampel per 1.000.000 penduduk, sedangkan secara nasional 30 sampel per 1.000.000 penduduk. Ichsan mengatakan, jumlah tes PCR terbanyak yang pernah dilakukan dalam satu hari adalah 786 tes pada 5 Juni.
Namun, berdasarkan rasio dengan jumlah penduduk Sulsel yang mencapai 8 juta jiwa, 26.417 tes PCR selama sekitar tiga bulan masa pandemi ini baru mencakup 0,33 persen. Sementara sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah tes PCR paling sedikit adalah 1 orang per 1.000 penduduk setiap minggu atau 0,1 persen per minggu. Artinya, berdasarkan perhitungan itu, dalam rentang waktu tiga bulan seharusnya paling tidak dilakukan 96.000 tes PCR di Sulsel.
Sebelumnya, pakar epidemiologi Unhas, Ridwan Amiruddin, mengatakan, tes agresif, baik melalui tes cepat maupun PCR, penting untuk menjaring kasus-kasus positif. Terlebih, dengan kondisi angka reproduksi kasus yang masih tinggi, yakni 0,9-1,8, dengan penggandaan sekitar satu pekan.
”Memang ini yang kami rekomendasikan untuk dilakukan, yakni tes agresif. Semakin banyak kasus positif yang dijaring, semakin cepat kemungkinan penyebaran bisa dicegah,” kata Ridwan.
Ridwan mengingatkan, berdasarkan penelitian dan penghitungan epidemiologi, puncak pandemi terjadi di Sulsel pada akhir Juni hingga awal Juli. Adapun di Makassar, puncak pandemi diprediksi mulai terjadi pada pekan ketiga Juni.
Karena tes PCR adalah bentuk pertanggungjawaban secara medis dan ilmiah, bukan pertanggungjawaban politik.
Setidaknya ini sudah tampak pada angka kasus Sulsel, terutama Makassar, yang terus meningkat. Pada Senin (15/6/2020), jumlah kasus kumulatif positif Covid-19 di Sulsel naik menjadi 2.941 dengan penambahan 101 kasus dibandingkan sehari sebelumnya. Sejauh ini, lebih dari 50 persen kasus positif berasal dari Makassar.
Terkait kasus positif di Makassar yang terus meningkat, IDI Makassar mendorong agar tes PCR lebih masif dilakukan. ”Karena tes PCR adalah bentuk pertanggungjawaban secara medis dan ilmiah, bukan pertanggungjawaban politik. Tes PCR akan memudahkan penelusuran,” ujar juru bicara IDI Kota Makassar, Wahyudi Muchsin.
Dia melanjutkan, memang ketika PCR dimasifkan, angka kasus pasti akan meningkat. Justru ini akan menjadi titik kulminasi untuk bisa memastikan kondisi daerah dan siap atau tidaknya memasuki kehidupan normal baru.
”Kami di IDI berharap normal baru tidak dipaksakan dilakukan sebelum angka kurva landai. Saat ini, kasus dokter yang terpapar di Sulsel, terutama Makassar, semakin banyak,” kata Wahyudi.
Peningkatan kasus positif Covid-19 di Sulsel mulai terasa sejak setelah Idul Fitri. Banyak pihak menilai, pelonggaran yang dilakukan sebelum PSBB berakhir pada 22 Juni lalu jadi salah satu penyebab. Satu daerah lain yang juga menyumbang banyak kasus setelah Lebaran adalah Kabupaten Luwu Tinur dengan kluster PT Vale, kluster RS Awal Bros Sorowako, serta kluster RS I Lagaligo.