Nama-nama aktor di balik kejahatan tambang minyak ilegal dalam hutan negara di Jambi sudah dilaporkan hingga ke pemerintah pusat. Namun, sebagian besar aktor hingga kini masih leluasa beroperasi.
Oleh
ITA
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Praktik tambang minyak ilegal di kawasan hutan negara Kabupaten Sarolangun, Jambi, telah dipetakan dengan jelas dari hulu ke hilir. Bahkan, nama aktor yang memodali aktivitas ilegal itu telah dilaporkan tetapi belum ada tindak lanjut hukum yang optimal.
Manajer Distrik PT Agro Alam Sejahtera, Firman Purba, mengatakan pihaknya telah dibentuk tim untuk menindak praktik tambang minyak ilegal di kawasan hutan tersebut. Secara khusus pihaknya juga telah melaporkan investigasi timnya perihal praktik itu dari hulu ke hilir. “Kami telah melaporkan nama aktor yang memodali praktik liar ini tetapi sampai kini belum ada yang disentuh,” katanya, Jumat (5/6/2020).
Praktik ilegal itu mendesak untuk dihentikan karena dampaknya yang luas merusak lingkungan. Akasia dan sengon yang telah ditanam selama 5 tahun terakhir sudah banyak yang mati. “Dan juga memicu terjadinya kebakaran hutan,” lanjutnya.
Senin lalu, kebakaran sempat melanda hutan itu setelah terjadi ledakan dari salah satu sumur tambang liar. Akibatnya, vegetasi di sekitarnya ikut hangus terbakar.
Sebagaimana diketahui, praktik tambang minyak ilegal berlangsung terorganisasi dalam kawasan hutan tanaman industri di Sarolangun. Para petambang membangun jalur pipa sepanjang 5,6 kilometer untuk memudahkan distribusi hasil minyak curiannya.
Menurut Firman, aktor tersebut tak hanya memodali pembangunan jalur pipa tetapi juga instalasi seluruh titik pengeboran di sana. Untuk memuluskan kepentingannya, sang aktor memobilisasi massa. Mereka diberdayakan untuk memastikan keamanan jalannya praktik tambang liar hingga distribusinya keluar hutan.
Aktor tersebut tak hanya memodali pembangunan jalur pipa tetapi juga instalasi seluruh titik pengeboran di sana. (Firman Purba)
Kepala Balai Penegakkan Hukum Wilayah Sumatera Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Eduward Hutapea mengaku kaget mengetahui ada jalur pipa telah dibangun dalam kawasan hutan di sana untuk mengalirkan hasil tambang minyak ilegal. Pihaknya akan menelusuri modusnya. “Ini mengagetkan mereka berani membangun jalur pipa minyak ilegal dalam hutan negara. Saya akan dalami kasus ini,” katanya.
Menurut Eduward, tahun lalu timnya sudah terjun ke lokasi. Namun, saat itu belum ada pemasangan jalur pipa. Saat operasi berjalan, puluhan mobil mengangkut minyak ilegal dari lokasi.
Tahun lalu, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan tim kepolisian mengenai maraknya praktik tambang liar. Saat itu disepakati penindakan yustisia akan dilaksanakan aparat kepolisian.“Tapi tindak lanjut setelah ini tampaknya belum optimal, sehingga praktik ini hidup kembali,” ujarnya.
Hal serupa, lanjutnya, juga terjadi di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin Kabupaten Batanghari. Operasi pemberantasan digelar besar-besaran, namun karena tidak berkelanjutan, aktivitas itu akhirnya muncul lagi.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari, Parlaungan, mengatakan nama-nama aktor di balik tambang minyak ilegal sudah dilaporkan hingga ke pemerintah pusat. Hingga kini sebagian besar aktor masih bebas. Selama aktornya masih leluasa, praktik illegal bakal tetap langgeng.
Dana besar
Program operasi penertiban tambang minyak ilegal di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun selesai digelar akhir Desember 2019. Dana yang telah digelontorkan sebesar Rp 1 miliar lewat anggaran pemerintah pusat.
Meski telah sempat ditertibkan, saat ini, praktik tersebut kembali berlangsung. Kali ini pelaku bermain kucing-kucingan dengan beroperasi pada sore atau malam hari hingga menjelang pagi.
Pihaknya pun melihat kecenderungan petambang menggeser lokasi pengeboran. Jika semula praktik menyasar kawasan Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin di Bajubang, kini bergeser ke perbatasan wilayah hutan dan kebun di Kabupaten Sarolangun. Aktivitas yang berlangsung di HTI konsesi akasia dan sengon di Sarolangun bisa jadi dampak perluasan dari petambang yang meninggalkan tahura.
Penanganan hukum yang terpadu, ujarnya, perlu berjalan berkelanjutan. Perlu ada pula solusi ekonomi bagi para pekerja tambang.