Dzulmi Eldin Divonis 6 Tahun Penjara, Hak Politik Dicabut 4 Tahun
Eldin terbukti menerima total Rp 2,15 miliar dari 24 kepala dinas dan direktur utama BUMD. Ia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan. Atas putusan itu, Eldin menyatakan pikir-pikir.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Wali Kota Medan nonaktif Dzulmi Eldin dijatuhi vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan. Hak politik untuk menduduki jabatan publik dicabut selama 4 tahun setelah menjalani pidana pokok. Eldin terbukti menerima suap Rp 2,15 miliar dari 24 kepala dinas dan direktur badan usaha milik daerah.
Putusan itu dibacakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Abdul Azis, di Medan, Kamis (11/6/2020). Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni 7 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19, Eldin mendengarkan putusan dari Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan melalui sambungan video konferensi. JPU KPK yang diketuai Iskandar Marwanto mendengarkan dari Gedung KPK, Jakarta.
Azis mengatakan, Eldin tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. ”Hal yang memberatkan, terdakwa merupakan wali kota yang dipilih secara langsung oleh rakyat Kota Medan, tetapi tidak mendukung program pemberantasan korupsi,” kata Azis.
Azis menjelaskan, Eldin terbukti mengumpulkan uang total Rp 2,15 miliar dari 24 kepala dinas dan direktur utama BUMD sejak Juli 2018 hingga Oktober 2019. Uang itu dikumpulkan melalui perantaraan Kepala Subbagian Protokol Pemkot Medan Samsul Fitri yang merupakan orang kepercayaan Eldin.
”Terdakwa mengetahui uang tersebut diberikan agar terdakwa tetap mempertahankan jabatan kepala organisasi perangkat daerah dengan menerima imbalan uang yang tidak sah,” kata Azis.
Azis mengatakan, pada Juli 2018, Eldin meminta Samsul mengumpulkan Rp 200 juta untuk menutupi biaya operasionalnya berangkat ke kegiatan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia di Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Eldin memberikan arahan untuk meminta uang kepada pejabat eselon II.
Samsul pun membuat daftar nama kepala dinas dan direktur utama BUMD untuk dimintai uang total Rp 240 juta. Realisasinya, Samsul hanya mendapat uang Rp 120 juta dari enam kepala dinas dan Direktur Utama RSUD Dr Pirngadi.
Samsul juga menemui Kepala Dinas Pekerjaan Umum Isa Ansyari sebulan setelah Isa dilantik, Maret 2019. Isa memberikan Rp 20 juta per bulan pada Maret, April, Mei, dan Juni. Pada Juli, Isa memberikan Rp 200 juta untuk membiayai keberangkatan Eldin dan rombongan kunjungan kerja ke kota Ichikawa, Jepang, dalam program Sister City.
Setelah pulang dari Jepang, Isa kembali memberikan Rp 250 juta pada Oktober 2019. Pemberian uang yang terakhir ini menjadi awal operasi tangkap tangan kasus korupsi tersebut.
Uang itu antara lain digunakan untuk menutupi kekurangan biaya kunjungan kerja Eldin ke Jepang. Dua anak Eldin turut serta dalam kunjungan kerja itu dan tidak ditanggung APBD. ”Biaya kunjungan kerja ke Jepang Rp 1,5 miliar, tetapi yang ditanggung APBD Kota Medan hanya Rp 500 juta,” kata Azis.
Majelis hakim pun menyatakan Eldin terbukti menerima hadiah atau janji yang bertentangan dengan jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Huruf A dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Saat ditanya hakim apakah akan mengajukan banding atas putusan tersebut, Eldin menyebut pikir-pikir dulu. JPU KPK juga menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.