Sebanyak 16 kasus baru Covid-19 mengentak Kota Palu, Sulawesi Tengah, setelah ”landai” selama sebulan. Sebagian yang positif sempat mengikuti acara pisah-sambut pejabat daerah di tengah adanya pembatasan sosial.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·5 menit baca
Pada Minggu (7/6/2020), Kota Palu, Sulawesi Tengah, digemparkan dengan 16 kasus baru infeksi Covid-19 setelah hampir sebulan nol kasus. Tak kalah menghebohkan, sebagian dari yang terpapar penyakit itu sempat mengikuti acara yang turut dihadiri banyak tokoh atau pejabat pemerintah daerah. Keteladanan pun masih menjadi pertanyaan di republik ini, termasuk di masa sulit pandemi Covid-19.
Tambahan 16 kasus baru di Kota Palu dilaporkan Pusat Data dan Informasi Covid-19 Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan tambahan tersebut, kasus Covid-19 di Palu kini menjadi 35 kasus. Secara keseluruhan, jumlah kasus di Sulawesi Tengah menjadi 159 kasus dengan 93 orang dinyatakan sembuh dan 4 orang meninggal.
Dari 16 orang yang terinfeksi di Palu di antaranya ada para pejabat daerah. Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu Huzaema menyatakan, mereka kebanyakan pelaku perjalanan, antara lain dari Manado, Sulawesi Utara, dan Jakarta.
Mereka terdeteksi Covid-19 saat hendak mengurus pemeriksaan sampel usap tenggorokan (swab) sebagai syarat bepergian ke Jakarta. Seperti diketahui, Jakarta mewajibkan semua yang masuk membawa serta dokumen hasil pemeriksaan sampel usap dengan status negatif.
Huzaema, saat dihubungi di Palu, Minggu, dengan gamblang menyebutkan salah satu yang terinfeksi itu adalah perwira menengah TNI Angkatan Darat yang selesai bertugas di Komando Resor 132/Tadulako. Ia baru saja pulang dari Manado, Sulut, untuk acara serah terima jabatan yang diembannya ke pejabat yang baru.
Kejelasan kasus positif Covid-19 itu samar-samar dijawab Kepala Penerangan Korem 132/Tadulako Kapten Ahmad Jaya. Ia mengatakan bahwa pihaknya tak punya dasar dan fakta untuk menjawab karena belum mendapatkan hasil tesnya. Kalaupun memang terkonfirmasi, selayaknya tidak bisa langsung menyebutkan identitas yang bersangkutan, hanya inisial agar tak menjadi beban bagi yang bersangkutan.
Setelah adanya laporan 16 kasus tersebut, sejumlah pejabat di Sulawesi Tengah mengikuti pemeriksaan tes cepat (rapid test). Mereka menjalani prosedur itu karena pada Sabtu (6/6) malam mengikuti acara pisah-sambut di Komando Resor Militer 132/Tadulako.
Wali Kota Palu Hidayat dites cepat dengan hasil nonreaktif terhadap Covid-19, Minggu. Bupati Sigi Irwan Lapatta dan keluarga juga telah diperiksa dengan hasil nonreaktif, Senin (8/6/2020).
Gubernur Sulteng Longki Djanggola pun diperiksa dengan hasil nonreaktif Covid-19. Demikian pula Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Sulteng Haris Kariming yang hasilnya juga nonreaktif.
”Sekadar informasi, (ada) pelaksanaan tes cepat Bapak Gubernur beserta seluruh pejabat Pemerintah Provinsi Sulteng dan ASN yang hadir pada acara pisah sambut Danrem 132/Tadulako,” tulis Harris, sebagai catatan untuk unggahan foto yang memperlihatkan petugas mengambil sampel daerah di lengan Longki, Senin, di grup percakapan untuk komunikasi penanganan Covid-19 Sulteng.
