Karantina Kampung dan Kunci Pulau Ala Maluku
Warga di Kepulauan Maluku mengandalkan "benteng" swadaya untuk menghadapi wabah Covid-19.
Minggu, 22 Maret 2020 petang, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku mengumumkan kasus pertama. Virus korona baru penyebab Covid-19 yang muncul di Wuhan, China, pada akhir 2019, terdeteksi masuk ke Ambon yang terpaut sekitar 4.200 kilometer arah tenggara Wuhan. Kepanikan pun melanda. Warga di kampung-kampung ngotot segera menutup pintu rapat-rapat.
Di Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, yang merupakan wilayah penyangga Kota Ambon, langsung memberlakukan pengetatan. Gang-gang masuk ke perkampungan ditulis imbauan agar tidak menerima tamu. Keluarga maupun kerabat yang hendak pulang kampung diminta sebisa mungkin menunda dulu. Dikhawatirkan, mereka pulang membawa virus sebagaimana yang dialami para pelaku perjalanan di banyak daerah.
Namun, gelombang pulang kampung tak bisa dicegah. Kurang dari sepuluh hari, 9.000 orang tiba di Ambon menggunakan kapal dan pesawat. Jumlah ini hampir 150 persen dari hari biasa. Pro dan kontra pun terjadi. Banyak warga menolak dengan alasan risiko penularan, tetapi banyak pula menerima dengan alasan kemanusiaan. Para kepala desa lalu memutuskan membuat karantina terpusat dengan memanfaatkan bangunan sekolah.
Kami tidak menuntut ke pemerintah kabupaten, provinsi, atau pusat. Kami lakukan sejauh kami mampu.
Hampir semua desa di Leihitu menyediakan tempat karantina bagi pelaku perjalanan. Pemuda desa digerakkan sebagai relawan. Untuk anggaran, pemerintah desa mengalokasikan dana desa. Seperti di Desa Hitu Lama, mereka yang dikarantina dilayani, mulai dari kebutuhan makan hingga jaringan internet.
Setelah 14 hari di lokasi karantina dan tidak ada gejala klinis mirip Covid-19, mereka dibolehkan masuk permukiman. "Kami tidak menuntut ke pemerintah kabupaten, provinsi, atau pusat. Kami lakukan sejauh kami mampu," kata Salhana Pellu, Kepala Desa Hitu Lama.
Saat mendekati Idul Fitri 1441 Hijriah, kekhawatiran kembali menghantui. Masih terkait mudik. Tak perlu jauh-jauh, banyak orang di Kota Ambon ingin merayakan Lebaran di Leihitu, yang dapat dijangkau dengan waktu tempuh kurang dari 15 menit itu.
Namun, semua desa menutup pintu, tegas menolak. Alhasil, kendati terletak bersebelahan dengan Kota Ambon, tak ada satu pun warga Leihitu terinfeksi Covid-19. Padahal, di Kota Ambon, jumlah kasus per 28 Mei mencapai 172 orang. Adapun total keseluruhan kasus di Maluku sebanyak 201.
Tingginya kasus di Kota Ambon bermula dari masuknya pelaku perjalanan yang tak terbendung dengan minim penapisan. Para pelaku perjalanan hanya diperiksa suhu tubuhnya dan diminta melakukan karantina mandiri.
Pemerintah Kota Ambon hingga tingkat kelurahan atau desa tidak menyediakan tempat karantina mandiri bagi warga. Banyak warga yang mematuhi karantina mandiri, tetapi banyak pula yang bandel. Mereka lalu menularkan virus dan menciptakan kluster penularan baru di Ambon.
Sepertinya, ada keraguan dari kami di pemerintah kota dan pemerintah provinsi.
Penularan berlangsung sangat cepat di tengah perilaku sebagian masyarakat Kota Ambon yang masih mengabaikan protokol kesehatan, seperti tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak aman. Perilaku semacam itu masih ada hingga saat ini. Di sekitar pusat kota, seperti Jalan AY Patty, Jalan Pattimura, Jalan Sam Ratulangi, Jalan Jan Paays, dan Jalan AM Sangadji, dengan mudah ditemukan perilaku tersebut.
Pemerintah Kota Ambon pun tidak serius dalam mengusulkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Saat kasus di Ambon masih dalam hitungan jari, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy tampil dalam keterangan pers pada 27 April dengan pernyataan meyakinkan bahwa Kota Ambon sangat siap memberlakukan PSBB.
Sayangnya, selama lebih dari satu bulan, draf permohonan PSBB belum juga rampung. "Sepertinya, ada keraguan dari kami di pemerintah kota dan pemerintah provinsi," kata Richard kepada Kompas melalui sambungan telepon, Kamis (28/5).
Menurut rencana, ia akan mengeluarkan peraturan wali kota yang mengatur tentang pembatasan sosial. Model pembatasan diklaim hampir menyerupai PSBB. Judul yang dipakai adalah Pembatasan Kegiatan Orang, Aktivitas Usaha, dan Moda Transportasi dalam Penanganan Covid-19.
Aturan itu rencananya awal Juni ini diterapkan, sehingga artinya PSBB batal dilaksanakan. "Prosesnya lama karena (PSBB) harus menunggu persetujuan menteri. Kita coba pakai peraturan wali kota," kata Richard.
