Soal Kasus Salah Tembak, Kapolda Sulteng Siap Tegakkan Profesionalisme
Kepolisian Daerah Sulteng bersama Mabes Polri dan Komnas HAM menginvestigasi dua kasus salah tembak yang menyebabkan kematian tiga warga di Poso.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menginvestigasi dua kasus dugaan salah tembak oleh oknum polisi yang menyebabkan warga meninggal di Kabupaten Poso. Apa pun hasilnya, kepolisian akan terima secara profesional, termasuk jika ada kesalahan tindakan polisi di lapangan.
”Sebagai pimpinan di Polda Sulteng, tentu saya akan selalu menegakkan profesionalisme. Kalau memang salah, ya, harus kita katakan salah. Tegakkan supaya kepolisian ini terjaga profesionalismenya dan dipercaya masyarakat,” kata Kepala Kepolisian Daerah Sulteng Inspektur Jenderal Syafril Nursal dalam keterangan tertulis yang diterima di Palu, Kamis (9/6/2020).
Syafril melanjutkan, dirinya juga telah mengundang tim Korps Brigade Mobil (Brimob) dan Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri untuk melakukan pemeriksaan kasus itu. Komitmen itu disampaikan Syafril saat berdialog secara virtual dengan sejumlah tokoh agama dan masyarakat Poso, Senin (8/6/2020).
Ia mengklaim, kedua kasus dugaan salah tembak di Poso tertangani dengan baik. Prosesnya tersendat karena berhubung bulan Ramadhan dan adanya pandemi Covid-19. Selain internal Polda Sulteng, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Perwakilan Sulteng juga berpartisipasi dalam investigasi tersebut.
Turut membantu pengungkapan kasus itu Komandan Pasukan Gegana Korps Brimob Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Verdianto Iskandar Bitticaca dan Kepala Biro Provos Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ramdani Hidayat.
Mabes Polri dilibatkan karena Operasi Tinombala di Kabupaten Poso untuk mengejar kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) turut melibatkan anggota Korps Brimob Mabes Polri.
Dalam dua bulan terakhir terjadi dua kasus dugaan salah tembak yang diduga dilakukan personel Satuan Tugas Operasi Tinombala di Kabupaten Poso. Kejadian pertama pada awal April 2020 dengan korban Qidam Alfarizky Mofance (20), warga Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara. Ia ditembak di sekitar kantor Kepolisian Sektor Poso Pesisir Utara.
Terbaru, pada Selasa (2/6/2020), Syarifuddin (37) dan Firman (16), petani di Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara, juga diduga ditembak oleh aparat saat beristirahat di pondok kebun kakao. Mereka ditembak karena diduga anggota MIT.
Syafril menyebutkan, tim investigasi sudah melaksanakan sejumlah kegiatan, antara lain olah tempat kejadian, pemeriksaan pasukan, pemeriksaan saksi-saksi, dan rekonstruksi kejadian. Namun, ia tak menjelaskan kapan hasil akan disampaikan kepada publik.
Sebelum Syafril menyampaikan pernyataan resmi terkait penanganan dua kasus tersebut, Polda Sulteng selama ini cenderung tak menerangkan informasi secara terbuka. Saat dua petani tewas pada minggu lalu, hanya Kepala Subbagian Penerangan Masyarakat Komisaris Sugeng Lestari yang memberikan pernyataan singkat. Dia menyatakan kasus tersebut sementara diselidiki, semua pihak diminta bersabar.
Saat dikonfirmasi, Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askari membenarkan keterlibatan lembaganya dalam pengusutan dua kasus itu. Ia memastikan keterlibatan Komnas HAM agar semua proses berjalan dengan baik dan benar serta adil untuk keluarga korban.
Jika nanti oknum polisi yang diduga terlibat dinyatakan bersalah dalam sidang disiplin dan kode etik, proses selanjutnya harus ke pidana umum. Ia menambahkan, untuk penyelidikan kasus, sejumlah anggota Polri untuk sementara ”dibebastugaskan”.
M Akbar dari Tim Pembela Muslim Sulteng, yang mengadvokasi dua kasus tersebut, menyatakan pelibatan Komnas HAM diharapkan membuat terang-benderang kedua kasus tersebut. ”Posisi kami tetap sama dari awal, yakni dua kasus tersebut dilanjutkan ke ranah hukum. Keduanya delik umum, bukan aduan. Muaranya harus ke meja hijau,” katanya.