Sejumlah kalangan menilai, Pemerintah Kota Ambon tidak memiliki konsep yang terarah mengenai penanganan Covid-19, termasuk belum melaksanakan PSBB yang disetujui Menteri Kesehatan pada 9 Juni lalu.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Sejumlah kalangan menilai, Pemerintah Kota Ambon, Maluku, tidak memiliki konsep yang terarah mengenai penanganan Covid-19, termasuk belum melaksanakan pembatasan sosial berskala besar yang disetujui Menteri Kesehatan pada 9 Juni lalu. Padahal, jumlah kasus terus meningkat dan memerlukan intervensi penanganan yang efektif.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Benediktus Sarkol, di Ambon, Minggu (14/6/2020), mengatakan, belum dilaksanakannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat penanganan kasus Covid-19 semakin sulit. Ambon merupakan wilayah dengan tingkat penyebaran tertinggi di Maluku. Kasus meningkat signifikan dalam beberapa hari terakhir.
Saat Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyetujui usulan PSBB lewat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/358/2020 pada 9 Juni lalu, total kasus positif Covid-19 di Ambon sebanyak 248 dengan jumlah kematian enam orang. Hingga Minggu (14/6/2020), kasus bertambah menjadi 313 dengan jumlah kematian menjadi delapan orang. Kasus pertama di Ambon diumumkan pada 22 Maret 2020.
Benediktus menilai, pemerintah kota (pemkot) yang tidak terbuka menyampaikan alasan menggantungnya PSBB membuat kepercayaan publik juga menurun. Kepercayaan publik belakangan tergerus menyusul sejumlah kebijakan yang dinilai tidak masuk akal. Sebagai contoh, pemberlakuan operasi angkutan kota berdasarkan pelat nomor ganjil genap. Padahal, komposisi jumlah angkutan berpelat ganjil genap tidak seimbang.
Ketidakpercayaan kepada pemerintah itu menuai sejumlah reaksi masyarakat di Kota Ambon. Pekan lalu, misalnya, warga Kelurahan Silale menolak kedatangan tim gugus tugas Kota Ambon yang hendak melakukan tes cepat. Mereka melakukan unjuk rasa sambil menutup akses masuk ke perkampungan. Petugas akhirnya pergi.
Kejadian lain, para pedagang di Pasar Mardika, Kota Ambon, melawan saat petugas menertibkan mereka yang berjualan melebihi batas waktu yang ditentukan, yakni pukul 16.00 WIT. Mereka tetap berjualan dan terjadi adu mulut dengan petugas. Saat dipaksa, sejumlah pedagang bahkan menumpahkan dagangan mereka di depan aparat.
Protes yang sama dilakukan oleh sopir angkutan kota saat pemerintah menerapkan kebijakan operasi kendaraan berdasarkan pelat nomor ganjil genap. Terakhir, pada Jumat (12/6/2020) malam, sejumlah pasien Covid-19 yang dikarantina di mes Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Provinsi Maluku di Kota Ambon mengamuk. Mereka merusak sejumlah fasilitas dan membakar pos di depan mes.
Ketua Majelis Pekerja Harian Gereja Protestan Maluku Pendeta AJS Werinussa menilai, Pemerintah Kota Ambon tidak serius menangani masalah Covid-19 di Kota Ambon. Menurut dia, pemerintah kota tidak memiliki konsep yang terarah.
”Jadi, tokoh agama sudah kerja maksimal, dan tidak ada satu gereja, masjid, dan lainnya yang menjadi titik penyebaran. Yang ada ini aktivitas publik, ruang publik yang menjadi titik penyebaran, wewenangnya ada di pemerintah,” kata Werinussa.
Ia mencontohkan buruknya penanganan Pasar Mardika-Batu Merah, pasar tradisional terbesar di Ambon yang menjadi salah satu kluster penyebaran Covid-19. Menurut dia, untuk mencegah penularan lebih besar, pemerintah harus mengurai dengan cara membuka lokasi baru. ”Bukan dengan mengurangi jam belanja. Sebab, akan terjadi penumpukan,” katanya.
Menurut pantauan Kompas pada Minggu petang, pedagang masih berjualan setelah batas waktu yang ditentukan, yakni pukul 16.00. ”Kami masih akan tetap jualan karena keluarga kami harus makan. Di sini, banyak orang cari hidup. Pemerintah cukup atur tempat jualan dan tegakkan protokol kesehatan,” kata Usman (32), penjual ikan di Pasar Mardika.
Sementara itu, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Ambon, Joy Adriaansz, mengatakan, belum ada kepastian waktu pelaksanaan PSBB. Saat ini, di Kota Ambon sedang diterapkan pembatasan kegiatan masyarakat dengan landasan Peraturan Wali Kota Ambon Nomor 16 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Orang, Aktivitas Usaha, dan Moda Transportasi dalam Penanganan Covid-19.
Mengenai pelaksanaan PSBB, hal itu baru akan dibahas pemkot dalam rapat pekan depan. Saat ini, kata Joy, pihaknya sedang menyiapkan draf peraturan wali kota sebagai tindak lanjut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/358/2020. ”Tergantung hasil rapat pekan depan,” ujarnya.
Terkait penanganan pasar, kata Joy, pihaknya sudah menyiapkan tiga titik untuk menampung pedagang dari Pasar Mardika-Batu Merah. Tiga titik dimaksud adalah Passo, Tantui, dan Arumbae. Wacana itu sudah berembus lama. ”Pekan depan, akan dipindahkan,” ucap Joy.