Petambang Minyak Ilegal Bangun Jalur Pipa Distribusi
Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan aktivitas tambang ilegal, malah justru membuat makin marak. Para petambang bahkan nekat membangun jalur pipa sepanjang 5,6 kilometer untuk memudahkan distribusi hasil minyak curian.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
SAROLANGUN, KOMPAS — Praktik tambang minyak ilegal berlangsung secara terorganisasi dalam kawasan hutan tanaman industri di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Para petambang bahkan nekat membangun jalur pipa sepanjang 5,6 kilometer untuk memudahkan distribusi hasil minyak curiannya. Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan aktivitas tambang ilegal, malah justru membuat semakin marak.
Aktivitas pengeboran liar itu menyebar di tengah konsesi tanaman pokok sengon. Pantauan Kompas, Rabu hingga Kamis (3-4/6/2020), ada lebih dari seratus titik pengeboran beroperasi di sana. Dari tiap-tiap sumur, hasil minyak dialirkan lewat jalur pipa yang terhubung menuju bak-bak penampungan. Selanjutnya, dari bak penampung, minyak dialirkan lagi menuju sebuah lokasi terminal yang berjarak 5,6 kilometer.
Di terminal itulah, truk-truk penampung siap mengangkut hasil minyak curian menuju industri penyulingan yang berada di Kabupaten Batanghari di Jambi dan Kabupaten Musi Banyuasin di Sumatera Selatan.
Menurut petugas pengaman hutan setempat, Sumardi, hasil investigasi mendapati ada aktor yang memodali di balik maraknya aktivitas liar tersebut. Pemodal mengorganisasi masyarakat yang mengokupasi hutan itu untuk menjadi pekerja tambang.
Pemodal juga membiayai pembangunan ratusan instalasi pengeboran di tengah hutan negara serta jalur pipa yang panjang itu. “Seluruh aktivitas ini marak setahun terakhir dengan melibatkan masyarakat yang mengokupasi hutan,” katanya.
Menurut Redi, salah seorang pekerja tambang, dirinya mendapatkan upah sekitar Rp 100.000 per hari. Ia bertugas mengoperasikan salah satu sumur tambang. Ia mengaku turut bekerja di sana dua bulan terakhir .
Manajer Distrik PT Agronusa Alam Sejahtera, perusahaan pemilik konsesi yang kawasannya diokupansi petambang, Firman Purba mengatakan pihaknya telah berupaya menahan masuknya para pekerja tambang liar itu tetapi mendapatkan perlawanan anarkis. Portal yang telah dibangun untuk menghadang para pekerja tambang bahkan dirusak.
Sampai dengan sekarang, upaya-upaya yang telah dilakukan belum mempan menyetop praktik tambang liar ini. (Firman Purba)
Karena kewalahan, pihaknya melaporkannya kepada aparat penegak hukum mulai dari tingkat kabupaten hingga pusat. Firman meminta adanya penegakkan hukum yang terpadu. “Sampai dengan sekarang, upaya-upaya yang telah dilakukan belum mempan menyetop praktik tambang liar ini,” katanya.
Hasil investigasi timnya mendapati produksi minyak yang dihasilkan dari seluruh aktivitas liar tersebut berkisar 132.000 liter per hari. Seluruhnya telah dilaporkan kepada pemerintah daerah. Pihaknya berharap ketegasan aparat penegak hukum untuk menyetopnya.
Kebakaran di ladang tambang
Selasa (2/6/2020) sore lalu, salah satu sumur tambang setempat meledak. Menurut Efendi, salah seorang pekerja, ledakan terjadi sekitar pukul 15.00. Mendengar terjadinya ledakan, para pekerja berhamburan untuk mengecek.
Di sumur itu api rupanya telah membumbung tinggi. Para pekerja beramai-ramai memadamkan api. Dalam peristiwa itu, tak ada korban jiwa. Namun, belasan tanaman pokok yang dibudidayakan perusahaan hangus.
Kepala Kepolisian Resor Sarolangun, Ajun Komisaris Besar Deni Heryanto, membenarkan adanya praktik tambang ilegal tersebut. Sebagai tindak lanjut, tim telah turun ke lokasi pada Januari lalu. Petugas merusak bak-bak penampungan minyak di sana.
Namun, diakuinya tak mudah memberantas praktik yang telah meluas itu. “Untuk melakukan operasi, kami butuh dana besar. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, rencana operasi sepertinya tertunda,” katanya.