Didakwa Terima Suap Rp 1,4 Miliar, Bupati Sidoarjo Ajukan Nota Pembelaan
Bupati Sidoarjo nonaktif Saiful Ilah bersama dengan tiga pejabat daerah didakwa menerima suap terkait proyek-proyek infrastruktur senilai total Rp 1,4 miliar dari sejumlah pengusaha.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS-Bupati Sidoarjo nonaktif Saiful Ilah bersama dengan tiga pejabat daerah didakwa menerima suap terkait proyek-proyek infrastruktur senilai total Rp 1,4 miliar dari sejumlah pengusaha. Uang itu bentuk terimakasih sekaligus untuk memenangkan pekerjaan berikutnya. Terdakwa terancam hukuman 20 tahun penjara.
Dakwaan terhadap Saiful Ilah dan anak buahnya disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Sidoarjo, Rabu (3/6/2020). Dalam sidang yang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Tjokorda Gede Arthana itu, jaksa menghadirkan empat terdakwa dengan berkas perkara terpisah (splitsing).
Terdakwa Saiful Ilah mendapat giliran sidang pertama. Terdakwa lainnya yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Sumber Daya Air (DPUBMSDA) Sidoarjo Sunarti Setyaningsih, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan DPUBMSDA Sidoarjo Judi Tetrahastoto, dan Kepala Unit Pengadaan Lelang Barang dan Jasa Pemkab Sidoarjo Sanadjihitu Sangadji mendapat giliran sidang berikutnya.
Perkara suap itu terungkap dari hasil operasi tangkap tangan KPK yang berlangsung di Sidoarjo, Selasa (7/1).
Jaksa KPK Arief Suhermanto dan Dody Sukmono mengatakan suap Rp 1,4 miliar diterima dalam kurun waktu Juli 2019 hingga Januari 2020. Dari Rp 1,4 miliar, uang yang mengalir ke Saiful Ilah sebesar Rp 550 juta, Sunarti sebesar Rp 250 juta, Sangadji sebesar Rp 300 juta, dan Judi Tetrahastoto sebesar Rp 360 juta.
Perkara suap itu terungkap dari hasil operasi tangkap tangan KPK yang berlangsung di Sidoarjo, Selasa (7/1). Saat itu, Saiful tengah menerima uang dari pengusaha rekanan yakni Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi sebesar Rp 350 juta yang dititipkan melalui Kepala Bagian Protokol dan Rumah Tangga Budiman serta ajudannya Novi.
Dalam dakwaannya, KPK mengatakan pada 2019, Saiful memiliki program pembangunan infrastruktur melalui DPUBMSDA dan Dinas Perumahan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (P2CTKR). Untuk melaksanakan program tersebut Saiful memerintahkan kepala dinas dan kabidnya melakukan lelang paket pekerjaan.
Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi yang merupakan pendukung Saiful dalam pilkada Bupati Sidoarjo menginginkan mendapat paket pekerjaan tahun anggaran 2019 sehingga mendekati para pihak. Ghofur menyiapkan lima perusahaan miliknya sedangkan Totok menyiapkan dua perusahaan.
Ghofur menyiapkan lima perusahaan miliknya sedangkan Totok menyiapkan dua perusahaan.
Ghofur berhasil mendapatkan proyek besar diantaranya pembangunan jalan Candi-Prasung senilai Rp 22 miliar, pembangunan wisma atlet senilai Rp 13,4 miliar, renovasi Pasar Porong Rp 17,5 miliar, dan peningkatan saluran Kali Pucang senilai Rp 5,5 miliar. Sedangkan Totok mendapatkan proyek antaralain peningkatan jalan Kendalpecabean-Kedung Banteng sebesar Rp 2,3 miliar dan pemeliharaan Kanal Magetan di Gedangan sebesar Rp 430 juta.
Selain memberikan uang kepada Saiful Ilah, Sunarti, Judi, dan Sangadji, sebenarnya Ibnu Ghofur juga memberikan uang kepala anggota kelompok kerja yang melakukan pelelangan proyek. Setiap proyek memiliki pokja lelang sendiri-sendiri. Untuk pokja lelang proyek Candi-Prasung, Ghofur memberikan Rp 190 juta kepada anggota pokja sehingga setiap orang menerima Rp 30 juta.
Atas perbuatannya, Saiful Ilah, Sunarti, Judi, dan Sangadji didakwa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Mereka juga didakwa dengan dakwaan subsider melanggar Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.
Menanggapi dakwaan jaksa KPK, Saiful Ilah dan kuasa hukumnya Samsul Huda sepakat mengajukan nota keberatan atau eksepsi yang akan disampaikan pada sidang berikutnya. Samsul beralasan, materi dakwaan yang disampaikan jaksa tidak jelas bahkan dia menggunakan istilah ‘prematur’. Alasannya, perbuatan yang didakwakan kepada kliennya belum masuk kualifikasi tindak pidana korupsi.
Sementara itu Sunarti, Judi, dan Sangadji memilih menerima dakwaan karena dianggap sudah jelas. Mereka memilih fokus menghadapi pembuktian perkara dalam sidang berikutnya pekan depan. Selain itu, ketiga terdakwa mengajukan surat permohonan terkait pembukaan pemblokiran rekening bank milik terdakwa karena sangat dibutuhkan oleh keluarganya.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Surabaya telah menyidangkan perkara penyuapan itu dengan terdakwa Ibnu Ghofur dan Totok Sumedi. Majelis hakim yang diketuai Rochmad menyatakan Ghofur dan Totok terbukti bersalah menyuap untuk memenangkan sejumlah proyek pekerjaan di Pemkab Sidoarjo 2019.
Majelis hakim menjatuhkan hukuman badan kepada keduanya selama satu tahun delapan bulan penjara atau 20 bulan. Selain itu, hukuman denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan. Majelis hakim juga mengabulkan permohonan justice collaborator yang diajukan oleh terdakwa.
Hukuman itu lebih ringan dibandingkan tuntutan yang diajukan oleh jaksa KPK agar menghukum terdakwa Ghofur dan Totok selama dua tahun enam bulan atau 30 bulan penjara dan denda sebesar Rp 200 juta, subsider enam bulan kurungan.