Pembagian Jam Kerja bagi Pekerja Disiapkan Guna Mengurangi Penumpukan Penumpang
Aturan pembagian jam kerja dikaji sejumlah kementerian, yakni Kemenpan RB untuk ASN, Kementerian BUMN untuk pegawai BUMN, dan Kemenaker untuk pekerja swasta. Tujuannya mengurangi penumpukan penumpang di transportasi umum
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah tengah mengkaji pembagian jam kerja atau sistem shift bagi aparatur sipil negara, pegawai Badan Usaha Milik Negara, dan pekerja swasta. Penerapan sistem kerja tersebut guna mengurangi penumpukan penumpang di transportasi umum.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (12/6/2020), mengatakan, pembagian jam kerja atau sistem shift ini merupakan tindak lanjut atas arahan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo untuk mengurangi penumpukan penumpang di transportasi umum.
Rapat koordinasi telah dilakukan dengan melibatkan perwakilan dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian BUMN, Kemenpan dan RB, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Jadi hasilnya adalah akan mengeluarkan sebuah surat keputusan dan sepakat dengan sistem kerja dengan shift. Namun, sebelum diterbitkan surat keputusan tersebut, perlu dilakukan survei dan simulasi yang lebih cermat untuk memastikan bahwa kebijakan benar-benar efektif memecahkan masalah yang ada, yaitu mengurangi penumpukan penumpang," ujar Tjahjo.
Ada dua sistem shift yang disepakati. Pada shift pertama, pegawai masuk mulai pukul 07.30 hingga 15.00. Sedangkan, shift kedua mulai pukul 10.00 hingga 17.30.
Dalam penerapan sistem shift, setiap instansi memiliki sejumlah alternatif yang bisa dipakai. Misal, pemberlakuan shift mulai Senin sampai Jumat; atau pemberlakuan shift Senin dan Jumat.
Ada dua sistem shift yang disepakati. Pada shift pertama, pegawai masuk mulai pukul 07.30 hingga 15.00. Sedangkan, shift kedua mulai pukul 10.00 hingga 17.30.
Aturan mengenai pembagian jam kerja tersebut diserahkan kepada kementerian masing-masing. Misal, bagi ASN, aturan akan dikeluarkan oleh Menpan dan RB. Sementara itu, aturan bagi pegawai BUMN akan dikeluarkan Menteri BUMN. Kemudian, aturan untuk pegawai swasta dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
Tjahjo mengungkapkan, pemerintah masih mengkaji seluruh alternatif itu dan meminta masukan dari berbagai pihak, seperti PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Korps Lalu Lintas Kepolisian RI (Korlantas Polri).
"Kami usulkan kebijakan tersebut diberlakukan untuk daerah yang memberlakukan pembatasan sosial berskala besar dan atau status merah menurut Gugus Tugas," tutur Tjahjo.
Secara khusus bagi ASN, Tjahjo menargetkan regulasi terbit pekan depan. “Semoga SE (surat edaran) keluar Selasa depan,” katanya.
Keterwakilan pegawai
Sementara itu, di Badan Kepegawaian Negara (BKN), sistem kerja yang diterapkan saat ini adalah keterwakilan pegawai di kantor maksimal 50 persen.
Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN Paryono menyampaikan, pimpinan masing-masing unit setingkat Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama diminta menetapkan jumlah keterwakilan pegawai setiap bulan. Keterwakilan pegawai setiap unit kerja paling sedikit 10 persen hingga 50 persen.
Keterwakilan pegawai ini harus mempertimbangan, antara lain domisili, usia, riwayat kesehatan, penggunaan transportasi kerja, jenis pekerjaan, kompetensi, kedisiplinan, dan ketersediaan sarana kerja.
"Bagi pegawai yang bekerja di rumah, diwajibkan hadir ke kantor apabila diperlukan dan melakukan pelaporan hasil kerja setiap harinya. Selain itu terdapat larangan berpergian ke luar daerah bagi pegawai yang bekerja di rumah," ujar Paryono.
Paryono mengungkapkan, instansinya juga memberikan panduan bagi pegawai, seperti penetapan komposisi kehadiran pegawai, penilaian kinerja, serta disiplin pegawai. Pimpinan unit kerja diminta melakukan pengawasan terhadap keberadaan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dan kondisi kesehatan pegawai di lingkungan kerjanya.