Pemeriksaan ulang akan dilakukan berselang seminggu untuk mendeteksi kemungkinan Covid-19 yang berinkubasi.
Haris belum menyebutkan jumlah orang yang mengikuti tes cepat tersebut. Huzaema menyatakan, pemeriksaan ulang akan dilakukan berselang seminggu untuk mendeteksi kemungkinan Covid-19 yang berinkubasi.
Dari kasus tersebut, muncul pertanyaan tentang acara pisah-sambut tersebut di tengah pandemi Covid-19. Hajatan dengan berbagai tema dan bentuknya pasti menghimpun banyak orang. Dalam pencegahan Covid-19, hajatan disarankan tak dilakukan karena berpotensi menjadi lumbung penularan kasus. Pembatasan sosial yang didengungkan dari awal salah satunya juga ”mengerangkeng” hajatan atau perayaan, entah apa pun namanya.
Dalam Maklumat Kepala Polri Nomor: Mak/2/III/2020, 19 Maret 2020, pada poin 2 huruf a disebutkan kegiatan-kegiatan yang dilarang diadakan, antara lain pertemuan sosial, budaya, keagamaan, yang menyebabkan berkumpulnya massa; konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran, dan resepsi keluarga; kegiatan olahraga, kesenian, jasa hiburan; unjuk rasa, pawai, dan karnaval; dan kegiatan lainnya yang menyebabkan berkumpulnya massa.
Jika merujuk pada maklumat tersebut, jelas tak disebutkan secara langsung acara pisah-sambut dan ramah-tamah yang dihadiri banyak pejabat pada Sabtu malam itu sebagai kegiatan yang dilarang. Namun, jika parameternya ”menghimpun banyak orang atau massa”, jelas acara pisah-sambut itu tak seharusnya dilaksanakan.
Ahmad Jaya menyatakan, kegiatan itu sudah diagendakan. Pelaksanaannya pun dengan protokol pencegahan penularan Covid-19, seperti semua peserta memakai masker, duduk dengan jarak minimal 1 meter, serta tak berjabat tangan, hanya saling menyentuhkan siku.
Foto-foto yang beredar di grup percakapan dan media sosial memang menunjukkan para pejabat yang hadir memakai masker dan duduk berjarak meskipun di satu meja. Namun, ada juga foto ketika mereka berdiri berdekatan dan menyerahkan cendera mata. Foto-foto itu sudah beredar luas di kanal percakapan dan media sosial.
Bagi pengajar sosiologi Universitas Tadulako, Palu, Christian Tindajabate, acara yang diselenggarakan para pejabat tersebut bukti adanya masalah keteladanan dalam kehidupan berbangsa-negara. Hajatan tersebut kontraproduktif dengan segala upaya untuk secara persuasif dan kultural meyakinkan masyarakat memerangi penyebaran Covid-19, termasuk tak berkumpul atau berkerumun.
”Upaya represif seperti awal-awal pemberlakuan pembatasan sosial ditentang masyarakat. Dilakukanlah upaya kultural dengan pendekatan ketokohan atau keteladanan, tetapi (kejadian) ini sungguh preseden buruk bagi masyarakat,” ujarnya.
Christian menyebutkan, acara pisah-sambut tersebut seharusnya tak perlu dilakukan. Kalaupun dilakukan, dikemas sesuai dengan tuntutan era pandemi Covid-19, misalnya dilakukan secara virtual. ”Presiden Jokowi saja memperingati Hari Lahir Pancasila secara virtual. Ini perayaan penting. Seharusnya itu menjadi contoh,” katanya.
Selama ini, anggota Polri-TNI dan juga satuan polisi pamong praja di pemerintahan daerah kerap berpatroli untuk membubarkan kegiatan yang menghimpun banyak orang, mulai dari hajatan nikah, nongkrong di warung kopi, hingga kumpul-kumpul santai di pinggir jalan.
Dengan kasus ini, kepada siapa warga akan menengok teladan?