BNPT: Waspadai Penyebaran Paham Radikal pada Anak Muda
Semua pihak mesti meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran paham radikal yang menarget anak muda. Kasus penyerangan polisi di Daha Selatan merupakan bentuk kejahatan terorisme yang dilakukan anak muda.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARBARU, KOMPAS — Setiap daerah di Indonesia perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran paham radikal, terutama yang menyasar kaum muda. Kasus penyerangan terhadap polisi di Daha Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, merupakan bentuk kejahatan terorisme yang dilakukan anak muda.
Pelaku yang menyerang Markas Kepolisian Sektor Daha Selatan, Senin (1/6/2020) dini hari, diketahui bernama Abdul Rahman dan baru berusia 20 tahun. Saat melakukan aksi yang menewaskan Brigadir Kepala (Anumerta) Leonardo Latupapua, pelaku membawa atribut Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar, di Banjarbaru, Sabtu (6/6/2020), mengatakan, kejahatan terorisme termasuk kejahatan luar biasa dan sangat serius. Motivasi dan hal-hal yang melatarbelakangi pelaku melakukan tindakan destruktif itu harus dikaji.
”Karena itu, kami mengajak para alim ulama, bagaimana agar pemikiran-pemikiran sesat anak muda tidak menjadi hal-hal yang memengaruhi masyarakat dan para pemuda lain. Pemikiran dan tindakan berani seolah-olah berjuang atas nama agama itu jelas bertentangan dengan nilai-nilai agama,” ujar Boy sebelum bertolak ke Jakarta.
Sebelumnya, Boy beserta rombongan memantau kondisi di Daha Selatan dengan mengunjungi Markas Polsek Daha Selatan serta mendatangi rumah keluarga besar almarhum Leonardo. Daha Selatan berjarak sekitar 130 kilometer dari Banjarbaru. Setelah itu, Boy menggelar pertemuan dengan para tokoh agama.
Menurut Boy, anak muda yang berbuat nekat seperti itu pasti keliru dalam memahami ajaran agama. Dia menebarkan kebencian tidak pada tempatnya. Ajaran menyimpang yang memengaruhi anak muda harus diwaspadai dan diluruskan.
”Kita semua tidak ingin ada korban lain. Karena itu, BNPT mengajak ulama di seluruh Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan, untuk bersama-sama meluruskan paham-paham yang tidak menunjukkan Islam sebagai agama rahmatan lil ’alamin (rahmat bagi semesta),” ujarnya.
Boy berharap para ulama yang merupakan guru di tengah masyarakat bisa menjadi bagian perjuangan mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai, toleran, menghargai perbedaan, serta menjadikan keberagaman modal untuk mengisi pembangunan.
Masih diselidiki
Sampai saat ini, ujar Boy, kasus penyerangan di Daha Selatan masih didalami aparat kepolisian. Penyidik sedang memeriksa sejumlah pihak yang diduga memiliki keterkaitan dengan pelaku.
”Ada 4-5 orang yang diperiksa dan mengarah pada peranannya dalam rangka memberikan bantuan kepada tersangka untuk melakukan tindakan penyerangan itu. Peran dan keterlibatannya masih didalami penyidik,” tuturnya.
Menurut Boy, aksi penyerangan markas polsek di Daha Selatan memang dilakukan oleh pelaku tunggal. Namun, kejahatan terorisme seperti itu juga melihat pra-peristiwanya. Dalam hal itu, ada beberapa orang yang diduga terlibat dan sedang diperiksa. ”Nanti akan dijelaskan bagaimana keterlibatannya,” katanya.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel Hafiz Anshari mengatakan, kasus di Daha Selatan menunjukkan bahwa Kalsel bukan zona aman dari kejahatan terorisme. Gerakan terorisme merupakan kejahatan besar yang berbahaya bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Untuk itu, semua orang yang menginginkan eksistensi NKRI tetap utuh wajib menanggulangi terorisme.
Apabila kegiatan teror itu memang bersumber dari paham keagamaan, tidak ada pilihan kecuali pelurusan paham keagamaan. ”Paham-paham keagamaan yang dipahami secara keliru harus diluruskan. Sebab, kekerasan atas nama agama sama sekali tidak dibenarkan oleh agama apa pun,” ujar Hafiz.