Normal baru
Dari 11 kabupaten/kota di Maluku, sebanyak lima di antaranya masih berada dalam zona hijau yang berarti tidak ada kasus. Lima daerah dimaksud adalah Kota Tual, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku Tenggara, Kepulauan Tanimbar, dan Maluku Barat Daya.
Pemerintah daerah setempat langsung menutup akses masuk kapal dan pesawat saat wabah merebak di Ambon. Kapal yang melayani pun hanya boleh mengangkut barang, sementara penumpang sama sekali dilarang. Bila mengetahui kapal membawa penumpang, warga akan beramai-ramai ke pelabuhan dan melarang kapal sandar.
Seperti contoh, kapal milik Pelni, KM Sabuk Nusantara 103 yang mengangkut bahan pokok milik pedagang dari Ambon ke Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar, tidak diperbolehkan sandar selama hampir tujuh jam oleh masyarakat. Ternyata, kapal itu juga mengangkut beberapa teknisi PLN yang hendak membangun jaringan listrik di Tanimbar. Setelah dikoordinasikan, mereka diperbolehkan turun dengan catatan wajib mengikuti karantina selama 14 hari.
"Masyarakat dan pemerintah daerah kompak untuk menjaga daerah mereka bebas dari Covid-19. Kalau sampai virus itu masuk ke sana, bisa lebih repot. Di daerah kepulauan, minim fasilitas dan tenaga kesehatan, ditambah lagi dengan akses transportasi yang sulit. Itu yang membuat mereka ngotot menutup akses masuk tanpa tawar menawar," kata Niko Ngeljaratan (56), toko masyarakat Kepulauan Tanimbar.
Baca juga: Kaji Ulang Rencana Penerapan Normal Baru
Namun, ada harga yang harus dibayar. Ekonomi di daerah itu terpukul. Warga sulit memasarkan komoditas mereka, seperti hasil laut dan pertanian, karena tak ada kapal yang masuk. Banyak operator kapal berhenti berlayar. Distribusi bahan makanan pun tersendat.
Beruntung, masih ada pangan lokal yang menjadi sandaran mereka selama hampir dua bulan ini. Ada umbi-umbian dan kacang-kacangan serta ikan yang tak pernah habis. "Memang, banyak (warga) yang tidak pegang uang, tapi mereka tetap bahagia karena bebas dari Covid-19," kata Agus Sarbunan (34), warga Pulau Selaru, Kepulauan Tanimbar.
Dengan mempertimbangkan kondisi zona hijau, lima kabupaten/kota di Maluku itu akan disiapkan menjadi lokus percontohan untuk pemberlakuan normal baru. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku dan tokoh agama mulai membicarakan rencana tersebut dalam rapat tertutup pada Kamis (28/5).
Namun, sejauh ini, belum ada format panduan normal baru bagi masyarakat. "Nanti akan disesuaikan dengan lokus daerah atau institusi. Ini perlu kajian," ujar Ketua Pelaksana Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku Kasrul Selang.
Baca juga: Menjaga Wilayah Kepulauan dari Pandemi
Sementara itu, di Provinsi Maluku Utara, kasus positif Covid-19 hingga Jumat (29/5/2020), sebanyak 139 orang. Kasus tersebar di 9 dari 10 kabupaten/kota yang ada di daerah itu. Pasien yang sembuh 22 orang dan meninggal 7 orang. Kasus terbanyak ada di Kota Ternate, yakni 87 orang, disusul Kota Tidore Kepulauan sebanyak 17 orang. Wali Kota Tidore Kepulauan Ali Ibrahim bersama istrinya pun terinfeksi.
Berbeda dengan di Maluku, warga di kepulauan Maluku Utara kini dilanda kepanikan lantaran virus merebak hingga ke daerah terpencil. Kebijakan untuk menutup akses baru dilakukan setelah ada warga di kepulauan yang terinfeksi dan menimbulkan transmisi lokal. "Kalau sampai masuk ke desa kami, saya dan keluarga memilih untuk tinggal di kebun saja. Kami menghindar. Di sini fasilitas kesehatan sangat minim," kata A Kelen (55), warga Desa Pulau Obi.
Sejumlah wilayah di Maluku Utara melakukan karantina terpusat, baik di kota maupun di desa. Namun, masih ada saja yang tidak melakukan itu dengan serius. Banyak pelaku perjalanan atau orang-orang yang tidak disiplin. Transportasi antarpulau juga masih berjalan, terutama menggunakan kapal nelayan yang jauh dari pantauan.
"Memang, kami selalu ingatkan untuk disiplin, tapi masih saja ada yang melanggar. Sepertinya masih sulit bagi kami untuk menerapkan normal baru mengingat angka kasus terus meningkat," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Ternate Arif Dani, yang dihubungi secara terpisah.
Karantina pelaku perjalanan di kampung-kampung serta penutupan akses di daerah kepulauan efektif meredam penularan Covid-19. Kini, normal baru yang diikuti dengan pelonggaran harus diterapkan dengan penuh kehati-hatian agar jangan sampai menimbulkan ledakan baru.
Baca juga: Hukum Malthus Obat dan Pandemi Covid-19