Seusai di Perkampungan, Tes Massal Diperluas ke Pertokoan
Selain mengadakan tes massal untuk warga yang tinggal di perkampungan, Pemerintah Kota Surabaya kini memperluas tes kepada pegawai yang bekerja di kawasan pertokoan dan sektor jasa.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Selain mengadakan tes massal untuk warga yang tinggal di perkampungan, Pemerintah Kota Surabaya kini memperluas tes kepada pegawai yang bekerja di kawasan pertokoan dan sektor jasa. Pegawai yang biasa melakukan kontak dekat dengan konsumen harus dipastikan sehat agar tidak menjadi sumber penularan baru.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, Senin (8/6/2020), mengatakan, minat warga untuk mengikuti tes cepat yang digelar setiap hari sangat tinggi. Bahkan pihaknya terkadang harus membatasi jumlah peserta karena kapasitas tes yang terbatas.
Karakter penularan di Surabaya berada di perkampungan sehingga kami ingin memastikan siapa saja yang sudah terpapar dan memisahkannya dengan warga lain yang masih sehat.
Tes massal pada awalnya dilakukan sesuai penelusuran kontak pasien positif Covid-19. Namun, tes diperluas hingga satu kawasan karena telah terjadi penularan, terutama di kawasan perkampungan. Tes diadakan di kantor kelurahan atau kecamatan agar dekat dengan warga.
”Karakter penularan di Surabaya berada di perkampungan sehingga kami ingin memastikan siapa saja yang sudah terpapar dan memisahkannya dengan warga lain yang masih sehat,” katanya.
Hingga 6 Juni 2020, tes cepat sudah dilakukan kepada 43.409 orang dengan hasil 4.971 orang reaktif. Sementara tes usap tenggorokan sudah dilakukan kepada 5.257 orang dengan hasil rata-rata 17 persen positif. Warga yang positif dengan tanpa gejala langsung diisolasi di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, sedangkan pasien dengan gejala sedang hingga berat dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19.
Selain melakukan tes massal kepada warga di perkampungan, kini tes diperluas ke kawasan pertokoan dengan manyasar pegawai yang melayani konsumen. Pihaknya mulai mengadakan tes di kawasan pertokoan, pusat perbelanjaan, dan rumah makan dengan sasaran para pekerja agar tidak menjadi sumber penularan baru.
Menerima keluhan
Risma mengatakan banyak menerima keluhan warga yang merasa ”menderita” akibat pemberlakuan PSBB sejak Selasa (28/4/2020). Keluhan memang amat terkait dengan urusan perut atau ekonomi yang sejatinya tulang punggung kehidupan.
”Kami berharap bisa kembali beraktivitas ekonomi, tetapi dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat,” kata Risma. Aparatur Surabaya berinisiatif menyusun peraturan daerah tentang penerapan protokol kesehatan dalam aktivitas masyarakat.
Namun, Risma menyadari, dasar hukum yang menjadi acuan tentang penyusunan pedoman dalam konteks normal baru di masa wabah penyakit ini belum tersedia, terutama undang-undang atau peraturan presiden pengganti undang-undang.
Bagi Lukman (34), pedagang bakso keliling yang tinggal di Rungkut Lor, ikut tes cepat sangat berguna untuk kelangsungan usahanya. ”Sekarang ketat mau keluar masuk gang. Wajib pakai masker dan dicatat data lengkap oleh pengurus RT. Bahkan belakangan saya dianjurkan tes supaya sama-sama aman,” katanya.
Dengan ikut tes cepat secara gratis, baik Lukman maupun Andullah kini merasa nyaman baik untuk keluarga maupun orang lain. ”Saya sangat siap ketika berangkat menjalani tes cepat. Semisal reaktif, lalu saya diisolasi di satu tempat oleh Pemkot Surabaya pun sebenarnya saya sudah antisipasi,” ujar Lukman yang tinggal di kontrakan di permukiman padat.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai, antusiasme tinggi dari warga Surabaya untuk ikut tes cepat salah satunya karena pengaruh Risma yang dapat merangkul masyarakatnya. Oleh karena itu, penolakan tes yang terjadi di beberapa daerah tidak terjadi di kota ini.
Selain itu, Pemkot Surabaya telah menyiapkan fasilitas kesehatan, termasuk isolasi yang cukup memadai, bagi warga yang terkonfirmasi positif. ”Pembatasan berbasis komunitas melalui Kampung Wani Jogo Suroboyo menjadi ujung tombak di masyarakat agar selalu mematuhi protokol kesehatan sekaligus mencegah terjadinya penularan,” tutur Pandu yang menjadi salah satu anggota komunitas Kawal Covid-19.
Jaminan berupa penanganan bagi warga yang tertular virus korona dari Pemerintah Kota Surabaya menjadi alasan utama warga berduyun-duyun setiap digelar tes cepat. Di setiap lokasi tes cepat yang dilaksanakan oleh Pemkot Surabaya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Intelijen Negara (BIN), minimal diikuti 300 orang.
Untuk mengetahui jadwal dan lokasi pelaksanaan tes cepat, biasanya sudah informasikan kepada warga lewat grup Whatapps dua hari sebelum hari pelaksanaan.
Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, untuk mengantisipasi terjadinya kepadatan antrean di setiap lokasi tes cepat, pihaknya selalu menyiapkan sebanyak 200 kursi bagi warga yang akan mengikuti tes cepat dan tes usap massal.
Menurut Irvan, ketika warga belum mendapat kursi antrean, mereka bisa pulang dulu atau menunggu di luar. Namun, ketika menunggu di luar, mereka dilarang berkelompok atau bergerombol. ”Yang belum dapat kursi, dianjurkan menyebar dan dilarang bergerombol,” katanya.