Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat di NTT Terancam Bubar
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat atau lembaga nonpemerintah di Nusa Tenggara Timur terancam bubar karena ketiadaan donor dari dalam dan luar negeri sejak lima tahun terakhir, ditambah pandemi Covid-19.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Sejumlah lembaga swadaya masyarakat atau lembaga nonpemerintah di Nusa Tenggara Timur terancam bubar. Tidak ada donor dari dalam dan luar negeri sejak lima tahun terakhir, ditambah pandemi Covid-19, membuat LSM di NTT tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Beberapa LSM yang memiliki pengalaman kuat di bidang pemberdayaan masyarakat perlu mendapat dukungan pemerintah daerah setempat.
Direktur Yayasan Tukelakang Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Minggo, di Kupang, Selasa (9/6/2020), mengatakan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau lembaga nonpemerintah di NTT tidak memiliki koordinator khusus. Setiap LSM berjuang sendiri sehingga pada saat pandemi Covid-19 seperti sekarang, LSM yang masih memiliki donor dapat bertahan, sebaliknya tanpa donor terancam bubar.
”Beberapa LSM tidak ada aktivitas sama sekali, seperti Tukelakang, Yayasan Peduli Sesama, Yayasan Peduli Masyarakat Pinggiran, dan Yayasan Lingkar Insani. Jumlah LSM di NTT lebih dari 100 lembaga. Tetapi semua LSM tidak terdata dan tidak berada di bawah lembaga tertentu,” tutur Minggo.
Setiap LSM berjuang mencari donor dengan cara mengajukan proposal bantuan dan kerja sama dengan lembaga donor dari luar negeri dan Jakarta. Hal ini pun sangat sulit disetujui karena hampir semua negara donor dan pemerintah pusat sedang terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Beberapa LSM tidak ada aktivitas sama sekali, seperti Tukelakang, Yayasan Peduli Sesama, Yayasan Peduli Masyarakat Pinggiran, dan Yayasan Lingkar Insani. Jumlah LSM di NTT lebih dari 100 lembaga. Tetapi semua LSM tidak terdata dan tidak berada di bawah lembaga tertentu.
Sangat jarang LSM di NTT diakomodasi pemda setempat untuk melakukan pendampingan atau binaan terhadap masyarakat. Hanya satu LSM yang pimpinannya berafiliasi dengan pemda dan merupakan staf khusus pemda yang mendapatkan alokasi anggaran untuk pemberdayaan anak-anak tengkes (stunting) di NTT.
Ia mengatakan, jika pandemi Covid-19 berlangsung lama, semua LSM di NTT terancam bubar. Saat ini ada LSM yang sudah ditutup atau tidak ada aktivitas. Karyawan yang berjumlah 5-20 orang per LSM sudah dirumahkan. Jika ada proyek, mereka akan dipanggil bekerja.
Melahirkan peluang
Program Manager Perkumpulan Pikul NTT Andry Ratumakin mengatakan, pandemi Covid-19 bisa melahirkan peluang, juga tantangan bagi LSM. Jika pimpinan LSM memiliki daya lobi dan kerja sama yang kuat, bisa berkolaborasi dengan pemerintah melakukan pendataan terhadap warga miskin yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di NTT.
Saat ini data warga miskin, sebagai penerima bantuan langsung tunai dan bantuan bahan pokok, masih amburadul. Warga miskin yang seharusnya menerima bantuan sosial tidak terakomodasi, sementara nama aparat sipil negara (ASN) dan staf kepala desa terdata dalam warga penerima bantuan.
Bagi LSM yang hanya menunggu donor menawarkan bantuan, mereka sulit mendapatkan proyek. Mendirikan LSM harus lebih kreatif, inovatif, dan selalu membangun kerja sama dengan semua pihak, termasuk pemda setempat. LSM tidak boleh tertutup dari pemda dan media massa.
Anggota DPRD NTT, Merci Piwung, mengatakan, seharusnya LSM adalah mitra pemerintah. Namun, masih ada jurang antara LSM dan pemda karena setiap lembaga memiliki kepentingan sendiri. Ada LSM yang setelah mendapatkan bantuan dari lembaga donor tidak melakukan kegiatan nyata di lapangan bersama masyarakat, tetapi dana yang dianggarkan dilaporkan 100 persen terealisasi.
Sementara lembaga pemerintah cenderung menangani sendiri proyek-proyek itu. Mereka tidak mau bekerja sama dengan LSM karena takut kehilangan ”bagian” dari proyek tersebut. Selain itu, LSM juga dinilai sering menyudutkan mereka terkait proyek pembangunan.
Ia menyebutkan, LSM memiliki pengalaman lapangan. Mestinya pemda bisa berkolaborasi dengan mereka. Berikan kesempatan kepada LSM agar bisa bertahan hidup di tengah pandemi Covid-19 ini.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT Marius Jelamu mengatakan, pemda sering bekerja sama dengan LSM tertentu. Tidak semua LSM menjalin kerja sama itu karena ada LSM yang memiliki visi dan misi berbeda dengan pemda. Kerja sama dengan LSM pun tidak harus dipublikasikan ke masyarakat.