Pemprov Nusa Tenggara Timur Menunggu Data Warga Miskin dari Kabupaten dan Kota
Pemprov Nusa Tenggara Timur menunggu data orang miskin dari kabupaten/kota yang belum mendapatkan bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial karena pemprov juga menganggarkan Rp 105 miliar dari APBD.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menunggu data orang miskin dari kabupaten/kota yang belum mendapatkan bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial. Selain itu, Pemprov NTT juga menyediakan dana dari APBD untuk penanggulangan Covid-19 sebesar Rp 810 miliar, di antaranya Rp 105 miliar untuk bantuan sosial tunai.
Demikian antara lain hasil rapat dengar pendapat Komisi III DPRD NTT dengan Badan Keuangan Daerah (BKD) Setda NTT di ruang Komisi III DPRD NTT di Kupang, Selasa (9/6/2020). Pertemuan dihadiri Kepala BKD Zakarias Morukdan serta unsur pimpinan Komisi III DPRD, Hugo Kalembu dan Viktor Mado Watun.
Warga miskin yang belum terakomodasi dalam bantuan sosial dari pusat akan ditangani dengan dana APBD provinsi senilai Rp 105 miliar. Saat ini sudah ada 11 kabupaten menyerahkan dana warga miskin yang belum mendapatkan bantuan sosial dari pusat.
Kepada Komisi III DPRD, Zakarias Moruk mengatakan, Pemprov NTT sampai hari ini masih menunggu data warga miskin dari 22 kabupaten/kota. Data itu tentang berapa warga miskin yang sudah menerima bantuan sosial tunai (BST) dari pusat, bahan pokok, dan berapa warga miskin yang sudah menerima dana Program Keluarga Harapan (PHK) dari Kementerian Sosial.
”Warga miskin yang belum terakomodasi dalam bantuan sosial dari pusat akan ditangani dengan dana APBD provinsi senilai Rp 105 miliar. Saat ini sudah ada 11 kabupaten menyerahkan dana warga miskin yang belum mendapatkan bantuan sosial dari pusat,” kata Moruk.
Sekarang ada 11 kabupaten/kota yang belum menyerahkan data. Jika ada 22 kabupaten/kota, rata-rata satu kabupaten/kota mendapatkan alokasi BST senilai Rp 4,8 miliar. Setiap keluarga berhak mendapatkan dana Rp 600.000 selama masa pandemi Covid-19.
Pemprov NTT juga menyediakan dana pemberdayaan ekonomi masyarakat senilai Rp 605 miliar. Dana ini diprioritaskan untuk pembukaan lahan sawah baru, budidaya hortikultura, pembukaan lahan jagung, umbi-umbian, dan kacang-kacangan di areal sekitar 170.000 hektar di 21 kabupaten.
Alokasi anggaran bidang kesehatan senilai Rp 100 miliar. Dana ini khusus untuk penanggulangan Covid-19, biaya tenaga medis dan paramedis, pengadaan alat PCR dan perlengkapan lain, tes cepat, masker, alat pelindung diri, serta biaya hotel untuk karantina petugas kesehatan, biaya tenaga ahli Covid-19, dan biaya kesehatan lain.
Khusus biaya beberapa jenis alat kesehatan Covid-19, seusai dipakai, alat tersebut langsung dibuang, kemudian diadakan lagi sehingga butuh anggaran yang tidak kecil. ”Jika wabah ini berlanjut, perlu tambah anggaran bidang kesehatan lagi. Sebab, dana yang tersedia hampir habis digunakan sehingga total dana penanggulangan Covid-19 di NTT mencapai Rp 810 miliar,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT Viktor Mado Watun mengatakan, dana Rp 810 miliar itu diambil dari dana tak terduga dalam APBD senilai Rp 1 triliun. Dengan demikian, sisa dana tak terduga saat ini tinggal Rp 190 miliar. Jika pandemi Covid-19 terus berlanjut, NTT kesulitan menanggulangi ke depan.
Penahanan dana
Ia mengatakan, dana APBD untuk penanggulangan Covid-19 ini diwajibkan pemerintah pusat. Jika ada provinsi atau kabupaten/kota tidak menyediakan dana Covid-19, mereka akan mendapatkan sanksi dari pusat berupa penahanan dana alokasi khusus dan dana alokasi umum.
Pendapatan asli daerah (PAD) NTT Rp 1,6 triliun per tahun. Namun, tahun ini, dengan adanya Covid-19, PAD turun sekitar 50 persen yang bersumber dari pajak perhotelan, retribusi di pasar, pengusaha dan toko-toko tidak dipungut, kecuali pajak kendaraan bermotor.
Saat ini perputaran uang dan ekonomi NTT bergantung pada pembayaran gaji PNS, TNI/Polri, serta pegawai BUMN dan BUMD. Pemasukan sektor lain yang menggerakkan ekonomi warga di sektor swasta hampir tidak ada karena banyak usaha informal dan UMKM tidak beroperasi.
Sejumlah unit pelaksana teknis milik pemprov dan pemkab/pemkot yang selama ini menghasilkan uang untuk PAD kini tidak berproduksi secara maksimal. Pemasukan pun turun sampai 50 persen sehingga 3-4 bulan ke depan ekonomi di NTT diperkirakan stagnan.
Kendati demikian, pemerintah daerah dan DPRD memastikan stok pangan dari Bulog, sektor swasta, dan masyarakat tetap tersedia. Harga pangan diduga terus bergerak naik karena pertanian NTT masih bergantung pada daerah luar.